Jeriel meletakkan tas disebelahnya, Duduk di atas kursi dingin di tengah malam membuatnya merasakan kesepian yang begitu terasa sesak di dadanya
Hari semakin malam, danau yang biasanya penuh keramaian kini menyisakan suara aliran air yang menenangkan
Jeriel sering pergi ke danau tersebut malam hari, ketika harinya penuh kekacauan dan pikirannya kalut dirinya selalu duduk di sebuah kursi yang secara langsung menghadap danau tersebut
Danau berwarna gelap tersebut diterangi cahaya bulan hingga membuatnya terlihat cantik. Sejenak bisa melupakan masalah yang terjadi beberapa waktu kebelakang
Menutup matanya perlahan serta menegakkan kepalanya keatas langit lalu membukanya perlahan dengan hembusan nafas yang berat, Jeriel menyadari tak ada alasan baginya untuk melanjutkan hidup
Pikiran-pikiran tersebut sering muncul di kepalanya, Jeriel sendiri masih bingung kenapa dirinya masih sanggup bertahan di dunia yang begitu buruk baginya
Kebahagiaan, dirinya nyaris tidak mendapatkannya, terutama sebuah kasih sayang
Terlahir di keluarga yang lebih mementingkan uang dari segalanya, mereka berpikir uang bisa menyelesaikan masalah bahkan bisa menggantikan kasih sayang mereka padanya dengan uang
Orang-orang tidak menganggap masalah yang dihadapinya, tetapi kurangnya kasih sayang dari sesosok orang tua membuatnya serasa tak diinginkan untuk berada di dunia ini, membuatnya kebingungan hidup di dunia ini dan ntah harus berpegang pada siapa, menyandarkan bahunya pada siapa
Pada akhirnya, siapa yang harus di salahkan? Kehadirannya di dunia ini? Atau menyalahkan kedua orang tuanya?
Bertahan dengan hal-hal kecil. Jeriel sering mendengar hal tersebut, tetapi hal kecil apa yang bisa membuatnya bertahan dikala pikirannya kalut saat ini
Matanya mulai kembali menatap lurus kearah danau, pemandangan indah tersebut membuatnya berpikir, 'jika suatu hari nanti dirinya benar-benar tidak bisa bertahan lagi di dunia ini, maka dirinya akan memilih danau tersebut sebagai tempat istirahat terakhirnya'
"Den," ucap Jeriel menyalakan panggilan, "Ortu lu ada di rumah?"
"Belom, sini kalo mau nginep," jawab Raden
Jeriel mengangguk, lalu mengiyakan ucapan Raden. Tak ada tempat yang bisa ditujunya sekarang terkecuali rumah Raden
Menginap di rumah Toni terlalu berisik dan takut menganggu karena keluarganya yang masih hidup bersama
Sedangkan Angga, dia tak selalu berada di rumah, ia selalu membagi jadwal untuk tinggal di rumah ayahnya atau ibunya yang telah berpisah 10 tahun lalu
Keadaan di sana mulai terasa dingin Jeriel, badannya hanya berlapis seragam sekolah yang tidak tebal, Jeriel bangun dan bersiap pergi dari sana namun ia tidak sengaja menjatuhkan tas nya
Diambilnya tas tersebut, sialnya tas nya tidak tertutup sejak tadi hingga membuat beberapa bukunya terjatuh ke atas tanah yang dingin
Dengan malas Jeriel mengambilnya satu persatu, namun saat mengambil buku terakhir yang paling besar ia heran dengan kertas putih yang menumpuk yang tertutupi buku besar tersebut
"Kertas ulangan?" Bingungnya, ini bukan tulisannya ditambah mana mungkin dirinya mendapatkan nilai yang begitu kecil
Sesuai dugaan itu kertas Haksa, "Sialan, si Raden nih pasti," monolognya
Sebelum beranjak pergi, Jeriel memikirkan Haksa, dilihatnya jam yang menunjukkan pukul 12 lewat 30, perjalanan ke rumah Raden cukup dekat dari danau tersebut, mungkin dirinya bisa menghabiskan waktu 30 menit lagi untuk memeriksa kertas tersebut
KAMU SEDANG MEMBACA
One More Chance || Hajeongwoo
Short Story."Gua pengen mati," _ . "Gua takut mati," _ .Jeriel lebih memilih berjalan menuju kematian daripada menghargai setiap detik dalam hidupnya seperti Haksa .Sebelum Haksa datang meminta Jeriel untuk mengajarinya tentang beberapa pelajaran. Mereka hanya...