"Aduh Haksa!" Kesal Riri yang sedari tadi terus diajak berjalan kesana kesini oleh Haksa, "Lu kalo mau ngikutin si Jeriel tau waktu napa, masih pagi gini udah muter satu sekolahan, mual gua,"
Hari masih pagi bahkan hanya beberapa siswa yang baru sampai di sekolah tersebut, salah satunya adalah Haksa dan Riri, keduanya sedang memutari satu sekolahan mencari Jeriel.
Riri yang notabene nya adalah orang yang benci diajak jalan saat pagi hari, membuatnya terus mengomel tak berhenti, namun Haksa mengabaikannya dan fokus mencari keberadaan Jeriel.
"Lagian, emang si Jeriel bakalan dateng pagi apa?" Ocehan Riri tersebut mengehentikan langkah Haksa.
"Dia bukan siswa kayak kita kali, mungkin dia berangkat bakalan nanti waktu jam pelajaran ke-dua,"
Haksa menyadari jika ucapan Riri ada benarnya.
Mereka berputar balik dan kembali ke kelas dengan ocehan Riri yang merutuki kebodohan Haksa.Hari sudah siang, kelas Jeriel tepat di sebelah kelasnya, maka jika Jeriel sampai di sekolah Haksa tentu akan melihatnya dari jendela yang berada di sebelahnya.
Tidak mungkin Jeriel lewat jalan belakang, toh kelasnya ada di lantai 3, mana mungkin, jadi pasti Jeriel akan melewati kelas Haksa terlebih dahulu untuk sampai di kelasnya.
"Pelototin aja tu jendela sampe di pelototin balik," sarkas Riri.
"Lu udah masuk kategori orang yang nguntit tau nggak," Haksa berdecak, melirik kearah Riri yang duduk di sebelahnya, "Diem ah Ri, bawel banget,"
"Marah nih?" Kekeh Riri, jarang-jarang Haksa menyuruhnya untuk diam.
Haksa menatapnya malas, "Iya, marah,"
"Marah kok bilang," goda Riri.
"Diem Riri!"
Riri diam, nampaknya Haksa benar tengah marah saat ini, apa dirinya terlalu berlebihan hari ini.
Haksa duduk di kantin dengan raut wajah kecewa karena tidak melihat Jeriel sejak tadi pagi.
Makanan didepannya sudah habis, tapi dirinya enggan bangkit, apa Jeriel tidak masuk hari ini?
Banyak pertanyaan yang berputar di kepalanya, hingga satu pernyataan lewat dipikirannya.
"Emang gua siapanya Jeriel sampe badmood gini nungguin dia?" Lirihnya.
"Nah itu tau," Lirih Riri membuat Haksa terkejut, "Ri, gabaik nguping pemikiran orang,"
"Idih, lu sendiri yang ngucap," sanggah Riri.
Haksa berdecak kembali tenggelam dalam pikirannya sendiri, Riri yang mengetahui hal tersebut acuh lalu memainkan handphonenya.
Waktu istirahat hampir berakhir dan keduanya masih belum bangkit, lebih tepatnya tidak mau, karena mapel setelah istirahat adalah hal yang paling mereka berdua benci 'Kimia' .
"Bangun Ri," titah Haksa.
"Lu duluan," balas Riri, "Bolos aja gasi kita?"
Haksa terkekeh hampa, "Lu aman kalo bolos, lah gua?"
Riri ikut terkekeh hampa, "Lagian otak lu pinteran dikit napa,"
"Otak lu sini kasih ke gua,"
"Gak, gua gamau bodoh," tolak Riri, "Enak banget ya Ri, anak-anak 50 besar, bebas mau ngapain juga, manjangin rambut, telat masuk kelas, sepatu bebas, nggak kayak kita," celoteh Haksa.
"Kita? Lu aja kali, gua mah masuk 50 besar," Balas Riri.
Keduanya benar-benar tidak ada semangat, bahkan untuk bicara pun hanya terdengar oleh keduanya saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
One More Chance || Hajeongwoo
Короткий рассказ."Gua pengen mati," _ . "Gua takut mati," _ .Jeriel lebih memilih berjalan menuju kematian daripada menghargai setiap detik dalam hidupnya seperti Haksa .Sebelum Haksa datang meminta Jeriel untuk mengajarinya tentang beberapa pelajaran. Mereka hanya...