Chapter 10 || Pinggir Danau

148 18 3
                                    


"Aduh," Riri memekik ketika kembali menaiki tangga, kakinya lelah berlarian kesana kemari hingga akhirnya terbebas dari kejaran Angga

Ia berjalan mendekati Haksa dan Jeriel yang masih melihat Toni dan Raden yang masih di kejar Angga di lapangan

Untungnya hari masih pagi hingga tak banyak orang yang melihat aksi konyol mereka

"Sa, gua ke kelas ambil minum," lirih Riri dengan susah payah kembali berjalan memasuki kelas

Haksa mengangguk, ia baru menyadari bahwa di sebelahnya ada Jeriel sejak tadi

Ia berdehem membuat Jeriel menolehkan pandangannya, seraya menatap bertanya

"Itu temen lu kagak mau di pisahin?" Tunjuk Haksa, Jeriel tersenyum seraya menggeleng, "Biarin aja, jarang-jarang mereka seneng-seneng kayak gitu,"

Dirinya menoleh mengecek Riri yang baru meneguk air, sekejap Haksa menyesal telah bertanya, keadaannya cukup canggung saat ini

"Gua udah cek kertas ulangan lu," Haksa mengerjap tak percaya, ia menatap Jeriel menunggunya kembali berbicara, "Gimana?"

"Ya, lu bodoh," jleb, Haksa memalingkan wajahnya kesal tapi jauh di lubuk hatinya ia malu

"Tapi nggak sebodoh yang gua pikir, gua pikir lu bakalan jawab ngasal tiap pertanyaan yang nggak lu paham, untungnya jawaban lu masih bisa masuk, cuman lu ga bisa nempatinnya," Lebar Jeriel menatap Haksa

"Serius?" Haksa mengangkat kepalanya menatap balik Jeriel, dirinya tidak sebodoh itu kan?

Jeriel mengangguk, "Lu bisa ngasih jawaban yang bener, cuman gabisa nentuin jawaban mana untuk soalan yang lu hadapi," alasan Jeriel

Haksa termenung memikirkan perkataan Jeriel, bukankah itu sama saja dengan tidak bisa menjawab? Kenapa harus dirangkai menjadi ucapan yang sulit

"Terus, gua harus gimana?" Tanya Haksa, "Gua bakalan ngasih tau cara yang tepat,"

"Setiap soalan yang lu jawab, layaknya rumus matematika, lu gatau harus pake rumus itu di soalan yang mana dan lu gatau soalan itu harus pake rumus yang mana," Jelas Jeriel, "Bukan berarti lu gabisa jawab,"

Haksa melongo, rasanya Jeriel baru saja membaca pikirannya, ia mengangguk kembali lalu menerima kertas ulangan yang dikembalikan Jeriel padanya

"Kita mulai belaja-"

"JERIEL!!" Teriak Toni yang baru menaiki tangga dengan nafas terengah-engah diikuti Raden dan Angga, "Udah?"

Ketiganya mengangguk, "Kantin," ajak Toni,

"Gua pergi dulu," Pamit Jeriel, "Terus belajarnya?"

Jeriel menghentikan langkahnya, "Nanti sore?" Jeriel pergi melewati Haksa, ia melangkah menuju ketiga temannya yang sudah tidak berdaya karena kelelahan

Haksa menatap kepergian Jeriel, dirinya tak berpikir jika waktu belajarnya dengan Jeriel akan secepat ini di tentukan

Dirinya tersenyum lalu pergi memasuki kelas, menemani Riri yang saat ini berkeringat hebat karena acara lari-larian tadi

"Obrolin apaan lu?" Tanya Toni yang kini terpaksa membopong badan kecil Raden yang kelelahan

"Belajar?" Jawab Jeriel, "Ragu gitu lu jawab," Toni menggeleng

"Akhirnya lu niat juga," lirih Raden, "Diem ah lu den, badan kecil juga tapi berat,"

Raden menatap sinis Toni tangannya mengepal memberikan pukulan yang keras hingga membuat yang di pukul berteriak kesakitan, "Gelo!"

"Dah ah gamah gua," Toni melemparkan badan Raden begitu saja, untungnya Angga sigap dan langsung menangkap badan Raden

Sembari bersandar pada Angga, Raden melayangkan jari tengahnya pada Toni begitupun sebaliknya





















Tiba saatnya Haksa dan Jeriel bersamaan, mereka memilih tempat duduk yang dekat dengan danau sekolah

Tepat di belakang sekolah tersebut terdapat danau yang berukuran sedang, mereka sengaja memilih tempat tersebut karena hari sudah sore dan beberapa eskul mulai beraktivitas maka dari itu keduanya tidak akan merasa takut

Haksa melihat sekelilingnya, jujur ini baru pertama kali dirinya berkunjung ke danau belakang sekolah, rumornya di danau tersebut banyak siswa yang mengalami gangguan mental mengakhiri hidup mereka di sana

Seingat Haksa danau tersebut tidak dalam, lalu bagaimana dengan rumor yang mengatakan mereka mati tenggelam? Haksa mengernyit tak percaya, rumor selalu di lebih-lebih kan

Lagian apa susahnya menjalani hidup? Dikala dirinya bersusah payah ingin hidup beberapa orang malah ingin mengakhiri hidup mereka

Haksa cemberut menatap danau seakan-akan mengatai mereka
yang telah mengakhiri hidup di sana

"Oi," Jeriel menepuk pucuk kepala Haksa membuatnya terperanjat kaget, dirinya lupa sedang bersama Jeriel, "Mikirin apaan si?"

"Kagak," elak Haksa, ia melihat kini di sebelahnya terdapat banyak buku-buku pelajaran yang baru saja di bawanya dari perpustakaan sebelum datang ke sini

"Jangan ngelamun, ntar kerasukan," bisik Jeriel membuat Haksa menutup telinganya

Jeriel terkekeh, "Lu takut?"

"Dih, lu kali yang takut," elak Haksa, "Gua mana takut, gua kan kuat nggak lotoy kayak lu,"

Haksa mengepalkan lengannya kesal sekaligus berdecih

Jeriel membuka satu buku lalu mulai membahasnya bersama Haksa, waktu sampai ujian masih lama beberapa bulan lagi jadi Jeriel bisa mengajarinya perlahan

Haksa mencoba lebih dekat dengan Jeriel agar dirinya lebih mudah melihat isi buku tersebut

Menarik dirinya diatas rerumputan yang tercium baunya ditambah dengan terpaan angin sore yang membuatnya kedinginan

Sekejap Haksa menghentikan penjelasan Jeriel untuk memakai sweater nya, "Dingin?"

"Nggak terlalu si, pake doang," Jawab Haksa secara asal, ia menggunakan sweaternya dengan cepat

Keduanya kembali melanjutkan dengan Haksa yang fokus melihat buku sedangkan Jeriel membantunya dengan menjelaskan dengan kata-kata yang mudah

Jeriel sedikit kesusahan, ia mengambil botol minuman yang tadi di belinya.
Memutarkan penutup minuman tersebut namun dirinya kesusahan, menggunakan tenaga sama sekali tidak membuahkan hasil, bahkan kini wajahnya memasang ekspresi kesal membuat Haksa terkekeh

Jeriel benar-benar pemarah, bahkan sebuah tutup botol minuman saja dapat membuatnya kesal, diambilnya minuman tersebut oleh Haksa

Jeriel kebingungan Haksa dengan mudah memutar tutup minuman tersebut dan membukanya, "haha,"

Haksa tertawa pelan, "Katanya kuat, buka tutup botol aja kesusahan," ucapnya diselingi senyuman yang terkena sinar matahari sore

Jeriel terdiam sembari mengambil minuman tersebut, pipinya memerah karena malu dengan ucapan Haksa

"Lu kedinginan?" Jeriel mencoba mengalihkan pembicaraan, Haksa memajukan bibirnya, "Ya, dingin,"

"Pulang,"

"Hah?" Bingung Haksa, "Pake hah segala, ya pulang lah, lu bilang dingin,"

"Gua kira lu bakalan minjemin jaket lu buat gua," Lontar Haksa, "Buat apa gua pinjemin,"

"Beresin, gua pulang duluan," pamit Jeriel ia bangun dengan wajah yang masih memerah karena malu meninggalkan Haksa begitu saja di pinggir danau yang dingin.

























.
.
.

Ngebut dikit alurnya ..
Kayaknya ni cerita alurnya bkln lambat dah, bahkan belum masuk konflik samsek wkwk
Gpp kali ya, yang penting update terus, semogaT-T

(☞ ಠ_ಠ)☞ Janlup Vote




One More Chance  || Hajeongwoo Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang