00

6 1 0
                                    

“Tidak ada persahabatan yang murni antara laki-laki dan perempuan.”

Lagi. Aku menemukan kalimat semacam itu. Kali ini dari beranda akun media sosialku saat aku membukanya pagi ini. Sudah puluhan, atau mungkin ratusan kali aku melihat atau mendengar kalimat itu selama sembilan belas tahun hidup. Yang paling sering mengucapknnya tentu orang-orang disekitarku. Teman-temanku.

Ya, aku memiliki seorang teman—atau lebih tepatnya sahabat laki-laki.

Haris Aldinata Baswara.

Aku sering memanggilnya Haris jelek. Walau aku tahu nama itu sangat berbanding terbalik dengan wajah yang ia miliki. Sosok yang sudah aku kenal sejak diriku kecil. Sejak umurku masih enam tahun.

Pertama kali mengenalnya adalah disaat laki-laki itu dengan keluarganya berpindah ke rumah kosong di samping rumahku. Lalu saat dia mulai bersekolah di SD yang sama denganku. Walau tak berlangsung lama, karena saat kita mulai duduk di bangku SMP, Haris dengan keluarganya berpindah kembali ke tempat yang cukup jauh dari rumahku.

Tapi pertemanan kita tidak berhenti sampai disana. Walaupun sudah tidak bertetangga, aku dengan Haris tetap bersekolah di sekolah yang sama, dan kami selalu bertemu disana ataupun di luar untuk sekedar main.

Selama mengenalnya, Haris sahabatku ini adalah sosok yang ceria, penuh perhatian, juga suka bercanda. Haris sering melontarkan celetukan asal yang mampu membut siapa saja tersenyum saat mendengarnya. Ia sering menjemputku ke rumah untuk pergi sekolah bersama, makan bersama, atau main bersama. Hingga tak terasa, pertemanan itu berlanjut hingga kita duduk di bangku SMA.

Semakin lama pertemananku dengan Harus, semakin aku sering mendengar kalimat keraguan dari orang-orang tentang persahabatan kami.

“Tari, gak mungkin lo sama Haris cuma temenan. Suatu saat pasti ada salah satu diantara kalian yang punya perasaan lebih, percaya sama aku.”

Itu perkataan Kayla temanku saat kita duduk di bangku kelas satu SMA. Selain Kayla, masih banyak lagi orang-orang yang bicara hal seperti itu padaku. Sepertinya bukan hanya padaku. Tapi pada Haris juga. Biasanya laki-laki itu hanya membalas tertawa, lalu berkata. “Jangan kebanyakan baca novel. Banyakin baca buku pelajaran. Biar otaknya gak sempit.” ujar Haris si otak luas dengan nada bicara yang selalu terdengar santai.

Awalnya aku tidak pernah menghiraukan ucapan-ucapan mereka. Toh selama aku bersahabat dengan Haris, aku dan dia beberapa kali pernah memiliki hubungan dengan orang lain. Terlebih Haris, mengingat dia termasuk siswa yang cukup populer di sekolah. Dan kami selalu baik-baik saja.

Namun semua itu berubah di awal tahun ketiga aku duduk di bangku SMA.

“Ras,” Namaku Gantari Larasati. Berbeda dengan orang lain yang lebih sering memanggilku Tari atau Ganta, Haris lebih suka memanggilku Laras. Katanya, dia ingin dirinya berbebeda dari orang orang lain di sekitarku. “Aku jadian.” ucap Haris saat itu.

Entah mengapa saat itu untuk pertama kalinya, aku tidak ikut gembira seperti biasa saat mendengar Haris berhasil mendapatkan perempuan yang sudah ia kejar sejak masih duduk di kelas dua SMA itu.

Aku tidak ikut bahagian saat mendengar bagaimana Haris begitu antusias setiap kali membicarakan gadis yang ia idamkan.

“Rere baik, Ras. Dia cantik dan lembut, kayak ibu aku.”

Renata, atau lebih dikenal dengan nama Rere. Gadis cantik yang sama populernya dengan Haris. Berbeda denganku yang biasa biasa saja, nama Renata sudah dikenal banyak orang di sekolah kami. Selain karena dia seorang anggota OSIS, dia juga mengikuti banyak organisasi lain yang membuat namanya semakin dikenal. Tak hanya cantik, Renata juga berpresatasi. Wajar jika Haris menyukainya

“Aku mau nganterin Rere pulang. Doain ya, semoga selamat sampai tujun!”

Aku tidak bahagia saat melihat Haris membonceng perempuan cantik yang sudah menyandang status sebagai pacarnya itu setiap pulang sekolah.

Dan saat itulah aku sadar jika perkataan Kayla saat kita duduk di bangku kelas sepuluh benar adanya. Tidak ada persahabatan yang murni diantara laki-laki dan perempuan. Selalu ada salah satunya yang menyimpan perasaan lebih.

Dan sialnya, disini aku adalah pihak yang menyimpan perasaan itu.

Untuk Haris [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang