Bab 13

193 12 0
                                    

Wilbert menemui komandan Andrew yang sering disebut pedang keluarga Duke. Diluar udara lebih sejuk dan suasananya lebih nyaman. Tanpa musik atau obrolan bising orang-orang yang memekakan telinga.

Wilbert melihat Andrew yang terlihat sendu.

"Sepertinya anda terlihat tidak menikmati pestanya, Komandan." Ucap Wilbert.

Andrew disampingnya tersenyum kecil. "Anda juga lebih tidak menyukai pesta, Duke. Anda tampak bahagia berada di luar daripada di dalam sana."

Wilbert mengangguk. Andrew benar. Pesta, musik, pemandangan, atau hiburan apapun belum ada yang bisa mengobati luka akibat kehilangan keluarga yang paling dekat dengannya. Mulai dari mendiang Duchess sampai meninggalnya Duke dalam perang.

"Sebelumnya, saya sudah pernah mengatakan ini namun saya tidak pernah merasa puas. Maaf telah membuat mendiang Duke pergi lebih cepat. Seharusnya saya di dekatnya tapi saya melakukan kesalahan yang besar." Andrew mengucapkannya dengan rasa sesak yang tak pernah pudar. Seakan kesalahan itu sudah mengakar di jiwanya.

Wilbert diam sejenak.

Kemudian melihat tatapan Komandan yang letih dan kesepian. "Kita semua pernah melakukan kesalahan. Kesalahan yang sudah terjadi tidak bisa kita ubah. Tapi anda bisa mulai untuk melihat ke depan dan melakukan hal untuk menebusnya. Saya juga merasa bersalah, Komandan.

Sejak kecil saya merasa ayah sangat disiplin dan kejam. Kami tidak pernah makan bersama, berbincang pun hanya jika ada hal yang mendesak. Di saat terakhirnya saya tidak bisa melakukan apapun dan merasa sangat tidak berguna. Tapi saya akan memilih untuk terus melihat ke depan. Saya akan terus berjalan membawa kenangan ayah dan melakukan banyak hal untuk memperbaiki kesalahan saya."

"Anda sudah mulai dewasa, Duke." Wajahnya menjadi lebih segar dan hatinya merasa lega. Andrew pun akhirnya pamit ke kereta kuda bersama prajurit lain.

Merasa sedikit haus, Wilbert ingin kembali masuk ke dalam pesta. Namun sebuah siluet membuatnya curiga. Wilbert berjalan mengikuti siluet tersebut, sampai ia berada dibawah pohon di taman istana.

Gaun putihnya membuat Wilbert yakin siapa dia.

Wilbert berdiri lalu bersandar di pohon tersebut. Di balik pohon gadis itu juga bersandar di pohon dan bayangannya yang duduk sambil menutup setengah wajahnya terlihat oleh Wilbert. Perlahan tangisannya keluar tanpa suara.

Wilbert tidak ingin mengganggu atau sekedar bertanya. Namun membiarkan seseorang yang ia kenal begitu saja membuat perasaannya resah. Wilbert duduk pelan-pelan lalu mengeluarkan sapu tangan dari sakunya. Ia meletakkan sapu tangan di samping gadis itu. Membuat sang gadis terkejut sampai cepat-cepat mengusap air matanya.

******

Alyssa duduk di depan meja riasnya. Seorang pelayan membantunya mengikat rambut Alyssa dan memakaikan gaun sederhana yang disediakan seadanya.

Sebentar lagi musim dingin akan tiba di wilayah barat. Andrew meminta Alyssa untuk mencari gaun untuk musim dingin. Alyssa harus memiliki beberapa barang penting untuk kebutuhan sehari-hari. Gaun musim dingin sangat penting karna harus memesannya jauh-jauh hari.

Dari kamarnya, Alyssa bisa melihat Ghazi yang berada di halaman lewat jendela. Lalu matanya menangkap bunga yang diletakkan diatas meja disamping jendela.

"Bunganya dibuang saja. Kelihatannya mau layu." Celetuk Alyssa.

"Ah maaf Nona. Saya lupa memberitau, semua bunga itu di kirim oleh Duke Muda. Saya akan ganti bunganya." Ucap pelayan.

Ternyata Wilbert. Mungkin itu bentuk perhatiannya kepada seorang teman. Alyssa lega, Wilbert tidak berbahaya saat ini kepada Alyssa. Sama seperti di dalam cerita asli. Alyssa mengangguk mendengar jawaban pelayan.

Saintess Alyssa : Who Am I? [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang