Zeita menghela napas panjang seraya kembali menatap menerawang ke sekeliling kebun bunga, lalu merasakan Danang yang berdiri di sampingnya perlahan menggenggam tangannya.
Mereka baru satu bulan menikah, dan Zeita butuh waktu untuk belajar mencintainya. Sampai saat ini nama Aden masih memenuhi hatinya, dan Danang juga tau. Meskipun begitu Danang tidak keberatan, karena Ia tau kalau Zeita juga tengah belajar untuk mencintainya.
"Aku berjanji ini terakhir kalinya aku mengenang masa lalu." Ujar Zeita. Danang menoleh menatapnya.
"Mengapa begitu?"
"Tidak ada seorangpun yang ingin hati kekasihnya terbagi, dan aku tidak ingin melukaimu oleh bayang-bayang masa lalu." Kata Zeita, perlahan bibir Danang mengukir senyum.
"Dia telah membantumu menjadi pribadi yang lebih baik, dia mengembalikan senyum, tawa, dan semangatmu. Bagaimana mungkin aku merasa terbagi?" Tanya Danang,
"Aden adalah bagian dalam hidupmu, genggam Ia dan jangan lepaskan." Tatap Danang, sementara Zeita menatap tidak mengerti.
"Cukup berikan aku sebagian tempat lagi dalam hatimu, dan aku akan hidup untuk menggantikannya menjagamu." Senyum Danang. Air mata Zeita luruh, haru memenuhi dadanya. Lembut Danang menghapus air mata di pipinya.
"Semoga keyakinan ini tidak hanya bertahan selama satu bulan, semoga aku akan selalu mengasihimu sepanjang usiaku Zeita." Do'a Danang. Zeita mengangguk mengaminkan, berangsur ke dalam pelukan suaminya. Mengucap syukur karena Allah memberinya seorang suami yang amat memahaminya.
"Semoga aku juga menjadi istri yang bisa mendampingimu hingga ke surga." Bisik Zeita.
"Insya Allah bidadariku," Danang mengaminkan. Ia merenggangkan pelukan, lalu mengecup penuh sayang dan juga hormat dahi istri tercintanya.
"Ah, aku membawa ini," Danang mengulurkan sesuatu di tangannya, Zeita menunduk menatapnya. Untuk kemudian matanya melebar, meraih permen berbentuk sedotan dan juga beberapa lembar foto.
"I-ini... Bagaimana kamu..." Zeita mendongak menatap wajah suaminya yang tersenyum hangat, jemari Danang terulur membelai lembut kepala Zeita yang mengenakan jilbab.
"Itu permen kesukaanmu kan?" Tatap Danang, dan Zeita mengangguk sementara matanya masih menyiratkan tanya. Karena hanya satu orang saja yang mengetahui bahwa itu permen kesukaan Zeita, dan orang itu sudah lama meninggalkan dunia.
Danang mengerti arti dari tatap mata Zeita, "Aden yang memberitahuku," ujar Danang yang membuat Zeita tercengang.
Danang terkekeh kecil lalu menghela napas.
"Di malam sebelum Aden meninggal, dia mengirimiku pesan yang berisi tentangmu. Juga pintanya untuk selalu menjagamu."🌹
Malam itu setelah kembali ke rumah sakit, Aden memasuki kamar mandi yang berada dalam kamar rawatnya untuk berganti baju dengan pakaian rumah sakit. Untuk kemudian menyadari keadaannya saat matanya menatap kaca wastafel, Ia kembali mimisan.
Aden menunduk, membasuh darah yang terus mengalir dari hidungnya dengan air mengalir sambil sesekali melihat pantulan wajahnya di cermin. Memastikan tidak ada tetesan darah yang mengenai pakaian rawatnya yang baru di ganti.
Ia termenung lama, untuk kemudian meraih handphonenya yang di letakkan di pinggir wastafel. Menatap nomor Danang yang siang tadi di simpan Zeita di handphonenya, dan teringat beberapa waktu lalu setiap Ia melihat Danang saat mengajar ngaji Zeita.
Aden bisa saja salah, tapi Ia juga laki-laki dan merasa kalau sekalipun sikapnya biasa saja, tatapan mata yang tulus tidak akan pernah berdusta.
Aden terkekeh kecil, mengusap matanya yang mulai basah oleh air mata. Kemudikan sibuk menggerakkan jarinya di layar handphone sambil berdiri bersandar, tersenyum seraya terus mengetikkan pesan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karena Kita Bertemu (Completed)
Chick-LitHidup Zeita jungkir balik dalam sekejap mata. Perusahaan orang tuanya bangkrut, membuat Ia harus berpisah dengan kedua orang tuanya dan tinggal bersama sahabat masa kecilnya untuk sementara waktu. Banyak hal terjadi dan juga pertemuan dengan orang-o...