"Perusahaan Papa bangkrut." Mama menunduk, terduduk lesu di sofa.
Mata Zeita terbelalak, menatap Mamanya tak percaya."Mama bercanda kan?" Sergahnya berharap semua ini mimpi buruk di siang bolong, lelucon yang tidak lucu. Namun Mama menggeleng, menatap mata Zeita lekat-lekat.
"Kita terpaksa harus meninggalkan rumah sore ini juga. Untuk sementara kamu dan Zeny akan tinggal di rumah Lala. Besok Mama akan menjemput Zeny, tapi kamu harus menunggu sedikit lebih lama di sana sampai Mama menjemputmu kembali."
"Omong kosong! Mana Papa? Kenapa Mama hanya akan membawa Zeny dan meninggalkan Zei sendiri?" Zeita bangkit dengan amarah memuncak, matanya berkilat marah.
"Mama dan Papa akan mengurus penerbangan ke Jerman, saat keadaan membaik Mama akan membawamu Zeita. Kamu harus mengerti kondisi keuangan kita saat ini," Mama mencoba membuat putrinya mengerti.
Mata Zeita terasa panas, tapi Ia tidak biasa menangis. Ia sama sekali tidak cengeng, tapi tetap saja hatinya terasa begitu pedih.
"Pergi saja, jangan pedulikan Zei. Zei berkemas sekarang." Zeita melangkah cepat menaiki lantai dua rumah mewahnya, meninggalkan Mama yang memanggil-manggil namanya. Juga Lala yang sedari tadi duduk dalam diam di sana.
🌹
Zeita memangku adiknya Zeny yang tertidur sepanjang perjalanan menuju rumah Lala yang berada diluar kota. Zeny berumur lima tahun dan juga baru mulai masuk taman kanak-kanak beberapa Minggu lalu.
Sedangkan Zeita berusia tujuh belas tahun, kelas tiga SMA. Dan sekolahnya berakhir begitu saja tanpa perpisahan. Mama akan mengurus surat kepindahannya.
Lala adalah teman masa kecil Zeita sewaktu orang tua mereka masih sama-sama tinggal di kota Bandung, sebelum akhirnya Lala dan orang tuanya pindah ke kota berbeda dan begitu pula Zeita dan orang tuanya. Dan sampai saat ini mereka masih punya hubungan yang terjaga baik, meskipun begitu Zeita belum pernah datang ke tempat tinggal baru Lala.
"Kita sampai Zei," Lala membantu membawa turun barang-barang Zeita dari mobil, gadis berkerudung itu tersenyum ramah menatap Zeita.
Zeita mendongak dengan Zeny dipangkuan, rumah Lala ternyata berada tepat dibelakang sebuah pesantren. Kadang Lala masuk ke rumahnya melewati pintu depan gerbang pesantren. Rumahnya sederhana namun terlihat nyaman dengan ukiran-ukiran kayu.
Ayah Lala adalah pemilik pesantren itu, beliau wafat beberapa tahun lalu dan Ibu Lala lah yang memegang pesantren itu sekarang.
"Ayo masuk Zei," ajaknya lembut, Lala membuka pintu gerbang pesantren mempersilahkan Zeita masuk.
Penampilan Zeita tampak sangat berbeda diantara para santriwati yang berjilbab, dan juga santriwan yang memakai baju koko juga sarung yang baru selesai mengikuti pengajian. Zeita tidak berjilbab, dan gadis itu juga tidak peduli, tepatnya Ia tidak menyadari sama sekali seluruh perhatian yang tertuju padanya. Hatinya terlalu kebas untuk memperhatikan apapun disekelilingnya.
🌹
"Zei, di sini rawan penyakit malaria dan demam berdarah. Kurasa kamu harus membeli lotion anti nyamuk untuk Zeny." Kata Lala setelah mereka di kamar baru sementara Zeita yang bersebelahan dengan kamar Lala. Dulu itu kamar kakak perempuan Lala, tapi Ia sudah menikah dan kini tinggal di kota lain bersama suaminya.
Zeita menoleh menatap Zeny yang tertidur pulas, tentu Ia tidak ingin adiknya sakit.
"Di mana aku bisa membelinya?"
"Kampung sebelah, aku akan mengantarmu. Stok punyaku juga sudah habis, aku lupa tadi tidak sekalian membeli sebelum pulang."
"Kampung sebelah? Sejauh itu?" Zeita menatap Lala tak habis pikir. Lala tersenyum kecil.
"Kamu kan tau sendiri letak pesantren ini cukup terpencil? Warung di sekitar sini masih jarang, kita akan pergi sehabis isya. Bagaimana?" Tanya Lala. Zeita menghela napas, mau bagaimana lagi? Gadis itu mengangguk mengerti.
"Ini, nanti di pakai ya," Lala memberikan sesuatu ke tangan Zeita. Zeita menatap benda di tangannya dengan alis bertaut.
"Apa ini?" Tanyanya. Kini giliran Lala yang menatapnya bingung.
"Kamu tidak tau?"
"Tidak." Geleng Zeita. Lala diam, menatapnya penuh makna. Setelahnya Lala tersenyum lembut.
"Itu mukena Zeita," terangnya.
"Oh," Zeita menggangguk kaku, pertanyaan bodoh. Batin Zeita.
"Nanti kenakan itu sehabis isya, kamu keberatan nggak memakainya waktu kita pergi nanti? Tapi kalau kamu nggak mau, nggak apa-apa di simpan saja ya." Tanya Lala tanpa sedikitpun nada tuntutan dalam suaranya, gadis itu menatap Zeita dengan sorot pengertian yang begitu hangat.
"Nggak masalah" jawab Zeita.
🌹
Lala tersenyum menatap Zeita yang melangkah keluar kamar sambil mengenakan mukena, Lala juga sama memakai mukena seperti Zeita. Dan Zeita terlihat begitu cantik mengenakannya.
"Ayo!" Ajak Lala, Zeita mengangguk lalu ikut keluar rumah beberapa langkah dibelakang Lala.
Dukk!!
Zeita jatuh bersimpuh di tanah begitu kakinya terjegal sesuatu. Gadis itu menoleh ke belakang dengan tatapan kesal dan melihat beberapa santriwati tampak tertawa. Zeita mendengus, entahlah Zeita merasa mereka dengan sengaja menjegal kakinya.Tanpa ambil pusing Zeita kembali bangkit dan mengikuti langkah Lala.
"Zei, tunggu sebentar aku lupa bawa senter." Lala yang sedari tadi jalan duluan dan tidak menyadari apa yang baru terjadi tersenyum menatap Zeita, lalu berlari-lari kecil masuk rumah.
Zeita menoleh ke sekeliling dan menyadari Ia sama sekali belum melihat-lihat sekitar semenjak datang. Hingga tatapannya tertuju pada seorang pemuda yang tengah mengajar ngaji beberapa santri di aula depan mesjid yang terbuka. Pandangan mereka bertemu, dan pemuda itu tersenyum ramah pada Zeita meskipun gadis itu hanya menatap datar tanpa merespons apa-apa. Setelahnya pemuda itu kembali fokus mengajar lagi. Sementara Zeita menghela napas, lalu memutuskan melangkah kecil sembari menunggu Lala.
Dukk!!
Lagi-lagi Zeita terjatuh, Ia menggeretakan giginya geram. Mukena pemberian Lala jadi kotor. Saat Ia mencoba bangun, seseorang menginjak mukenanya.
"Hei!" Pekik Zeita tidak terima, bagaimana bisa ada santri yang bertingkah seperti ini?
Pemuda yang tengah mengajar ngaji menyadari suara ribut-ribut dari halaman pesantren, Ia baru saja mau bangkit saat Ia melihat anak dari pemilik pesantren muncul dan menanggulangi keadaan.
Gadis dengan mukena kotor itu tampak menahan marah sampai wajahnya memerah, tapi gadis itu juga tidak berkata apapun, tidak juga membalas perlakuan buruk yang diterimanya.🌹
Zeita mengoleskan lotion anti nyamuk ke tangan Zeny yang tertidur pulas, hidupnya kini berbalik seratus delapan puluh derajat dengan kehidupannya yang biasa. Tangan Zeita berhenti tiba-tiba, matanya terasa semakin panas. Butiran bening lolos dari matanya tanpa mampu Ia cegah.
Zeita menghapus air matanya dengan punggung tangan tapi tetap saja air matanya tidak mau berhenti, Ia membekap mulut tidak mau isaknya membuat Zeny terbangun. Ia beringsut berbaring di samping Zeny lalu memeluknya lembut, Ia yakin cepat atau lambat keadaan akan membaik. Semuanya akan membaik.
🌹
KAMU SEDANG MEMBACA
Karena Kita Bertemu (Completed)
ChickLitHidup Zeita jungkir balik dalam sekejap mata. Perusahaan orang tuanya bangkrut, membuat Ia harus berpisah dengan kedua orang tuanya dan tinggal bersama sahabat masa kecilnya untuk sementara waktu. Banyak hal terjadi dan juga pertemuan dengan orang-o...