Siang ini Aden akan menjalankan operasi, sebenarnya Zeita ingin menginap di rumah sakit dan berniat menemani Aden sampai waktu operasi. Tapi pemuda itu tidak mengijinkannya, Ia ingin Zeita sekolah, dan baru boleh ke rumah sakit setelah jam pelajaran selesai.
"Belajar yang rajin, raih mimpimu dan juga perbanyak teman. Oke?" Kata Aden yang kemarin sore menolak saat Zeita ingin ikut mengantar kembali ke rumah sakit. Gadis itu menatap dengan sorot mata sedih bahkan nyaris menangis, tapi Aden malah tersenyum lebar seraya menangkup kedua pipi gadis itu. Menatap lekat dengan sorot mata dalam yang juga berkaca-kaca, terkekeh kecil seraya menepuk lembut puncak kepala Zeita.
Zeita nyaris tidak mendengarkan penjelasan guru mata pelajaran biologi yang tengah menerangkan di depan kelas, pikirkannya sedang tidak berada di sana. Nanti sepulang sekolah Ia akan langsung ke kebun untuk memetik mawar dan segera menuju rumah sakit tanpa harus mengganti baju dulu.
"Cantik sekali," Aden tersenyum hangat, berjongkok menatap tiga bunga mawar yang mekar sempurna di hadapannya. Sore itu setelah pulang dari danau, mereka melihat mawar yang di tanam bersama. Zeita yang berjongkok di sebelahnya balas tersenyum sumringah, bergantian antara menatap Aden dan juga bunga mawar.
"Bagaimana kalau aku memetik bunga itu dan membawanya ke rumah sakit? Pasti akan cantik di simpan di vas di dalam ruang rawatmu, wanginya juga semerbak." Gadis itu menatap berbinar, Aden menoleh menatapnya lalu terkekeh.
"Boleh, asal kamu mau mengganti rugi," Kata Aden, Zeita menjentikkan jari dengan mudah.
"Tentu saja, apa yang harus ku lakukan untuk mengganti rugi kali ini?"
"Bahagia." Jelas Aden. Tatap matanya jauh menelusuk relung hati terdalam Zeita. Gadis itu tertegun, lalu tenang Zeita menganggukkan kepala.
"Ya, aku berjanji." Ucap Zeita sementara Aden tersenyum begitu cerah meski terdapat kabut dalam matanya, pemuda itu tidak lagi bicara hanya terkekeh kecil tanpa mengalihkan perhatiannya dari mata Zeita.
"Zeita," suara panggilan itu membuyarkan lamunan Zeita, gadis itu mengangkat kepala dan melihat ibu wali kelasnya memasuki kelas.
"Ada yang menjemput, kamu boleh pulang lebih awal," ucap ibu wali kelas sambil menoleh ke pintu, tatapan Zeita ikut beralih ke pintu kelas dan menemukan sosok yang di kenalnya di sana. Itu Danang, dan senyuman Zeita memudar.
🌹
Zeita berlari serampangan semenjak keluar dari mobil yang di kendarai Danang untuk menjemputnya, menerobos setiap lorong koridor rumah sakit. Bahkan beberapa kali nyaris jatuh dan menabrak orang yang berlalu lalang di sana, jantungnya berdegup begitu kencang sampai Ia merasa tangannya kebas dan tubuhnya terasa begitu dingin.
"Hati-hati Zeita," teriak Danang pada Zeita yang berkali-kali hampir jatuh terjerembab, namun gadis itu tidak mendengarkannya.
Di sana, kamar rawat Aden di sana. Beberapa langkah lagi untuk sampai, Ia melihat sosok Lala yang berdiri di luar ruang rawat. Seakan menunggunya. Lala yang menyadari kedatangan Zeita ikut lari mendekat, menghambur memeluk Zeita.
"Tawakal Zeita, tawakal." Ucap Lala dengan isak tertahan, Zeita berusaha melepaskan pelukan Lala, memberontak namun Lala tidak melepaskannya.
"La, aku..."
"Aden sudah di panggil Allah Zeita..." ucapan Lala membuat sekujur tubuh Zeita mengigil, seperti ada yang menarik sesuatu dari ujung kaki sampai kepalanya.
''Innalilahi wa Inna ilaihi Raji'un,'' ucap Danang yang berhasil menyusul langkah Zeita.
Kegelapan dunia seakan runtuh dan menimpa Zeita, seperti ada yang dengan kejam merobek jantungnya secara paksa, menyebarkan setiap rasa sakit ke seluruh tubuhnya tanpa ampun. Zeita melepaskan diri, hendak berlari memasuki ruang rawat Aden tapi langkahnya terhenti karena bersamaan dengan itu beberapa perawat dan dokter keluar dari dalam ruangan sembari membawa ranjang dorong. Menghentikan langkahnya, menghadapkannya dengan sosok yang terbaring tertutupi kain putih. Menghentak jantungnya sampai tatapan Zeita kosong seketika, seakan seseorang baru saja memukul jantungnya dengan begitu keras. Di susul Bunda Aden yang juga ikut melangkah keluar dengan berurai air mata.
Zeita mematung, Bunda Aden yang menyadari kehadiran Zeita berlari ke arahnya dan merengkuh gadis yang seakan kehilangan separuh nyawa itu.
"Ini bohong." Zeita menggeleng, sementara air matanya sudah merebak.
"Aden membaik, dia mau operasi kan bunda?"
"Aden sudah tidak sakit lagi sekarang, ikhlaskan dia Zeita." Ucap bunda yang merengkuh Zeita dalam pelukan erat. Zeita menatap nanar, sementara Lala juga ikut memeluknya. Mata Zeita nanar oleh air mata, kedua tangannya terkulai.
Jangan menangis Zeita...
Ucapan Aden memasuki telinganya, membuat Zeita tersentak. Jadi, Aden sudah tau? Ia sudah tau kalau Ia akan pergi? Beberapa ingatan tentang tingkah dan ucapan Aden sepanjang hari kemarin bersamanya memasuki kepala Zeita, pemuda itu telah memberinya banyak tanda. Aden tau, bahwa ia akan meninggalkan Zeita.
Bunda membantu Zeita menghampiri brankar, Bunda hendak membuka kain putih yang menutupi tubuh yang terbaring di atas ranjang, namun Zeita menahan tangan Bunda. Gadis itu menggeleng, sementara tubuhnya gemetar.
"Aku... belum siap..." Zeita tercekat, seakan ada bongkahan batu yang menekan ulu hatinya sampai menarik napas sedikit saja sakit sekali. Meskipun siapapun tau, itu akan jadi terakhir kalinya Ia bisa melihat Aden.
Lala membantu merangkul Zeita, menguatkannya. Tatapan Zeita nanar, menatap seraut wajah yang ada di balik kain putih. Seraut wajah yang selalu menatapnya dengan begitu hangat, kini kedua matanya terpejam dan Ia tidak akan lagi terjaga. Tampak begitu tenang, seakan Ia sedang tertidur dengan damai.
"Kenapa, kenapa Aden meninggalkanku? Kenapa bunda?" Lirihnya, Ia tidak lagi bisa mengendalikan jantungnya yang berdenyut begitu pilu. Zeita melepaskan diri dari rangkulan Lala dan bunda. Setengah berlari pergi, tapi kakinya gontai, Ia nyaris jatuh kalau Danang tidak meraihnya. Tas Zeita lepas, bahkan buku-buku jatuh berserakan di lantai dari dalam tas yang tidak sempat di resleting karena terburu-buru.
Tatapan Zeita tertuju pada salah satu lembar buku yang terbuka, gadis itu melepaskan diri dari Danang dan meraih buku itu. Buku milik Aden, ada tulisan baru yang tidak di ketahuinya. Bahkan ada mawar kering yang di berikannya kepada Aden juga. Kapan pemuda itu menulisnya?
"Apapun yang akan terjadi besok, percayalah aku akan tetap bersamamu. Zeita permataku yang berharga, aku mencintaimu." Zeita jatuh terduduk, tergugu dengan pandangan mengabur, buih-buih air mata berjatuhan ke lembaran buku. Gadis itu mengusapnya dengan cepat, tidak mau mengotori buku. Lalu memeluknya erat, menangis keras mengeluarkan seluruh perasaannya.
"A.... Aden..... Aden....." Kali ini Zeita tidak berontak ketika Lala kembali memeluknya, membiarkan Zeita menangis meraung dalam pelukannya. Mengeluarkan seluruh ketidakberdayaannya karena seseorang yang begitu berharga baginya telah pergi, Ia yang sekalipun Zeita harus meneriaki langit ataupun meratapi bumi tidak akan kembali.
Ia yang mau sekeras apapun di panggil namanya tidak berbelas kasih untuk menjawab, Ia yang semengerikan apapun kerinduan setelah kepergiannya tidak akan sekalipun muncul untuk sekedar menghibur dan menghapus air mata Zeita. Ia sudah tidak bisa di rengkuh, Ia yang senyum dan suara tawanya memudar tersapu bisik angin.
🌹
KAMU SEDANG MEMBACA
Karena Kita Bertemu (Completed)
Chick-LitHidup Zeita jungkir balik dalam sekejap mata. Perusahaan orang tuanya bangkrut, membuat Ia harus berpisah dengan kedua orang tuanya dan tinggal bersama sahabat masa kecilnya untuk sementara waktu. Banyak hal terjadi dan juga pertemuan dengan orang-o...