08

5 1 0
                                    

Aku terdiam memandangi langit-langit kamarku, masih terus teringat dengan apa yang kulihat di belakang sekolah tadi, dan apa yang Raja katakan padaku.

"Haris itu bego. Dia lebih milih cewe lain dibanding lo. Sementara gue mau nyenengin lo gak dibolehin."

Apa itu artinya sama dengan dia menyukaiku? Rasanya tidak mungkin. Laki-laki sesempurna dia? Dia itu sama seperti Haris. Aku ingat betul, saat pertama kali masuk ke bangku SMA satu-satunya teman yang paling akrab dengannya adalah Raja. Hanya saja aku tidak tahu di pertengahan semester 2 kelas sebelas mereka menjadi berjarak.

Raja sama terkenalnya dengan Haris. Mereka sama sama murid pintar andalan sekolah. Hanya saja, Raja lebih dari itu. Dia lebih disiplin dibanding Haris. Raja cenderung tidak pernah aneh-aneh.

Kalau tidak salah, aku juga pernah mendengar kabar bahwa Raja menyukai Renata? Apa karena itu pula pertemannannya dengan Haris menjadi berjarak.

Ah, ngomong-ngomong soal Renata, gadis itu memang sempurna. Wajar kalau dia direbuti banyak orang. Bahkan bukan cuma Haris dan Raja. Tapi masih banyak laki-laki lainnya.

Tok tok tok!

"Nak, ada Haris. Sini keluar dulu." ucap Ibuku.

Haris? Malam-malam begini?

Aku segera menegakan tubuhku, kemudian berjalan membuka pintu kamarku menuju ruang tamu. Benar saja, ada Haris disana.

Kulihat ibuku menyodorkan beberapa makanan di meja. "Ibu tinggal dulu ya, lagi bersihin lemari. Kalian ngobrol yang tenang." ucap ibuku sebelum pergi meninggalkan kami berdua.

Haris terus menatapku sepeninggal itu. Tak ada satu katapun yang keluar dari mulutnya. Hingga akhirnya akupun mengalah. "Ada apa Ris?" tanyaku.

"Ras, kamu suka sama aku?" Aku terdiam. Haris... Dari mana ia tahu?

"Jawab Ras. Tolong jangan bohong."

Aku sempat berfikir untuk tidak mengakuinya tapi, "Maaf Ris." ucapku. Aku rasa aku harus jujur. Entah untuk keterbukaan diantara kita, atau juga untuk keadilan pada perasaanku sendiri. "Maaf, kalo aku mungkin bakal merusak pertemanan kita."

"Kenapa gak pernah bilang, Ras?"

Aku tersenyum. "Emang itu bakal merubah keadaan?"

Haris mengusap wajahnya gusar. "Seenggaknya aku bisa lebih menjaga perasaan kamu, Ras." ucapnya.

"Gak papa, Ris. Kayaknya udah saatnya kita hidup masing-masing. Kita udah dewasa Ris. Udah saatnya kita nentuin jalan sendiri-sendiri. Kamu bisa tentuin kebahagiaan kamu, dan aku juga bakal berusaha buat diriku sendiri."

Ya, rasanya kita memang sudah harus seperti ini. Aku pikir, aku tidak bisa selamanya bergantung pada Haris.

"Bahagia selalu, ya Ris. Aku rasa kita perlu beberapa waktu buat berjarak. Dan makasih kamu udah selalu ada buat aku."

***

Tiga bulan berlalu, kini aku sedang sibuk-sibuknya dengan pelajaran. Sudah banyak sekali ulangan-ulangan uji coba untuk persiapan ujian akhir.

Tak terasa, sebentar lagi aku akan lulus sekolah. Dan sampai sekarang aku benar-benar berjarak dengan Haris. Kabar Haris sudah kembali menjalin hubungan dengan Renata juga sempat ramai kemarin kemarin. Hanya saja, aku sudah tidak peduli? Bukan apa, tapi melepaskan sesuatu dalam hidup kita terkadang memang perlu?

Mungkin itu salah satu proses pendewasaan? Haha aku juga tidak tahu karena sampai sekarang aku tidak pernah merasa dewasa.

"Baik anak-anak, mungkin pelajaran kita sampai disini. Jangan lupa bukunya dibaca di rumah, biar nanti kita tidak terlalu kosong saat menghadapi ujian. Sekian, terima kasih."

Aku menutup bukuku. Lalu melirik Kayla. "Pulang bareng?" tanyaku.

Kayla tersenyum. "Gak dulu ya beb, aku mau pulang sama ayang." aku tertawa. "Yasudah" jawabku.

Ya, Kayla sekarang sudah memiliki kekasih dari sekolah tetangga. Dia sering kali pulang dijemput pacarnya itu. "Udah di depan nih Tar, aku duluan ya."

Aku mengangguk. "Iya, sana."

Aku segera membereskan barang barangku. Sengaja kuperlama agar orang-orang keluar lebih dulu. Dan saat kelas sudah kosong, baru lah aku beranjak dari bangkuku, berjalan ke luar kelas. Di depan, kulihat seorang laki-laki sudah berdiri dengan tangan di saku celananya. "Yuk?" ajaknya.

"Yuk, balasku." dia adalah Raja. Memang satu bulan terakhir aku menjadi lebih dekat dengannya. Eits, tapi jangan salah paham. Tidak ada apa-apa diantara kami. Kami berjalan menyusuri koridor sekolah menuju parkiran. Sampai disana, tak sengaja aku bertemu dengan Renata. Gadis itu tengah berdiri menunggu Haris yang tengah mengeluarkan motornya.

Aku tersenyum padanya. Begitupun dengan dia.

Untuk Haris [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang