Mengapa begitu cepat pergi?

40 4 0
                                    

Setelah kami sampai di Rumah Sakit dan langsung menuju tempat Ayah dan Ibu dirawat.

Kami menyempatkan diri bertemu Ayah dan memeluk untuk terakhir kalinya, kemudian menuju kamar Ibu yang tengah terbaring lemah.

Aku duduk termangu menatapnya sayu, melihat Ibu dengan mukanya yang pucat dan sebuah memori kenangan mendadak berputar di kepala. Semua keburukan yang kulakukan pada ibu dan ayah, aku seperti tidak percaya dengan yang terjadi sekarang.

6 jam berlalu, kemudian…

"Lia, Rom"

Aku mendengar suara lirih seseorang yang kurindukan. Ibu yang akhirnya bangun tersadar.

"Romy, lihatlah! Ibu sudah bangun!" Seruku menyadarkan Romy, yang tertidur nyenyak dikursi penunggu kamar.

Kami buru-buru menghampirinya, kemudian Ibu perlahan membuka matanya dan mulai berbicara.

“Teruntuk Romy dan Lia, ada banyak hal yang ingin ibu sampaikan. Maafkan ibu nak, seharusnya ibu ada disamping kalian. Ibu benar-benar tidak percaya setelah mengetahui Ayah kalian kecelakaan mengalami sakit kritis yang parah dan langsung dirawat di Ruang ICU,” Jelas ibu dengan suara pelan.

“Ibu tidak perlu minta maaf untuk itu. Kenapa Ibu tidak bilang sama Lia dan merahasiakan ini bu, kenapa?” Tanyaku dengan suara parau.

“Ibu tidak ingin membuat kalian khawatir, Nak” Lirihnya.

“Ibu sempat bertengkar dengan Adikmu, melarang ibu untuk menemui ayah.”

Romy mengelak, “Itu karena Ibu sangat kekeh ingin pergi sendiri saat malam, abang juga tidak ingin Ibu kenapa-kenapa makanya abang melarang. Abang ingin Kakak tahu juga dan menemui Ayah bersama, meski Ibu memaksa tetap pergi setelah itu.”

Ibu tersenyum yang kemudian melanjutkan, “lalu, beberapa jam setelah Ibu tiba di Rumah Sakit dan bertemu dengan Ayahmu. Ayah sempat tersadar beberapa menit dan bicara dengan ibu hanya sebentar. Ayahmu juga menitipkan pesan surat untuk kalian, sesaat sebelum ibu mendengar suara Ayah yang terakhir kalinya,” sambil menyodorkan beberapa surat.

“Hati ibu terenyuh sakit melihat kepergian Ayah. Jadi ibu juga menulis surat ini untuk kalian jika mungkin keadaan ibu sedang tidak baik-baik saja.”

Kami menggeleng tidak setuju, hendak menolak.

“Ti-tidak Ibu, kami tidak ingin surat itu. Kami hanya ingin ibu sembuh dan bisa mengulang lagi dari awal. Demi keluarga kecil kita, keluarga yang bahagia meski tanpa ayah. lia sangat menyayangi Ibu dan Ayah. Maafkan Lia yang dulu tidak mau menurut sama Ibu, Maafkan Lia yang nakal dulu sering membentak Ibu saat Lia kesal, Maafkan Lia yang sering melakukan kesalahan dan Ibu tidak marah untuk itu. Kumohon, Lia ingin Ibu cepat sembuh dan memperbaiki itu,” ucapku memohon dengan suara parau.

“Tidak Nak, tidak perlu meminta maaf. Ibu sudah memaafkan kalian sebelum kalian memintanya, itu sudah kewajiban ibu untuk merawat dan menjaga kalian, sebab ibu menyayangi kalian,” kata ibu sambil tersenyum.

“Ibu harap kalian tetap saling menyayangi dan saling menjaga diri kalian baik-baik. Terimakasih sudah menjadi anak ibu.”

Setelah ibu mengucapkan itu, ia mendadak perlahan memejamkan mata.

“Tidak Bu… Tidak! Tolong jangan seperti ini!” Isak tangisku pecah dan terdengar.

“Maafkan aku, Bu! Aku mohon jangan tinggalkan kami!” Aku berseru memohon sambil memeluk untuk yang terakhir kalinya.

“Buuu…” Romy balas berseru ikut memeluk.

Indurasmi yang hirap dari Buana  Where stories live. Discover now