Chapter 2

173 9 0
                                    

PSYCO
#2

Pie keluar kamar mandi bertepatan dengan Kao yang sedang menutup telpon hotel dengan wajah cemas.

“ada apa Phi?” Tanya Pie

“itu dari resepsionist, seluruh tamu hotel di minta berkumpul di lobby”

“lalu kenapa wajahmu seperti itu?”

“ada petugas hotel yang di temukan tewas”

Pie terkejut dan segera mengenakan pakaiannya lalu mereka keluar kamar untuk menuju ke lobby.

Beberapa polisi sudah berada disana dan hotel tiba-tiba di tutup menggunakan garis polisi yang melintas, Kao dan Pie duduk di sebuah sofa dengan raut wajah yang bertanya-tanya. Melihat kearah sekelompok polisi yang datang menghampiri pemilik hotel yang tengah menyambut mereka.

Seorang Pria gagah dengan lencana emas yang di sebut sebagai inspektur itu menghampiri tempat kejadian, bersama dengan seorang Detektif polisi yang tak kalah gagah bernama Nine, Pria itu memakai kemeja putih dengan topi pet berwarna hitam.

“Mari ikut saya keruang CCTV” kata pemilik hotel menunjukan dimana ruangan tersebut bersama dengan segerombolan polisi di belakangnya.

Ruangan itu di isi dengan layar lcd besar dengan menampilkan gambar dari kamera di setiap sudut hotel. Inspektur dan detektif Nine memperhatikan rekaman CCTV semalam tetapi kualitas gambarnya kurang bagus sehingga tidak bisa memperlihatkan pelaku dengan jelas.

“Ada yang menyamar menjadi petugas hotel” jelas pemilik hotel, membuat inspektur dan detektif Nine memperhatikan kembali video yang di putar secara lambat.

“tolong putar rekaman beberapa menit sebelumnya”

“baik” jawab petugas hotel

Videopun di putar saat Pie keluar dari dalam lift. Kemudian tampak seorang penguntit yang mengikuti Pie dari belakang.

“berhenti di situ!” video berhenti saat detektif Nine memerintah

“Pelaku sepertinya penguntit, bukankah wanita itu penyanyi asal Thailand?” Tanya Nine

“Ya benar. Penyanyi itu menginap disini untuk beberapa hari” jawab pemilik hotel dengan cepat.

Pie menyandarkan punggungnya di sofa sambil mengeluh kelaparan, sementara Kao menghampirinya dengan segelas susu dan juga roti di tangannya.

“nih minum dulu, pihak hotel hanya memberikan susu dan juga roti” ucap Kao yang menaruh susu dan roti itu di hadapan Pie

“ayo kita pergi dari sini”

“tidak ada yang boleh keluar dari hotel, polisi sedang mencari pelaku dari pembunuhan itu”

“baiklah” ucap Pie memasrah, ia segera mengambil susu di hadapannya dan meneguk dengan perlahan. Di sela-sela waktu sarapannya yang singkat, Pie dan Kao di hampiri oleh Pria gagah yang tak lain ialah detektif Nine.

“Selamat pagi, saya detektif kepolisian” ucap Nine sambil menunjukan identitasnya.

“ya ada apa?” ucap Kao

“Terkait kejadian, kami menemukan rekaman CCTV bahwa Nona Pie sedang di ikuti oleh seseorang”

Kao dan Pie saling pandang satu sama lain.

“untuk memastikan, saya ingin mengajukan beberapa wawancara singkat” sambung detektif Nine.

“tentu” Pie mengangguk, Kao mempersilahkan detektif Nine untuk duduk namun ia menolak dan tidak keberatan jika dirinya hanya berdiri.

Nine mengeluarkan catatan kecil dan juga satu buah pena.

“Nona Pie, apa sebelumnya kau pernah bertemu orang asing yang sama secara berulang-ulang?”

“tidak” jawab Pie

“apa kau merasa sedang di ikuti seseorang tadi malam?”

“ya, benar”

Kao menyimak dengan perasaan was-was

“Sejak kapan kau merasa dikuti oleh orang tersebut? Sejak kau datang kesini? Atau sejak lama?”

“hanya tadi malam. Sebelum itu aku tidak pernah merasakannya”

“bahkan saat kau di Thailand?”

“iya”

Nine mencatat bahwa kemungkinan pelaku adalah warga Amerika.

“kau yakin dengan itu?”

“ya aku yakin”

“Selama kau disini, apakah kau mengalami percekcokan? Penindasan? Atau perkelahian?”

“Tidak sama sekali”

Nine mencatat lagi kemungkinan pelaku adalah seorang penggemar

“kau pernah mendapatkan terror dari penggemar?”

“ya, pernah”

“maksudku, selama kau berada disini” Nine membenarkan pertanyaannya.

“tidak, semuanya berjalan dengan baik”

“apa kau terlibat hubungan dengan seseorang? Kau punya kekasih?” Pie diam, berpikir cukup lama membuat Kao dan Nine menatapnya dengan serius.

“Setahun yang lalu aku datang kesini untuk menghadiri Festival music yang sama, aku kenal dengan seseorang berdarah Amerika. Ibunya berasal dari Bangkok” Pie mulai bercerita.

“hanya satu malam saja setelah kami menikmati festival itu, kami berciuman dan memutuskan untuk mengenal lebih dekat. Dua hari berikutnya aku menikmati liburanku di Amerika dengan tenang, aku menghadiri sebuah pesta dengan seseorang itu dan kami melakukan hal seperti yang orang-orang lakukan”

“Kau berhubungan intim?” Tanya Kao.

“Tidak” jawab Pie dengan cepat membuat Kao bernafas lega.

“Kami minum, berdansa, ya.. seperti itu. Namun ada kejadian aneh pada waktu itu, dia meminta ijin untuk pergi ke toilet tetapi setelah itu dia tidak pernah kembali dan keesokan harinya aku harus kembali ke Thailand”

“Siapa dia? Beritahu namanya” Nine membulatkan tersangka pertama adalah orang itu.

“Dia….”

“Detektif, kami menemukan barang bukti!” Nine menutup bukunya, dan memberi kartu namanya kepada Pie

“Hubungi aku, kita lanjutkan nanti” Pie mengambil kartu itu dan Nine pergi dengan langkah panjangnya.

~~

Pukul 5 sore, Thyme berjalan di sebuah lorong apartement yang kumuh dan tidak ditempati. Ia tak tahu, mengapa adiknya itu suka mengasingkan diri.

Senyumnya melebar, ketika ia melihat taman bermain yang sudah usang berada ditengah-tengah bangunan tersebut.

Thyme kembali berjalan, menuju sebuah pintu yang langsung memutar gagangnya dan membukanya dengan mudah.

“Kimmy!!” panggilnya, namun tempat itu hening. Thyme berjalan menuju meja dan menaruh bingkisan berisikan makanan sisa dari tempatnya bekerja. Tubuhnya memutar mengelilingi seluruh sisi ruangan yang penuh dengan poster serta foto bergambar penyanyi terkenal asal Thailand, Pie Mindara.

Pandangannya beralih saat mendengar suara pintu dari arah belakang. Tak lain lagi, seorang Pria yang ia cari itu keluar dari dalam kamar mandi, usai membersihkan dirinya. Kim berjalan kearah ranjang, di sampingnya tampak sebuah jaket hitam menggantung ditembok, terlihat sangat kotor karna tidak pernah ia cuci. Kim menarik selimut, kemudian berbaring di atas tempat tidurnya mengabaikan Thyme.

“Kimmy, kau tidak mau makan? Aku pulang membawakan makanan, tapi kau mengabaikanku”

“aku mengantuk” Jawab Kimhan yang di panggil Kimmy itu.

“kau mau tidur? Bahkan ini masih petang”

“aku tidak tidur semalaman, aku lelah”

Thyme menghela nafas, kemudian ia duduk di tepi ranjang. Ia mengusap-usap lembut kepala Kim sambil tersenyum.

“yasudah, istirahatlah. Tadinya aku ingin makan bersamamu, tapi tak apa lain kali saja. Kau tahu? paman mengkhawatirkanmu jadi dia membolehkan aku membawa makanan sisa” Kim tidak menggubris, Thyme pun mengerti dengan sikap adiknya yang pemurung itu. Ia terus mengusap kepala Kim dengan lembut.

“oh iya hampir lupa” Thyme meraih saku nya dan mengeluarkan beberapa obat dari dalamnya.

“aku membelikan obat, yang kemarin sudah kamu minum kan? Dokter Charlie menghubungiku, katanya kau tidak pernah datang lagi untuk memeriksa psikismu. Kau tidak boleh seperti ini, aku taruh uang di atas meja ya, nanti kau temui dia. Oke?” Kim masih hening, Thyme tersenyum sambil menghela nafas. Seandainya kedua orang tua mereka masih hidup, mungkin ia tidak perlu mengkhawatirkan adiknya seperti ini.

“Baiklah kalau begitu aku pergi” Thyme bangkit kemudian ia berjalan menuju pintu keluar setelah menaruh beberapa uang di atas meja.

Saat pintu di tutup, Kim membuka matanya menatap kearah langit-langit lalu berpindah kearah bingkisan yang terdapat di atas meja dengan tatapan tajam.


“Apa kamu yakin ingin pergi?” Tanya Kao yang kemudian di angguki oleh Pie.

“Sebentar lagi pengawal akan datang, lagipula polisi masih terus berjaga di hotel untuk memastikan aku aman”

“tapi…” Pie menghadap Kao dengan kedua tangannya yang memegang bahu Kao.

“Jangan khawatir Phi, aku akan menjaga diri” katanya, kamudian pergi setelah melihat pengawal suruhan direktur itu datang. Kao mematung membiarkan Pie pergi dengan mobil yang sudah ia masuki.

Pie masuk kedalam sebuah club bersama dua pengawalnya yang mengikuti dari belakang, sementara seorang lagi berada di hadapannya untuk menunju ke suatu tempat. Pandangan Pie terus berkeliaran melihat tempat itu di penuhi oleh gadis-gadis tanpa busana yang menari di atas panggung dengan sebuah tiang. Seorang Pria menaiki panggung itu dan berdiri kenikmatan saat bokong penari itu bergesekan dengan miliknya.

Pie mengalihkan pandangannya dan tidak mau terus menerus melihat adegan menjijikan itu. Tak lama kemudian, Pie akhirnya memasuki ruangan khusus dengan mini stage dan satu tiang berada di tengahnya.
Ia mulai resah dan firasat buruk memenuhi kepalanya, setelah saat semua lampu ruangan itu menyala, Pie di kejutkan dengan sekelompok Pria berdasi yang sudah duduk manis menatap tajam kearah nya.

“Kau datang tepat waktu Pie, duduklah” Ucap Direktur kepada Pie dan di angguki olehnya.

“tuan, apakah aku harus bernyanyi disini?” Tanya Pie, tetapi kemudian para pria itu tertawa berat.

“Bernyanyi? Tidak. Kau hanya perlu menari”

“Apa?” Pie terkejut

“Kau lihat semua gadis penari tiang itu? Aku pikir kau akan cocok jika berada disana” direktur menunjuk kearah stage dan tiang itu membuat jantung Pie mulai berdebar tidak tenang.

“tuan, jika di suruh untuk menari di sana aku tidak mau, tidak apa jika aku tidak bisa memiliki libur, aku akan bekerja sepanjang waktu!” Pie bangkit, namun tangannya di tahan oleh Pria besar dengan perut buncit dan juga berkepala plontos.

Pie menoleh saat tangannya di sentuh dengan sensual oleh nya.

“Tanganmu halus” Pie langsung menarik tangannya dengan cepat

“ayolah, kau hanya perlu menari dan aku berjanji tidak akan menyentuhmu” ucap Pria besar itu.

“Kau sudah menerima tawaran ini, jika kau berani menolak maka nama besar mu dan karir mu itu akan hancur, dan akan aku pastikan bahwa uang pensiunmu tidak akan cair” ucap direktur sambil menegapkan posisi duduknya

“tuan direktur, mungkin dia sedikit malu, menari dengan pakaian minim. Tapi bukankah dia sudah terbiasa?  atau kita buat dia melepaskan semuanya? Menari dengan tubuh telanjang” Pie mengepal genggamannya, kemudian berjalan menuju pintu. Namun sayangnya pengawal tadi menghalangi dan tidak membiarkan Pie untuk keluar.

“Hahahaha! Kau hanya punya dua pilihan Pie. Menari tanpa di sentuh atau kau ingin di sentuh saja?” ucap Pria besar itu.

Pie menghela nafas dengan berat sambil berusaha meneguk ludah menahan ketakutannya.


|

Don't forget to vote and comment, see you 😘

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Don't forget to vote and comment, see you 😘

PSYCO (KimPie Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang