OO3

784 56 0
                                    

Semalaman sejak pulang dari klub, Jay hanya merenung dan tak mencoba untuk pergi tidur, padahal dia ada meeting penting besok

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Semalaman sejak pulang dari klub, Jay hanya merenung dan tak mencoba untuk pergi tidur, padahal dia ada meeting penting besok.

Ia hanya terus berpikiran tentang gadis itu. Bagaimana bisa seorang gadis berhasil menggoda seorang Jay. Padahal dia ini adalah salah satu orang yang susah untuk jatuh cinta.

Kesal karena terus-terusan memikirkan hal tidak penting, Jay memilih untuk mengganti pakaiannya dan berniat pergi bekerja.

Saat membuka bajunya, Jay yang tadinya berniat melempar baju itu ke tempat baju cucian tidak jadi. Tangannya menggenggam erat kain itu.

Ada aroma gadis itu yang masih melekat di baju tersebut.

Namun, pada akhirnya tetap saja Jay membuang jauh pikirannya dan melemparkannya ke dalam cucian.

"Tidak penting."




"Tumben sekali kau telat di meeting kali ini. Bukankah seorang Jay yang kukenal adalah budak pekerjaan?" sindir seseorang.

Jay hanya menghela pelan menanggapi teman kerjanya tersebut, mereka sudah berteman lumayan lama. Jadi tidak heran dengan sifat keduanya.

"Aku hanya lelah."

"Seorang Jay tidak mengenal kata lelah di dalam hidupnya," sindir kembali teman kerja Jay— Henry.

Kesal dengan perkataan Henry, Jay melayangkan sebuah kertas ke wajah orang di depannya itu. "Berisik!"

Henry hanya tertawa keras dan berhenti seketika. "Oiya, apa kau sudah menghubungi istrimu? Kabarkan tentang keputusan meeting kali ini jika kau akan lama disini."

Diam. Jay tidak mendengar perkataan Henry, dan lebih fokus pada dokumen-dokumen di atas meja kerjanya.

"Susah sekali memang mempunyai suami sepertimu, untung istrimu itu penyabar."

'Kau mau minum denganku, hm?'

Sekilas wajah Niki menghiasi pikirannya, berhasil membuat Jay menghentikan jarinya. Dia menggeleng, mencoba kembali fokus dengan meminum segelas air.

Henry hanya menilik itu semua dengan diam. Dia curiga.

'Niki.'

"Niki...?" gumam Jay tanpa sadar, dia tiba-tiba saja melamun dan bergumam sendiri.

"Kau sepertinya harus dibawa ke psikiater, Jay."

Jay melirik sengit Henry. "Pergi dari ruangan ku."

Henry berdecak dan dengan wajah dongkol dia meninggalkan Jay yang terus menghela napas panjang tak terhitung berapa kali. Setelah pintu berhasil ditutup Jay hanya mengusap rambutnya ke belakang dan dia menyenderkan punggungnya ke bangku kerja miliknya.

"Pening sekali kepalaku. Apa gara-gara minum?" gumam Jay. Dia memejamkan matanya sesaat. Hingga kembali menampilkan wajah Niki yang sedang tersipu karena ciuman mereka.

Jay menggebrak meja. Dia menghela kasar, berjalan keluar ruangannya mencari udara segar. Karena dia merasa aura jahat mengelilingi tubuhnya, dan dia tak mau jika hal itu terjadi.

Jatuh cinta.

•••

Malam itu terlihat menyedihkan karena Jay makan malam sendiri di sebuah restoran mewah. Tanpa satupun teman atau keluarganya, dia hanya sendiri. Memakan tanpa selera dan memikirkan kembali pekerjaan.

Jika Henry mengatakan bahwa dia adalah budak pekerjaan, maka itu benar. Jay terlalu ambisius. Dia akan terus melakukan apapun yang ingin dapatkan.

Tapi, apakah mendapatkan cinta juga dia akan seperti itu?

Pemandangan seorang gadis membuatnya semakin gelisah. Gadis itu bukan Niki, tapi Jay dapat melihatnya gadis itu seperti Niki. Dengan sikap menggodanya itu, bukanlah hal yang susah untuk kembali menggaet lelaki lain.

Jay berdecak. "Ck, dia pasti mahir dalam hal itu. Mencoba satu-persatu pria di dunia ini."

Walaupun berkata seperti itu, Jay justru membayangkan hal berbeda. Dia membayangkan jika Niki memang bersama dengan pria hidung belang dan memanfaatkan gadis itu.

"Bukankah hal itu tidak boleh terjadi. Bagaimana jika dia terjerumus ke jalan yang salah? Bagaimana jika dia berhasil dimanfaatkan oleh pria jahat dan dijadikan budak?" gerutu Jay, dia melamun hanya memikirkan hal tidak berguna itu.

"Bagaimana gadis seperti dia melakukan hal itu..." Jay meletakkan sendoknya dengan cepat. Dia baru tersadar terus memikirkan gadis itu.

Tangannya mengepal erat. Jay menggertakan giginya kesal. Kemungkinan buruk akhirnya terjadi.

Mau menolak bagaimanapun juga, Jay tahu dirinya telah jatuh hati pada gadis itu. Tapi, di sisi lain dia justru menyadari apa akibat dari perasaannya ini. Dia tidak mau membuat seseorang sedih.

Tapi, tidak bisakah Jay sekali saja membahagiakan dirinya sendiri dengan mengejar gadis itu. Dia hanya ingin merasakan sensasi aneh saat dia bersama gadis itu. Jay hanya ingin merasakan yang namanya jatuh cinta.

Hanya itu.

"Aku muak dengan perasaan ini. Seolah kapanpun membunuh diriku secara perlahan." Jay membuka jasnya dan menatap ke arah luar jendela. Air hujan terus mengguyur tanah di luar, semakin mendukung perasaan gundah Jay detik itu.

"Aku ingin melakukannya," lirihnya.

•••

Tatapan Jay hanya datar saat tiba di dalam klub. Dia hanya duduk di pojokan dengan segelas wine di hadapannya. Ia mencoba mencari gadis itu, tapi daritadi dia tidak melihat sama sekali orang tersebut.

Apa sia-sia saja perjuangannya hari ini?

Tidak. Jay akan menunggunya.

Seorang gadis penggoda datang padanya dengan pakaian minim bahan. Jay hanya menatapnya saja. Si gadis itu terus merayu untuk ajakan berdansa di tengah riuh pikuknya orang-orang yang tengah bersenang-senang dengan musik berdentum.

"Tidak, aku tengah menunggu kekasihku."

Jay mengerjap. Secara tidak sadar mengatakan hal aneh dan dia menyesali perkataannya.

Karena kesal sendiri menunggu Niki, Jay memilih untuk pergi. Dia mungkin akan datang lain kali. Masih banyak waktu untuk bertemu dengan Niki.

Sepertinya takdir tengah berpihak padanya, Jay bertemu dengan Niki di depan klub saat lelaki ini berniat pergi.

Pada detik itu juga Jay merasa bunga-bunga bermekaran di perutnya. Dia merasa seperti menemukan setangkai bunga indah di tengah tumbuhan yang sudah mati. Dan akhirnya Jay kembali sadar.

Jika mencintai seseorang ternyata se-menyenangkan itu.

"Waktu itu sepertinya aku meninggalkan sesuatu."

"A-apa?"

"Hatiku, sepertinya kau yang mengambilnya."

A Mistaken Relationship [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang