Penerimaan yang ikhlas

6 2 0
                                    

Seperti itulah Zeita memutus jarak yang selama ini sengaja di bentangkannya antara dirinya dan Danang. Zeita memilih menghampiri Danang di ujung ruangan, dan menyapa duluan.

"Cuacanya panas, apa mau turun hujan ya?" Zeita tersenyum hambar, Ia tidak pandai berbasa-basi dan yang pertama keluar dari mulutnya adalah pembicaraan tentang cuaca. Kuno sekali. Tapi Danang menatapnya tanpa berkedip, untuk kemudian terkekeh.

"Mungkin karena gunung es nya mulai mencair,"

"Hm?" Zeita menatap bingung, ternyata Danang jauh lebih aneh dan garing.

"Ah, apa yang kita bicarakan? Memalukan." Zeita menggerutu sambil merapihkan kerudungnya yang sudah rapi, Danang menggeleng-geleng menyadari betapa kakunya mereka. Tatapan mereka bertemu, dan sama-sama tertawa setelahnya. Memudarkan jarak.

"Apa yang kamu lihat?" Tanya suami Lala yang melihat istrinya tampak serius sekali memperhatikan salah satu sudut ruangan, melihat suasana yang mulai mencair di kejauhan senyuman Lala terkembang. Ia mengapit lengan suaminya sambil berdiri bersandar dengan perasaan lega, menatap suaminya dengan penuh bahagia.

"Kabar baik," jawabnya. Sang suami tidak mengerti, namun begitu Ia mengangguk sambil mengusap tangan Lala.

"Syukurlah, Alhamdulillah." Sambutnya, Lala terkekeh kecil. Kebahagiaannya lengkap sudah.

Sejak hari itu hubungan Zeita dan Danang kembali dekat layaknya teman lama yang habis berbaikan, Danang mengajar sebagai dosen di salah satu Universitas di dalam kota sementara Zeita bekerja sebagai arsitek di salah satu perusahaan di kota yang sama.

Mereka bertemu di waktu senggang, kadang Danang menjemput Zeita untuk pulang ataupun sebaliknya Zeita yang mendatangi Universitas untuk sekedar mengajak makan siang. Semua di jalani mengalir begitu saja, hampir lewat satu tahun.

Hingga Danang kembali mengutarakan niat baiknya. Sama seperti yang diutarakannya dua tahun lalu pada Zeita, Danang meminta Zeita untuk bersedia menjadi istrinya.

🌹

Danang datang bersama kedua orangtuanya ke rumah Zeita, meminta untuk meminangnya. Menyisakan Zeita yang terduduk dengan kepala tertunduk, sementara tatap matanya tak terbaca. Begitu gadis itu mengangkat wajah, Ia meminta ijin untuk berbicara sebentar dengan Mamanya.

"Aku tidak bisa Ma," geleng Zeita, Ia mengajak Mama ke teras halaman belakang untuk bicara.

"Zeita, pikirkan lagi nak," Mama mengusap lembut pipi putrinya, sementara Zeita menggigit bibir menahan perasaannya.

"Aku tidak ingin menyakitinya, aku tidak punya cinta untuk ku berikan. Ini tidak akan adil baginya." Zeita menatap nanar, Mama menggenggam jemari Zeita yang gemetar. Mama tau, putrinya itu hanya mencintai satu orang pemuda seumur hidupnya dan pemuda itu sudah lama meninggalkan dunia.

"Aku tidak pantas untuknya Ma," Zeita tergugu dalam tangis, Mama mengulurkan tangan merengkuh tubuh Zeita yang berguncang.

"Sayangku, dalam hidup ada orang-orang yang hadir tidak untuk menjadi takdir kita. Beberapa orang hadir sebagai pengalaman, pembelajaran, atau sosok yang memberimu jalan untuk menemukan takdirmu. Perantara untuk kebahagiaanmu." Mama mengusap air mata di pipi Zeita, menatap lekat wajah putri sulungnya.

"Aden tidak akan suka melihatmu terkurung oleh luka seperti ini, Ia pasti bersedih menyadari bahwa kehadirannya di hidupmu membawa duka yang begitu lama setelah kepergiannya. Bukankah Ia yang selalu memintamu untuk bahagia? Bukankah Ia selalu tidak pernah lepas berdoa agar setiap harimu di penuhi cahaya? Mama ingat semua yang kamu ceritakan tentang Aden, tapi apakah kamu sendiri melupakannya?" Tatap Mama, Zeita tercenung meresapi semua ucapan Mama.

"Zei, pemuda seperti Danang tidak mudah untuk di temukan. Ia tidak menyerah bahkan setelah bertahun-tahun kalian jauh, ataupun kamu menolaknya. Ia tetap memberanikan diri meminangmu sekalipun tau di hatimu ada nama orang lain. Ia tidak memaksakan diri, dia sabar menunggumu. Dia pemuda yang kuat dan gigih, kalau kamu melewatkannya, kelak kamu akan menyesal dan saat itu mungkin kamu sudah terlambat." Mama menatap penuh pengertian, menatap wajah putrinya yang basah oleh air mata.

"Yang pergi tidak akan kembali, maka jangan menyia-nyiakan dia yang mengulurkan tangannya dengan tulus untukmu sayang. Mama yakin bersama Danang senyummu akan kembali, tawamu akan terdengar lagi. Insya Allah." Mama menyentuh lembut pipi Zeita.

"Tapi Ma, aku takut jika perasaanku hanya akan menyakiti hatinya..."

"Tidak apa-apa Zeita, tidak apa-apa." Sebuah suara membuat Zeita dan Mama menoleh, menatap Danang yang berdiri tidak jauh dari sana.

Danang melangkah mendekat, lalu berlutut di hadapan Zeita yang duduk di kursi dengan mata yang sembab. Jemari Danang terulur, hati-hati menghapus sisa-sisa air mata di pipi Zeita. Tatapan Danang terasa begitu teduh dan tulus, perlahan memupuskan rasa takut dan ragu Zeita.

Danang bisa memilih perempuan yang jauh lebih baik darinya, Zeita yakin pemuda itu pasti memiliki banyak pilihan. Bahkan mungkin ada banyak yang menginginkan Danang untuk menjadi pendamping hidup, jadi tentu akan sangat mudah untuknya pergi setelah Zeita menolaknya. Tapi setelah mereka kembali bicara, Danang juga kembali mengutarakan niat baiknya. Pemuda itu tidak berubah.

"Kenapa kamu tetap memilihku? Aku memiliki banyak keterbatasan." Tanya Zeita.

"Karena ini kamu, karena kamu Zeita. Apa harus ada alasan lain?" Danang tersenyum lembut, sementara Zeita kehilangan kata-kata.

"Kamu akan menyesalinya,"

"Aku tau." Danang mengangguk dengan mudah meski bibirnya tetap tersenyum, Zeita menutupi mata namun bibirnya terkekeh kecil.

"Yang pergi tidak akan kembali, maka jangan menyia-nyiakan dia yang mengulurkan tangannya dengan tulus untukmu sayang. Mama yakin bersama Danang senyummu akan kembali, tawamu akan terdengar lagi. Insya Allah." Ucapan Mama terngiang di telinganya.

"Hanya cobalah untuk memberinya sedikit kesempatan, kenali secara pelan-pelan. Tidak peduli berapa lama, tidak akan ada yang memaksamu untuk terburu-buru. Siapa tau, mungkin kamu bisa menemukan kebahagiaan kecil yang tidak pernah kamu duga bersamanya? Insya Allah." Juga ucapan Lala tempo hari.

Dan ucapan Aden. "Ketika belahan jiwamu pergi, dunia tidak akan berhenti berputar begitu saja. Waktu terus berjalan, dan tidak akan menunggu. Lanjutkan hidup, dan melangkah dengan berani. Tidak peduli seberapa berat langkah yang harus di pijak. Kamu tidak akan tau kebahagiaan apa yang akan menantimu di ujung jalan. Mengerti?"

Semua kata-kata tulus dan juga tatapan mata teduh Danang memenuhi hatinya, membuat semua beban berat di hatinya pupus begitu saja, semudah itu.

Dan empat bulan setelahnya, pernikahanpun di gelar. Zeita menerima lamaran Danang. Seluruh do'a tulus terpanjatkan untuk mereka berdua.

🌹

Karena Kita Bertemu (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang