"Terimakasih untuk buburnya siang tadi," ucap Danang di sela-sela waktu mengaji, Zeita yang duduk di hadapan Danang mengangkat wajah dan tersenyum riang.
"Aku membuatnya untuk teman yang sedang sakit, tapi karena terlalu banyak jadi di bagi-bagikan sedikit." Kata Zeita. Gadis itu jauh lebih ramah di banding pertama kali belajar mengaji, Zeita begitu mudah tersenyum sekarang.
"Semoga temanmu segera sembuh,"
"Dia berjanji untuk sembuh besok," balas Zeita yang membuat Danang menatap aneh, tapi tidak berkomentar.
"Buburnya enak," ucap Danang yang membuat Zeita tersenyum cerah.
"Lala yang mengajarkan, alhamdulilah kalau kakak suka." Zeita terkekeh pelan, Danang balas tersenyum seraya mengangguk. Pemuda itu meminta Zeita melanjutkan bacaannya.
Beberapa jauh dari sana Aden duduk memperhatikan Zeita dari sudut luar serambi mesjid, tempatnya biasa 'mengintip' Zeita mengaji. Sekarang sudah jadi kebiasaan untuk tidak langsung pulang setelah salat isya berjamaah, Ia akan tinggal dan mendengarkan lantunan ayat suci Al-Quran yang di baca Zeita.
"Assalamualaikum,"
"Waalaikumsalam..." Zeita dan Danang menjawab salam bersamaan, menatap Lala yang melangkah mendekat membawa telepon rumah tanpa kabel di tangannya.
"Maaf mengganggu sebentar, tapi ada telepon untuk Zeita." Ucap Lala yang tampak gusar, kini tatapan beralih pada Zeita.
Aden memperhatikan Zeita yang melangkah beberapa jauh dari serambi mesjid dengan telepon di tangannya, gadis itu mengangkat telepon di tempat yang lebih dekat ke arah Aden. Sehingga samar-samar Aden masih mendengar suara gadis itu.
"Mm.... Ya, baik Ma... Bagaimana Zeny? .... syukurlah,... Mm?...." Zeita tampak membeku di tempatnya, gadis itu mencengkram gagang telepon sampai buku-buku tangannya memutih. Aden bisa melihat bibir gadis itu gemetar, bahkan sekujur tubuhnya juga. Sementara matanya berkaca-kaca.
Telepon itu lepas begitu saja dari tangan Zeita dan jatuh ke rerumputan, Aden menegakan tubuh melihatnya. Apa yang terjadi? Kenapa Zei...
Aden mematung, menatap buih-buih air mata mengalir dari sudut mata Zeita, bahkan gadis itu jatuh lemas duduk di rerumputan. Aden sudah hampir berlari mendekat, tapi Lala sudah terlebih dahulu menghampiri Zeita dan memeluknya erat. Bahkan Lala juga ikut menangis seraya berusaha menenangkan Zeita yang ada di dalam pelukannya.
"Pa... Papa..." Samar Aden bisa mendengar ucapan Zeita di antara Isak tangisnya yang begitu pilu.
🌹
"Pakai ini Zei," Lala mengepalkan sejumlah uang ke tangan Zeita dan menggenggamnya, Zeita menatap Lala bingung dengan wajahnya yang sembab.
"Jangan tersinggung ya Zei, kamu bisa menganggap ini pinjaman ataupun pemberian. Toh kamu bisa mengembalikannya kapan saja. Pakai ini untuk ke Berlin, aku tau kamu kuat dan tegar. Temani Tante dan Zeny, juga temui paman. Jangan nangis lagi dong Zei..." Lala mengusap pipi Zeita Zeita yang kembali basah oleh air mata, gadis itu beringsut dan memeluk Zeita.
"Makasih Lala."
Aden menghentikan langkah, menatap Zeita yang duduk termenung di lantai kayu gazebo. Kakinya menendang-nendang kerikil kecil, sementara rambut panjangnya yang di biarkan tergerai bergerak-gerak dipermainkan angin.
Aden menghela napas dan mengatur senyumnya, segera melangkah mendekat. Menyadari kehadiran Aden gadis itu mengangkat wajah dan tersenyum, bangkit dari duduknya.
"Kamu sampai jauh lebih pagi dari waktu janjian kita," kata Aden begitu sampai di hadapan Zeita, gadis itu tersenyum meski wajahnya masih terlihat sembab.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karena Kita Bertemu (Completed)
Chick-LitHidup Zeita jungkir balik dalam sekejap mata. Perusahaan orang tuanya bangkrut, membuat Ia harus berpisah dengan kedua orang tuanya dan tinggal bersama sahabat masa kecilnya untuk sementara waktu. Banyak hal terjadi dan juga pertemuan dengan orang-o...