11. Latihan Terakhir

6 2 0
                                    

Keesokan harinya, Calista yang telah pulih, mengikuti latihan terakhir dari Zeryon sebelum menjadi kesatria seutuhnya. Hari ini adalah latihan untuk menggunakan senjata. Calista menuju kediaman Zeryon sambil membawa pedang ayahnya terdahulu. Ketika sang ayah menjadi kesatria, dulunya ayahnya adalah pengguna pedang. Maka dari itu, Calista ingin menjadi kesatria yang menggunakan pedang seperti ayahnya.

"Pedang itu ... aku mengingatnya!" Zeryon menatap pedang yang dibawa Calista.

Ia lalu menyentuh pedang itu dan kembali berucap, "ini adalah pedang guruku terdahulu."

Calista terkejut dengan kata-kata Zeryon. "Maksudnya, ayahku dulu adalah gurumu?"

Zeryon ikut terkejut dengan balasan Calista. "Maksudmu, pedang ini adalah milik ayahmu?"

Calista lalu bercerita bahwa ayahnya dulu adalah seorang kesatria. Dia meninggal karena sudah tua, dan pedang ini adalah peninggalan terakhir sang ayah. Zeryon juga ikut bercerita tentang gurunya yang dulu punya pedang dan sarung pedang yang benar-benar sama dengan milik Calista saat ini. Setelah cukup lama berbincang, mereka memahami bahwa ayah Calista dan guru Zeryon adalah satu orang yang sama.

"Ah, untuk latihan berpedang, aku tak bisa melatihmu lebih banyak. Seandainya ada Gaven saat ini, dia pasti bisa mengajarimu," ucap Zeryon.

"Oh, ya? Kak Gaven di mana?" tanya Calista.

"Dia pulang ke kediamannya. Ia ingin tinggal bersama kedua adik kembarnya mulai hari ini. Begitulah kira-kira," jawabnya.

"Tetapi aku masih bisa mengajarimu beberapa dasar berpedang. Jadi, jangan khawatir!"

"Pedang itu sangat tajam dan cukup berat untuk diayunkan. Sebaik apapun pedangmu itu tidak akan berguna jika kau tak bisa menggunakannya. Semuanya rahasianya ada di kekuatan tanganmu. Ketika memotong benda keras, pedangmu yang tipis bisa saja patah. Tetapi kekuatan dari tanganmu tidak akan membuat pedang tipismu itu lecet."

Semuanya tergantung pada kekuatan, ya ... hm, ini agak rumit.

Ia berkata dalam hatinya, lalu mencoba mengayunkan pedangnya. Calista terus mengulangnya beberapa kali, hingga ia kehabisan tenaga. Ia sepertinya tak mampu menggenggam pedang itu terlalu lama karena sangat berat. Untuk mengayunkannya, Calista butuh tenaga yang sangat besar. Hal itu kemungkinan kurang efektif baginya ketika bertarung. Bahkan, ketika Zeryon menyuruhnya menebas sebuah kayu, Calista tak mampu melakukannya meski sudah mengerahkan banyak energi. Setelah beberapa pertimbangan dari Zeryon, Calista akhirnya tidak bisa menjadi kesatria pedang. Calista harus menggunakan senjata lain selain pedang.

"Sepertinya, kau harus mencoba menggunakan busur dan panah. Aku adalah salah satu kesatria yang menggunakan senjata itu. Aku bisa mengajarimu melakukannya."

Calista begitu senang mendengar saran dari Zeryon. Ia yang awalnya kecewa terhadap dirinya sendiri karena tak mampu menggunakan pedang, akhirnya mendapatkan kembali semangatnya. Ia memutuskan mencoba menggunakan busur, dan Zeryon bersedia melatihnya.

Zeryon pertama-tama memberitahu sikap awal sebelum memanah. Calista berdiri tepat di depan Zeryon. Setelah posisi tubuh Calista cukup bagus, Zeryon lalu membantu Calista mengangkat busur. Ia memegang tangan Calista dari belakang. Calista terkejut karena merasakan bahwa Zeryon begitu dekat dengan dirinya. Jantungnya berdegup kencang, dan jarinya gemetar.

"Atur napasmu. Aku merasa kau sangat gugup. Santai saja dan kendalikan semuanya. Kau pasti bisa! Tarik tali busurmu dan lesatkan anak panahnya!"

Calista mengangguk pelan dan menarik napas dalam-dalam, bersamaan ketika ia menarik tali busurnya. Ia menetralkan rasa gugup dalam dirinya, dan meneguhkan tekadnya.

"Lepas panahnya!" perintah Zeryon tiba-tiba.

Seketika Calista melepaskan anak panah itu. Ia menghembus nafas perlahan beriringan dengan anak panah yang mulai mendekati targetnya. Dengan kemampuan insting dan inderanya yang baik, Calista mampu mengenai target dalam percobaan pertama.

Calista bersorak bahagia ketika berhasil melesatkan panahnya sesuai perintah. Ia menatap Zeryon dengan penuh bangga akan dirinya sendiri. Zeryon tersenyum kecil ketika melihat Calista tertawa senang. Ia lalu menepuk kepala Calista sambil memujinya.

"Hebat! Kau sangat hebat!"

"Kau akan menjadi kesatria yang luar biasa."

Sekya sedari tadi menatap kebersamaan antara murid dan gurunya itu. Ia tersenyum senang melihat Zeryon yang mampu mengekspresikan rasa bahagianya nya di hadapan wanita kali ini. Sekya merasa bahwa tuannya itu mulai mencintai Calista. Sekya senang seandainya prediksinya itu benar. Ia benar-benar ingin tuannya itu bahagia. Ia mau Zeryon dapat merasakan cinta walau itu bukan dengannya. Ia berharap Zeryon berhasil mendapatkan kebahagiaan sebelum ajal menjemput. Sekya tahu bahwa umur tuannya itu begitu pendek, Sekya mengerti selama ini Zeryon punya trauma akan cinta, itulah alasan mengapa ia berharap agar Zeryon dan Calista mampu menjalin hubungan asmara.

Setelah beberapa saat berlatih, Clara terlihat kelelahan. Tangannya terasa mati rasa dan tak sanggup lagi untuk menggenggam busur. Perlahan ia menjatuhkan busur berat itu lalu merasa sangat pegal di bagian bahu dan lengannya. Zeryon memperhatikan keadaan Clara yang kehabisan energi. Dia berpikir sesaat dan kemudian teringat akan sesuatu.

"Kau tak bisa memegang busur, tetapi kau memiliki indera yang baik untuk memanah. Masalahnya adalah kekuatanmu terlalu kecil untuk menggunakan busur yang berat. Begitu pula dengan mengangkat pedang yang berat tadi. Kalau begitu, kau harus menghadap Tetua dan bicarakanlah tentang masalah persenjataan ini. Tetua akan paham senjata mana yang cocok untukmu. Dia akan memberimu senjata lain yang mungkin akan bekerja bersamamu," kata Zeryon menjelaskan.

Clara mengangguk pelan dan menatap busur yang tergeletak di tanah. Ia lalu berkata, "adakah senjata yang cocok untuk aku yang lemah ini?"

"Dasar, aku tidak berguna," lanjutnya.

***

Kesatria DandelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang