Separuh hatiku bersamamu

14 3 0
                                    

Lala melangkah menghampiri Zeita lalu memeluk bahunya, pakaian Zeita sudah kotor karena terkena tanah basah.

"Kita pulang sekarang ya Zei," ajak Lala di tengah hujan yang tidak juga berhenti, Zeita menoleh menatapnya namun satu tangannya masih menyentuh nisan kayu.

"Ku pikir semua yang ku lalui sudah yang terberat La, tapi ternyata kehilangan Aden adalah hal yang nyaris tidak bisa ku tanggung. Kalau aku masih Zeita yang sama seperti awal aku datang ke rumahmu, saat ini aku pasti sudah hancur. Habis sudah." Ucap Zeita, Lala menatap nanar mengangguk mengerti.

"Kamu punya Allah dalam hatimu, kamu tidak akan runtuh. Begitu juga cinta Aden yang akan selamanya menyertaimu sekalipun dia sudah pergi." Senyum Lala, bibir Zeita gemetar namun gadis itu juga menganggukkan kepala.

"Aden tidak ingin aku menangis, dan aku juga sudah berjanji untuk bahagia. Tapi kalau aku berduka untuk sehari ini saja, apa Aden akan memaafkan ku?"

"Berduka lah Zeita, tidak peduli berapa lama pun. Duka yang kamu tahan hanya akan menjadi luka yang tidak kunjung selesai, maka jangan membatasi dirimu. Aden sangat berharga bagimu, aku tau. Kalian punya dinding perpisahan yang panjang, tidak apa-apa untuk menangis. Semuanya manusiawi, tidak apa-apa." Lala memeluk Zeita yang kembali larut dalam tangisan, membiarkan air matanya luruh bersama tetesan hujan yang menderas.

Namun setelahnya gadis itu mau untuk di ajak bangkit, Zeita mampu berdiri sekalipun kakinya masih lemas.

Zeita menoleh ke arah nisan kayu dengan mata yang nanar oleh air mata, perpisahan selamanya? Zeita menggelengkan kepala, mengucap istighfar berkali-kali.

"Aku... pulang, assalamualaikum Aden." Zeita memejamkan mata, melangkah gontai dengan Lala yang tidak berhenti merangkul bahunya. Menjejak setiap langkah meninggalkan peristirahatan terakhir separuh hatinya. Separuh hati yang tidak akan kembali.

🌹

Danang menatap Zeita yang melangkah mendekat sambil di papah Lala di antara derasnya hujan yang turun, tampak begitu pucat seperti kehilangan separuh nyawa.

Sejak pertama kali Ia melihat Zeita di pesantren sambil memakai mukena malam itu, ketika gadis itu terjatuh karena di jegal beberapa santriwati. Danang tidak pernah mengerti mengapa hatinya tidak pernah sama lagi. Bahkan sikap dingin gadis itu sama sekali tidak berpengaruh padanya.

Zeita bukan gadis idamannya, Ia tidak berjilbab, ibadahnya masih kurang, bahkan tidak pula pandai mengaji. Tapi hati sama sekali tidak bisa di ajak kompromi, Ia memilih tanpa perlu mata sebagai penilai.

Namun begitu Danang mengelak pada semua tanda yang masuk ke hatinya. Ia paham agama, mengerti setiap batasan-batasan, maka Danang meredam semuanya. Menyerahkan seluruh hati dan segala perasaan yang berada di dalamnya kepada Sang Maha Pencipta.

Maka ketika suatu hari ayahnya meminta Danang untuk meminang Lala, Danang tidak menolak. Permintaan ayahnya masuk akal, Lala adalah anak dari mendiang sahabat ayahnya, juga gadis yang taat beragama, gadis saleha yang tau sopan santun. Menantu idaman setiap orang tua, sempurna.

Pertunangan itu terjadi, semuanya berjalan lancar meskipun Danang di buat bingung dengan kesadaran bahwa hatinya tidak ikut memilih Lala. Tapi tidak apa-apa, semuanya akan baik-baik saja.

Lagipula Zeita juga memiliki Aden, gadis itu tampak begitu bahagia dan jauh lebih ceria setelah mengenal pemuda itu. Aden adalah pemuda yang sangat baik, tidak akan ada keraguan bahwa Zeita akan selalu bahagia bersama Aden.

Namun sekarang Zeita kembali jatuh, pemuda yang di kasihinya telah berpulang atas takdir yang sudah di tetapkan. Kesedihan Zeita yang entah bagaimana juga membuat Danang merasa terluka, menatap punggung ringkih gadis itu gemetar menahan Isak tangis. Begitu pilu dan menyakitkan.

Danang tidak mengerti bagaimana Lala bisa membaca hatinya, apa semuanya terlalu jelas sampai Lala langsung mengetahuinya? Tapi melepaskan pertunangan mereka sama sekali tidak pernah sekalipun muncul dalam pikirannya meski sekilas, Ia bertanggung jawab pada pilihan yang sudah diambilnya. Tapi Lala tampak tidak akan menarik kata-katanya, gadis itu tau apa yang diucapkannya.

Danang menunduk, Ia hanya manusia biasa yang juga tidak luput dari dosa. Bukan manusia sempurna, mungkin tanpa sadar Ia juga telah menyakiti Lala atas ketidakjujuran akan perasaannya. Sekarang, apapun yang di gariskan Ia akan menjalaninya sepenuh hati.

🌹

Zeita berdiri di tengah perkebunan bunga di dekat gazebo dengan lantai kayu, jilbab biru langit yang dikenakannya bergerak-gerak sesekali terkena hembusan angin. Tasbih biru melingkari pergelangan tangan kanannya.

Matanya menerawang, memandangi tempat yang sama sekali tidak asing dan tidak akan pernah asing baginya. Tempat di mana semua kenangan dan kebahagiaan tak terduga nya berkumpul, tempat di mana Ia biasa menghabiskan waktu dengan seorang pemuda dengan senyum sehangat mentari. Pemuda dengan sorot mata seteduh awan putih, pemuda yang menjadi alasannya bangkit dari keterpurukan. Pemuda yang memiliki separuh hatinya.

Ia mengajarinya bersemangat untuk menjalani hari, Ia yang mengembalikan senyum dan tawa bahagianya, dan salah satu alasan Zeita menemukan cahaya yang menuntunnya untuk Istiqomah.

"Seseorang pernah berkata bahwa jika aku membutuhkan sesuatu, atau seseorang untuk tempat bercerita atau apapun. Aku tau bisa menemukannya di mana, dan kini menyadari seberapa sering pun aku datang, dia tidak ada di sini. Rasanya sangat aneh, seperti kehilangan potongan puzzle yang tidak akan pernah sempurna."

Sudah enam tahun berlalu sejak Aden meninggalkannya, tapi rasanya Aden tidak pernah pergi. Zeita masih bisa mengingat senyum dan tawanya, semangat pemuda itu selalu menyertainya layaknya hembusan angin.

Kebun bunga itu masih terawat rapi, kini ada beberapa pekerja bunda yang juga di tugaskan khusus untuk merawat kebun ini. Memastikan kebun bunga peninggalan putranya tetap terjaga.

"Zeita," suara halus itu menyadarkannya dari lamunan, Zeita menoleh dan serta merta senyumnya terkembang.

"Apa aku membuatmu menunggu terlalu lama?" Tanya Zeita.

Danang balas tersenyum, menggelengkan kepala sambil melangkah mendekat.

"Tidak sama sekali," jawabnya.

🌹

Karena Kita Bertemu (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang