Epilog

101 20 21
                                    

Pov.

Festival musim gugur ternyata diberkati — cuaca cerah.

Acara pembukaan dilakukan di pagi hari yang ceria.

Yeorin memutuskan memakai setelan jas barunya karena udara akan agak dingin.

Setelah mengetuk pintu kamar Yeorin perlahan, Mina masuk membawa baki.

“Aku tidak suka mengganggumu. Kau harus tidur lebih banyak. Tetapi aku tahu kau pasti jengkel padaku bila membiarkan kau tidur terus.”

“Terima kasih, Mina-ssi.” Di atas baki itu terhidang seteko teh, minuman yang dipilih Yeorin belakangan ini ketimbang kopi, segelas jus jeruk, dan dua potong kue muffin. “Aku tidak tidur. Hanya berbaring, bermalas-malasan.”

“Itu pun baik untuk tubuh sekali-sekali. Terutama hari ini, yang akan banyak menguras tenagamu. Mau kupijat? Atau kusiapkan air hangat untuk mandi?”

“Aku sudah menyiapkan pakaian,” kata Yeorin, sambil duduk di kursi di samping meja tempat Mina meletakkan baki. Yeorin menuangkan teh ke cangkir. “Barangkali enak juga mandi pakai air panas. Udara di luar dingin.”

Mina ke kamar mandi, sambil terus mengoceh soal acara yang akan dilangsungkan akhir pekan ini. Yeorin hampir tak mendengarkannya ketika menyeruput teh.

“Airnya sudah siap. Kenapa kau tidak memakan muffinnya?”

“Aku tidak lapar.”

Setiap kali membayangkan berdiri di hadapan orang banyak untuk menerima penghargaan itu, Yeorin langsung mulas. Andai dia melahap makanan dalam keadaan begitu, akan sangat berbahaya.

Mina mengamati Yeorin yang bangkit dari duduk dan berjalan ke lemari untuk mengambil jubah mandi berbahan handuk. Di balik gaun tidurnya, Mina melihat berat badan Yeorin banyak berkurang. Tubuhnya yang dulu ramping kini hanya tinggal tulang dibalut kulit, menurut Mina.

“Apakah dia akan hadir?” Mina membungkuk, merapikan seprai tempat tidur Yeorin.

“Siapa?”

Mina memandang Yeorin dengan sorot mata yang membuat Yeorin merasa malu, membuatnya menunduk dan menjawab, “Ah, entahlah.”

Yeorin masuk ke kamar mandi dan mengunci pintunya, menutup pembicaraan yang menyinggung soal Jimin.

Sejam kemudian, saat Yeorin menuruni tangga, Dongman bersiul. Jihan bertepuk tangan. Wajah Mina memancarkan ekspresi prihatin bercampur bangga.

“Wow, luar biasa!” puji Dongman.

Yeorin tertawa dan ketiga orang yang memerhatikannya memandangnya dengan penuh kagum sambil berseru-seru. Yeorin jarang sekali tertawa belakangan ini.

“Bagaimana kelihatannya?”

“Kau tampak cantik sekali, Yeorin,” puji Jihan bersemangat. “Oh, kau sangat cantik.”

“Dia terlalu kurus,” komentar Mina sambil menarik bagian bahu gaun Yeorin.

“Kurasa, kalau mereka ingin membicarakan aku — aku akan membuat diriku jadi bahan pembicaraan. Di samping itu, aku mewakili warga kota terpilih di sini. Aku harus mengenakan pakaian yang pantas.”

Yeorin memakai setelan warna krem yang terbuat dari wol. Blusnya abu-abu muda, mirip warna matanya. Rambutnya dihias dengan jepitan yang warnanya hampir sama dengan setelan jasnya.

Rambutnya disisir agak jatuh di dahi. Riasan wajahnya sederhana, untuk menyamarkan lingkaran hitam di bawah mata. Anting-anting mutiara menempel di telinganya. Stokingnya kuning gading muda. Dia mengenakan sepatu berhak rendah dari bahan suede warna kekuningan dan sarung tangan dengan warna senada.

Sweet RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang