9. Mimpi Buruk

85 12 11
                                    

"Laut!"

Aku beranjak dari ranjang dengan cepat lalu berlari menuju laut. Tidak kupedulikan panggilan dari para perawat yang begitu khawatir padaku. Namun, aku tidak peduli. Aku lebih mengkhawatirkan keselamatan Laut dibandingkan diriku sendiri.

"Maaf," kataku setelah menabrak seseorang tanpa sengaja. Kepalaku terasa sedikit pusing, tetapi kakiku harus dibawa melangkah menuju laut.

Aku melangkah masuk ke laut sembari memanggil nama Laut berulang kali. Tanpa sadar, air mataku luruh begitu saja, tetapi dengan cepat kuhapus air mata yang luruh tanpa aba-aba itu.

"Jangan nekat, Mas. Mas bisa membahayakan nyawa Mas sendiri." Seorang petugas memberikan peringatan sembari menarik tubuhku.

"Saya mau mencari Laut, Pak. Saya mau menyelamatkan dia!" Aku menepis tangan lelaki itu.

"Bahaya, Mas. Ombaknya begitu besar. Kalau Mas nekat, nyawa Mas juga terancam. Serahkan semuanya pada petugas. Mereka akan membantu mencari teman Mas," ucap lelaki itu lagi.

Aku berusaha melangkah lebih jauh memasuki laut, tetapi pria itu terus menghalangi dan berhasil menarikku keluar dari laut. 

"Saya bukannya tidak prihatin, Mas, tapi lihatlah ombaknya begitu besar. Mas bisa tenggelam. Sebaiknya kita berdoa saja agar teman Mas dapat selamat."

Ucapan bapak itu tidak dapat kudengar jelas, tetapi aku tahu ke mana arah pembicaraannya. Melihat sang ombak yang mengempas begitu ganasnya pada hamparan laut yang luas nan biru membuat hatiku terkoyak begitu lebar dan dalam. Sakit sekali rasanya, sampai terasa sesak. Aku bahkan tidak dapat merasakan oksigen yang masuk ke paru-paruku.

"Laut ... Sayang." Air mataku terus berjatuhan, tetapi isakanku terpendam dalam diam. Kakiku tidak dapat lagi kurasakan. Tidak mampu menopang bobot tubuhku sendiri sehingga kedua lututku jatuh menyentuh pasir basah.

Aku mengutuk diri sendiri, sebab, di hadapan hamparan laut yang luas, aku begitu kecil dan tidak berdaya. Aku tidak bisa melakukan apa pun selain menaruh harapan agar laut membawa Lautku kembali dalam dekapanku.

"Kamu harus kembali sama Mas Biru, Laut. Harus, Laut. Harus." Aku berucap dengan bibir bergetar.

Kuharap, semua ini hanyalah rangkaian kejadian di dunia mimpi. Bagian kecil dari kisah panjang dari mimpi yang akan berakhir indah. Mimpi buruk yang hanya bertindak sebagai bumbu pelengkap. Ya, kuharap demikian. Namun, semuanya begitu nyata jika berpikir semua yang terjadi hanyalah mimpi.

Kejadian itu bahkan masih terekam jelas dalam ingatanku. Laut melepaskan genggaman tangannya dariku lalu menceburkan diri ke laut. Melihat itu, refleks aku menceburkan diri ke laut juga. Kulihat Laut berenang menuju sebuah kotak kayu.

"Hah, bayi?" Aku terkejut ketika melihat apa isi dari kotak kayu tersebut.

"Kita harus selamatkan dia, Mas," ucap Laut yang segera kuangguki sebagai jawaban iya.

Kami lalu berenang menuju daratan, tetapi air laut sedang tidak bersahabat. Gulungan ombak mulai berdatangan yang membuatku dan Laut terempas dan terpisah lumayan jauh. Mengerahkan seluruh tenaga, aku melawan empasan sang ombak dan berenang menuju Laut.

"Selamatkan bayi ini, Mas. Aku gak mau dia seperti kita. Orang tuanya pasti khawatir." Laut menyerahkan kotak kayu berisi bayi yang kini tengah menangis itu.

"Kita kembali ke daratan," ajakku pada Laut, tetapi ombak lagi-lagi datang dan membuatku terpisah dengan Laut.

Ombak itu mengempas begitu kuat hingga membuat telingaku berdenging hebat. Pandanganku juga ikut mengabur dan bayi dalam kotak kayu itu pun menangis sejadi-jadinya. Aku menggenggam erat kotak kayu berisi bayi itu lalu berenang ke arah Laut, tetapi tubuhku terasa begitu berat dan sulit untuk digerakkan.

Dapat kulihat Laut yang berjuang dengan hidupnya dan meminta pertolongan. Sepertinya Laut juga sedang mengalami masalah yang sama denganku. Kami sama sekali tidak berdaya dengan laut dan kehebatannya.

"Laut." Aku memanggil Laut lirih sambil kembali berenang dengan sisa-sisa tenaga, tetapi sia-sia. Perlahan, aku kehilangan Laut dari pandanganku. Menghilang sampai semuanya menghitam.

Bersambung...

Sebiru LautanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang