Dua

98 19 59
                                    

Pov.

Yeorin merasa napasnya sesak. Dadanya turun-naik menahan amarah dan perasaan terhina.

“Kasar sekali bicaramu. Bagaimana kau bisa sekejam itu?”

“Bagaimana kau bisa menikah dengan laki-laki tua bajingan yang kebetulan ayahku itu?”

“Dia bukan bajingan. Dia sangat baik padaku.”

Tawa Jimin pendek.

“Oh, jadi dia sangat baik padamu. Karena mutiara di telingamu itu? Berkat berlian yang gemerlap di jarimu? Kau sekarang orang terhormat di kota ini, Yeorin si gadis sungai, Kini kau penghuni rumah mewah rumah keluarga Choi. Tidakkah kau ingat, kau pernah mengatakan padaku kau bersedia melakukan apa pun agar bisa menghuni rumah ini?” Jimin agak memiringkan badan ke arah Yeorin ketika mengucapkan kata-kata itu sambil mendengus. “Biar kutebak apa yang kau lakukan pada ayahku sampai dia mau menikahimu.”

Yeorin menampar muka Jimin sangat keras yang dia lakukan tanpa berpikir panjang. Sedetik yang lalu Jimin melontarkan kata yang menghinanya, detik berikutnya Yeorin mendaratkan telapak tangannya di pipi Jimin. Membuat telapak tangannya terasa panas. Dia berharap demikian pula pipi Jimin.

Jimin melangkah mundur sambil tersenyum sinis. Senyum yang membuat amarah Yeorin lebih menggelegak daripada ucapannya yang menyakitkan.

“Apa pun yang ku lakukan pada ayahmu, jauh lebih baik daripada apa yang kau lakukan padaku selama tiga belas tahun ini. Ayahmu menderita, sendirian di rumah ini, menyesali dirimu.”

Tawa Jimin kembali terdengar.

“Menyesali? Indah sekali, Yeorin.” Jimin menekuk salah satu lututnya, sehingga berat badannya bertumpu pada kaki yang satu lagi dengan sikap angkuh. “Mengapa aku sulit membayangkan ayahku menyesali sesuatu? Apalagi kepergianku.”

“Aku yakin dia ingin kau tinggal di sini.”

“Dia bahagia kalau tidak berurusan denganku, begitu juga sebaliknya,” jawab Jimin kasar. “Jangan bermanis-manis lagi. Kalau kau pikir dia sayang padaku, kau cuma berkhayal.”

“Aku tidak tahu apa penyebab pertengkaran kalian dulu. Yang jelas, sekarang dia sakit parah, Jimin. Dia sekarat. Janganlah mempersulit situasi yang sudah sulit.”

“Siapa yang punya gagasan menghubungiku, kau atau Hoseok hyung?”

“Ayahmu.”

“Hoseok hyung bilang begitu. Tetapi aku tidak percaya.”

“Tetapi begitulah adanya.”

“Kalau begitu, dia punya alasan lain.”

“Ayahmu ingin melihat putranya sebelum meninggal!” teriak Yeorin. “Itu alasan yang cukup kuat!”

“Tidak untuk dia. Dia manusia licik, manipulatif, bajingan. Andai dia ingin aku di sisinya menjelang ajalnya, percayalah, dia pasti punya alasan.”

“Tidak pantas kau bicara seperti itu tentang ayahmu padaku. Ayahmu suamiku.” suara Yeorin meninggi.

“Itu masalahmu.”

“Yeorin? Siapa — Oh, Tuhan. Jimin!” Mina-ssi menghambur keluar melewati pintu kasa lalu memeluk Jimin erat-erat.

Jimin membalas pelukannya. Yeorin berkaca-kaca ketika melihat kegetiran dan kesinisan di wajah Jimin berganti dengan senyum riang. Matanya yang keemasan memancarkan kebahagiaan, giginya yang putih berkilat di balik senyumnya yang lebar.

“Bibi! aku sangat merindukanmu.”

“Seharusnya kau lebih sering menelponku,” gerutu Mina sambil menegakkan tubuh dan pura-pura marah.

Sweet RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang