"Aku seneng kita bisa ketemu dan ngobrol berdua kayak gini Tar." aku tersenyum mendengar ucapan gadis di hadapanku. "Rasanya, kayak udah lama banget aku pengen ngobrol berdua sama kamu."
"Iya Re, kamu mau ngobrolin apa?" ucapku pada gadis dihadalanku, Renata.
Sepulang dari sekolah tadi, Renata menelponku dan mengatakan dia ingin bertemu denganku. Dan berakhirlah kita di sebuah cafe untuk bertemu dan mengobrol.
"Aku rasa, kamu udah tau. Soal aku, kamu dan Haris." ucapnya yang kemudian kuangguku. "Kita itu sama-sama belum dewasa Tar, buat urusan kayak gini. Tapi, aku mau berusaha buat terus sama Haris, sampe kita cukup buat ke jenjang yang lebih serius."
"Dan disini, aku tahu kamu suka sama dia Tar. Kamu pasti ngerti gimana perasaan cewek. Dari awal aku udah tahu pasti akan ada diantara kalian yang nyimpen perasaan. Tapi, aku tahu kamu gadis baik. Aku mungkin beberapa kali sempet merasa takut dan terancam dengan adanya kamu. Tapi, itu wajar kan Tar?" Renata menatapku. "Aku tahu gimana hubungan kamu sama Haris sekarang. Sejujujurnya aku gak suka liat kalian berjarak kayak gitu. Tapi aku rasa kalian udah sama-sama ngerti."
"Aku minta maaf ya, Tar? Mungkin Haris dan kamu jadi sejauh ini karena aku. Tapi aku harap kamu ngerti gimana posisi aku."
***
Waktu terus berlalu. Tidak terasa kini sudah memasuki perpisahan sekolah. Aku mengenakan kebaya dengan sedikit polesan di wajahku. Ya, aku sudah merasa kalau aku harus mulai menerima dan mencintai diriku sendiri.
Saat ini aku tengah berada di taman belakang sekolah. Bersama Raja. Sepertinya aku belum pernah bilang jika laki-laki itu suka sekali memotret. Dan sejak tadi dia terus memotret momen perpisahan. Karena bosan melihatnya akhirnya kuajak dia ke taman belakang.
"Daripada kamu foto-foto orang banyak terus, mending kamu fotoin aku." ucapku padanya.
Raja tertawa. "Aku udah fotoin kamu. Sini liat." aku mendekat. Laki-laki itu segera menunjukan beberapa foto yang ia ambil. Ya, betul. Itu fotoku. Saat aku tengah duduk di jajaran kursi, saat aku sedang tersenyum, saat aku tengah bersalaman dengan guruku, dan saat aku tengah memetik bunga di taman ini tadi. Semuanya bagus.
"Kok gak bilang-bilang?" protesku.
"Biar kelihatan lebih natural." ucapnya tersenyum.
Raja kemudian mengajaku duduk si kursi taman. "Tar," panggilnya.
Aku menoleh. "Gue mungkin terlalu cepet bilang ini. Dan gue rasa lo juga udah sadar tanpa gue jelasin. Tapi gue cuma mau lo tau dari mulut gue sendiri. Gue suka sama lo Tar."
Aku terdiam. Ya, aku memang mengetahui hal itu. Aku tidak sebodoh itu untuk tidak menyadarinya. Tapi ini tetap mengejutkan untukku. Pasalnya, seorang Raja? "Jangan pernah mikir lo itu gak sempurna, Tar. Lo itu istimewa. Lo beda dari cewek lain. Lo itu unik. Gue suka sama semua yang ada di diri lo." ucap Raja seakan tahu isi pikiranku.
"Gue suka sama lo bahkan sejak pertama kali kita satu gugus waktu masa orientasi. Tapi gue pikir lo pasti gak akan suka sama gue. Tapi sekarang, gue rasa gue harus bilang soal ini."
"Tapi sekali lagi, gue gak mau terburu-buru. Kalo lo berkenan, tungguin gue ya Tar. Gue bakal kuliah, terus cari kerja yang bagus. Gue mau memantaskan diri. Habis itu gue bakal balik lagi kesini buat temuin lo. Itupun kalo lo masih sendiri."
"Raja..." rasanya aku bingung harus menjawab seperti apa.
"Kita masih muda, Tar. Gue dan lo masih bakal ketemu banyak orang baru. Tapi gue harap, gue gak akan keduluan."
"Aku pamit ya Tar, aku mau kuliah di luar. Semoga kita masih bisa ketemu lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Haris [Selesai]
Teen FictionUntuk Haris, Terima kasih sudah hadir. Berkat kamu, aku tahu rasanya mencintai begitu dalam. Tanpa dicintai kembali.