Lima

107 20 40
                                    

Pov.

Kini, di lorong rumah sakit yang dingin ini, Yeorin menjawab pertanyaan Jimin seperti tiga belas tahun yang lalu, seperti peristiwa di malam yang sejuk itu — setelah mereka berciuman untuk pertama kalinya.

“Ya, aku tidak apa-apa.”

Jimin juga tampaknya terperangkap dalam kenangan itu. Dia memandangi Yeorin beberapa saat, sebelum akhirnya buru-buru berbalik dan berkata, “Sebaiknya kita segera pulang.”

.
.

.

“Dia cantik sekali.”

“Kau juga cantik.”

Tangan Jihan yang mengelus leher anak kuda itu terhenti, matanya yang hitam teduh menatap Dongman, yang bicara dengan suara sangat lembut.

“Apa kau sungguh-sungguh menganggapku cantik?”

Ekspresi yang diperlihatkan Jihan membuat Dongman memaki dirinya sendiri. Gadis itu terlalu rapuh, menelan bulat-bulat segalanya. Seharusnya dia tidak mengungkapkan apa yang melintas dalam pikirannya.

Perasaan Jihan sangat halus, dan dapat hancur berkeping-keping dengan mudah.

Dongman bangkit dari hamparan jerami yang menutupi lantai kandang kuda dengan bertumpu pada satu kakinya yang utuh.

“Kau sangat cantik,” ulang Dongman, menegaskan, lalu memalingkan wajah dari Jihan dan meninggalkan kandang kuda.

Mereka harus lebih sering menjaga jarak. Jihan tidak mengerti betapa berada di dekatnya, wangi tubuhnya, kehangatan kulitnya yang lembut, sangat besar pengaruhnya pada diri Dongman. Andai gadis itu tahu respons yang dia bangkitkan dalam tubuhnya, tentu dia akan merasa takut dekat dengannya.

Dongman menurunkan pelana kuda dari gantungannya di dinding. Jimin mengatakan padanya kemarin sore dia ingin berkuda pagi-pagi sekali, dan Dongman ingin menyiapkan keperluan berkudanya sebaik mungkin.

Dia paham apa sebabnya Jimin menunjukkan sikap tidak suka padanya secara terang-terangan. Jimin bukan orang buta. Bukan pula orang yang berperasaan tumpul. Jimin menangkap kerinduan hatinya pada Jihan.

Dongman sadar, perasaan hatinya pada Jihan sangat jelas terlihat, seterang papan iklan dengan lampu-lampu neon di sekelilingnya.

Dongman tidak menyalahkan Jimin yang menaruh curiga pada dirinya. Jihan adik kandungnya, adik yang sangat istimewa, yang membutuhkan perhatian khusus seumur hidup. Andai Dongman punya saudara perempuan seperti Jihan dalam hidupnya, dia pun akan melindunginya sebaik-baiknya seperti Jimin.

Kendati demikian, dia tetap tidak bisa berhenti mencintai Jihan, bukan?

Dia tidak mencari cinta. Dia tidak mengira dirinya bisa mencintai seseorang. Namun ternyata sekarang dia mencintai seseorang dan sangat merindukannya saat gadis itu tidak berada di sisinya.

Saat ini Jihan berdiri dekat sekali dengannya ketika dia mengoleskan sabun pelana di pelana kudanya. Setiap kali tangannya menggosok pelana dengan kain lap, ujung sikunya hampir menyentuh payudara Jihan.

Dongman berusaha memusatkan perhatian pada pekerjaannya, bergulat mengusir bayangan bagaimana rasa payudara itu di telapak tangannya yang kasar atau betapa halus kulit lehernya bila disentuh bibirnya.

Jihan, yang kelihatan agak kecewa karena Dongman tidak bicara lebih lanjut perihal kecantikannya, mengelus-elus anak kuda sebagai ungkapan pamit lalu mengikuti Dongman.

Sweet RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang