"E-eh?!" Kaget Haksa, es cekek yang sedari tadi di pegang erat kini terbang entah kemana dan sialnya itu mengenai wajah Jeriel.
Haksa menutup matanya, 'mati gua' batinnya.
"Nggak cukup nguping sekarang lu sirem gua pake es cekek?" Sarkas Jeriel yang kini terlihat kesal.
"Nguping, nguping apaan?" Polos Haksa, baru beberapa detik dirinya menyesali ucapannya, siapa yang akan percaya, jelas-jelas dirinya berada tak jauh dari kejadian barusan.
Haksa memaki-maki dirinya sendiri di dalam hatinya, merutuki dirinya yang sangat bodoh, harusnya ia tidak berbicara seperti itu, yang ada sekarang Jeriel akan memukulinya sampai mati.
Jeriel berdecak mengalihkan perhatiannya, "Ysudah kalo nggak denger," ucapnya lalu bangkit dari sana seakan-akan tidak terjadi apapun.
Mendengar hal tersebut, Haksa menatap punggung Jeriel yang mulai menjauh.
Bukankah hal ini kesempatan baginya untuk meminta Jeriel mengarinya belajar? Tapi situasinya?
"Jeriel," persetan dengan situasi, kapan lagi dirinya bertemu Jeriel dan hanya berdua saja?
Yang dipanggil menoleh kebelakang, Haksa segera berjalan mendekatinya dengan kikuk.
"Gini," jedanya, "Lu mau, ah bukan, gua pengen lu ajarin gua belajar," ucap Haksa dengan cepat.
Haksa gugup, Jeriel masih belum menjawab, pandangannya menunduk enggak melihat Jeriel, padahal jika dilihat tinggi mereka hampir sama.
Tak kunjung ada jawaban, Haksa memberanikan diri untuk melihat Jeriel dengan wajah yang meminta jawaban.
"Gak," singkat Jeriel lalu kembali berjalan mengabaikan Haksa.
Haksa terdiam di tempat, penolakan macam apa yang di terimanya? Harusnya Jeriel memberikan alasan dahulu baru menolaknya.
"Gua denger semua pembicaraan lu tadi," keras Haksa membuat Jeriel menghentikan kembali langkahnya, namun tak lama Jeriel melangkahkan kakinya kembali, tidak peduli dengan apa yang diucapkan Haksa.
"Oh, tamparan tadi, gua liat," Jeriel terdiam, ia memutar balik langkahnya mendekati Haksa dengan wajah yang datar.
Haksa nampaknya salah bicara, ia mundur sedikit demi sedikit ketika Jeriel mendatanginya dengan langkah yang cepat seakan-akan dapat menginjak nya kapan saja.
"Terus?" Tanya Jeriel, Haksa yang paham akan situasi mulai memanfaatkannya, nampaknya Jeriel takut jika ada seseorang yang mengetahuinya.
"Gua sebarin," ancamnya, "Yaudah sebarin," balas Jeriel
Haksa tertawa dalam dirinya, prediksi nya kali ini melesat, "Gabakalan gua sebarin kalo lu mau ngajarin gua belajar,"
"Gua nggak peduli," Malas Jeriel, ia memutarkan malas kedua bola matanya.
Rasa panas di pipinya makin terasa, membuatnya semakin kesal, ditambah bocah yang tidak di kenal mengganggunya untuk pergi.
Jeriel berbalik kembali untuk pergi, namun sebuah tangan mencekalnya, "Bentar!'
Menghela nafas, Haksa mencoba berbicara baik-baik dengan manusia menyebalkan yang kini ada di depannya, "Kita buat kesepakatan aja, gimana?"
Jeriel mengangkat alisnya, sedikit tertarik dengan 'kesepakatan' yang diucapkan Haksa.
Tak perlu menunggu Jeriel menjawab Haksa langsung menjelaskan apa yang di maksud nya
"Gini, lu ajarin gua belajar sampe ujian, terus," mulutnya agak susah mengucapkan kalimat selanjutnya."Terus?"
"Terus, lu terserah mau minta apapun dari gua," Ucap Haksa asal.
Jeriel mengangkat bibirnya, "Deal,"
KAMU SEDANG MEMBACA
One More Chance || Hajeongwoo
Short Story."Gua pengen mati," _ . "Gua takut mati," _ .Jeriel lebih memilih berjalan menuju kematian daripada menghargai setiap detik dalam hidupnya seperti Haksa .Sebelum Haksa datang meminta Jeriel untuk mengajarinya tentang beberapa pelajaran. Mereka hanya...