Bagian IX

17 5 0
                                    

"Balik yuk, guys," ujar Aiden saat jarum jam berada tepat di angka 10.

Aku menghela napas lega saat Aish dan yang lainnya menganggukkan kepala pertanda setuju.

"Ayoklah. Besok kerja nih gue," kata Rayyan.

"Kerja apaan woy?! Besok Minggu, bray," seloroh Noah.

"Gue harus kerja banting tulang buat nikahin Tasya, No. Dia udah ngode-ngode buat nikah tuh.."

"Halahhh. Sok-sok an lu Yan. Palingan juga mau kencan sama Tasya kan lu," kali ini Keenan menimpali sambil menoyor kepala Rayyan pelan.

"Lagian yang ngebet nikah kan lu, Yan. Tasya mah wanita karier gitu. Kayaknya dia ga mau nikah di umur-umur sekarang deh," ujar Noah dengan alis yang dinaik-turunkan untuk menggoda sahabatnya itu.

"Wahh, jangan sotoy lo wahai Bapak Noah. Kali ini gue mau serius sama Tasya. Siap-siap nerima undangan dari sahabat lo ini ya," kata Rayyan dengan senyum lebar.

"Seorang Rayyan mau nikah? Cih, nggak percaya gue. Katanya lo mau nikah umur 40 biar kayak James Bond," timpal Keenan.

"Umur-umur segini emang udah waktunya nikah, guys," celetuk Aiden yang membuat semua orang terdiam.

"Nggak juga lah, Den. Umur segini tuh lagi bebas-bebasnya tau," ujar Noah dengan jenaka, berusaha mencairkan suasana.

"Kecuali lo ya, Den. Sungkem sama Ibunda Aish yang udah menaklukkan hati Aiden," kata Rayyan diikuti gestur memberi hormat ala-ala kerajaan.

Aish hanya menanggapi dengan senyuman malu. Kedua tangannya menekan pipinya yang memerah.

"Terutama cewek. Umur segini harusnya udah settle ke satu orang," sambung Aiden yang kembali membuat suasana beku.

Aku menoleh kearahnya dengan alis mengernyit dalam. Bingung. Kenapa lagi dia?

"Jangan nempel sana-sini. Apalagi sama orang yang baru dikenal," kata-katanya menusuk tajam sama seperti tatapan matanya yang mengarah padaku.

Aku terdiam untuk menerjemahkan ucapan dan tatapannya. Sebaris pemahaman menghantamku seperti ada ombak besar yang bergulung lalu memecah karang di tepian pantai.

"Maksudnya?" tanyaku tanpa bisa kutahan.

"Yaa.. Kan cewek di umur-umur segitu emang udah seharusnya buat serius. Lo sama Tasya udah pacaran lama kan Yan?"

Rayyan yang ditanya hanya mengacak rambut dengan gestur serba salah, kemudian mengangguk.

Suaraku pecah saat aku kembali bertanya, "Ya terus?"

"Ya maksud gue. Jadi cewek jangan keganjenan. Apalagi sama orang asing," kata-kata Aiden sungguh menyakitkan.

Aku memejamkan mata kemudian mengarahkannya ke atas, memandang langit-langit ruangan yang dipenuhi chandelier mewah, mencegah air mata turun.

Setelah menarik napas tajam, aku kembali manatapnya "Kamu ngomongin siapa?"

"Menurut kamu?" pandangan Aiden mengarah padaku.

Tatapannya sungguh melukaiku hingga aku harus mencengkeram meja kuat-kuat untuk mencegah tanganku menampar mulutnya yang kejam.

Semua orang menatapku dengan pandangan.. entahlah. Pandangan macam apa itu? Mungkin mereka mulai berpikir macam-macam tentangku.

Apa aku melakukan kesalahan? Aiden melihatku sedang melakukan hal asusila atau apa? Berani-beraninya dia menyebutku ganjen? Aku memang sahabatnya, aku memang selalu bergantung padanya, dia memang segalanya bagiku. Tapi, dia tidak bisa mempermalukanku dihadapan banyak orang seperti ini!

SENANDIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang