04

4 1 0
                                    

Malamnya setelah acara syukuran selesai, Tante Risa tidak lantas mengijinkanku pulang. Dia menahanku untuk makan malam bersama terlebih dahulu. Tentu saja bersama Renata juga.

Kami tengah berada di meja makan yang sama saat ini. Aku duduk di samping Tante Risa. Sementara dihadapanku ada Renata dengan Haris di sampingnya. Entah kenapa wajah gadis itu terlihat kesal sejak acara selesai.

"Tari, Rere, makasih ya, udah bantuin tante. Maaf tante repotin kalian." ucap Tante Risa.

Aku menggeleng cepat. "Gak repot kok tante, Tari seneng malah bisa bantuin. Semoga dede utunnya sehat-sehat ya," jawabku. Sementara dihadapanku, Renata hanya tersenyum, dan Haris terdiam. Aku jadi dibuat bingung saat ini. Rasanya keadaannya menjadi sangat canggung.

"Yaudah ayo kita makan dulu." acara makan bersama pun dimulai. Selama makan kami hanya beberapa kali berbincang. Saat selesai, aku membantu Tante Risa membereskan piring. Sesekali kulirik Haris yang terus diam bersama Renata. Mereka sedang marahan? Aku tidak tahu juga.

"Tante, biar tari aja yang cuci. Sini Tari bawain. Tante istirahat aja kasihan, nanti kecapean." ucapku.

"Gak apa nak? Kebetulan tante juga udah mulai lemes. Maaf ya ngerepotin." ucap Tante Risa. "Haris, nanti kalo tari mau pulang kamu yang anterin ya, pokonya harus sampe rumah dengan selamat. Bawa motornya jangan ngebut-ngebut." lanjutnya kepada Haris.

Haris mengangguk. "Iya Ibu sayang..." jawabnya.

Setelahnya aku pergi ke dapur untuk mencuci piring bekas makan malam kami. Setelah itu, aku kembali menghampiri Tante Risa di ruang keluarganya dan mengobrol sebentar. Lalu tak lama setelah itu aku memutuskan untuk berpamitan padanya.

"Ini ada bingkisan buat Ibu di rumah. Kamu bawa ya, makasih udah bantuin Tante ya sayang. Kamu sama Haris minta anterin sama dia ya nak. Tadi dia di kolam belakang, ayo tante anter."

***

Setelah berpamitan dengan Tante Risa, aku menunggu Haris di ruang tengah. Sementara ia memintaku menunggunya yang tengah berada di kolam renang belakang rumahnya bersama Renata.

Sudah sepuluh menit, Haris tak kunjung mendatangiku. Karena itu, aku pilih untuk menghampirinya untuk berpamitan saja kalau memang dia tidak bisa mengantarku. Lagipula aku bisa naik umum. Dan juga, ada Renata. Aku merasa sungkan padanya.

Baru saja aku sampai di pintu kaca menuju kolam rumah milik Haris, aku menghentikan langkahku.

"Gak ada temenan diantara cewek sama cowok, Haris!"

Itu suara Renata. "Aku udah muak sama hubungan kalian. Sahabatan? Apa itu sahabatan!" Renata berteriak.

"Aku udah bilang dari awal Re. Kamu gak bisa membatasi aku sama Laras! Dia sahabat aku, aku gak bisa jauhin dia."

"Kalo kamu gak bisa jauhin dia, kamu jauhin aku!" Renata menepis tangan Haris saat laki-laki itu memegang tangannya. "Kamu gak akan tau kalo dia nyimpen perasaan sama kamu atau enggak. Bisa aja dia suka sama kamu, dan kamu bisa ninggalin aku gara-gara dia, Ris. Gak ada yang tau!"

"Re!" Haris membentak. "Kok kamu jadi gini? Kita udah bahas soal ini sebelumnya bukan?"

Renata menggeleng. "Aku mau pulang." ucapnya seraya mengambil tas selempangnya, dan berjalan pergi.

Haris menyusul. "Aku anter." ucapnya datar.

Belum sempat aku pergi, mereka sudah terlebih dahulu melihatku di depan pintu. Laras menatapku datar beberapa saat. Kemudian ia pergi meninggalkanku. Sementara itu, Haris tampak bingung memandangku. "Aku pesenin kendaraan online buat kamu pulang ya? Aku nganterin Rere dulu."

Untuk Haris [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang