Bagian III - Syarat-Syarat

211 12 0
                                    

"Kamar kita terpisah." Tay benar-benar mendeklarasikan bahwa pernikahan mereka hanya sekadar formalitas publik.

Tay tidak ingin memikirkan apa pun. Semuanya harus segera kembali berjalan seperti semula. Ia tidak peduli jika ada seseorang yang sekarang tinggal satu atap dengannya. Ia hanya ingin New tidak menghalangi jalannya. Rumah miliknya yang lebih mirip penthouse sangat mendukung terjadinya minim interaksi di antara mereka. Pada hari-hari tertentu pun ia lupa jika dirinya sudah memiliki seorang suami yang kini tinggal satu atap dengannya. Para asisten rumah tangga tidak ada yang berani berkomentar karena mereka Tay bayar untuk bekerja, bukan bergosip. Tay hanya akan mengajak berbicara New ketika ada hal penting yang menyangkut reputasinya and New will play along.

Tidak perlu waktu lama berita pernikahan mereka mulai menyebar di kalangan pebisnis. Banyak dari mereka yang mencoba untuk mencari celah untuk mengambil hati pasangan berpengaruh tersebut karena siapa yang tidak mengenal Tay Tawan pebisnis sukses sejak usianya masih dua puluhan dan juga New Thitipoom yang terkenal jenius dalam bernegosiasi. Meski demikian, Tay tidak lantas membawa New ke setiap pertemuan. Ia hanya akan mengajak New apabila ada permintaan secara khusus dari pihak koleganya.

Pada saat-saat seperti ini Tay baru akan bersikap lebih manusiawi selayaknya pasangan, "Perkenalkan, New Thitipoom." Tangannya akan secara natural melingkar ke pinggang New dan gerakan-gerakan kecil untuk meyakinkan orang-orang yang mengawasi mereka.

"Suamimu itu ... sangat pandai mencari muka, bukan?" Saat ini bukan Tay yang ada di samping New, melainkan Off Jumpol.

New tahu ucapan-ucapan seperti ini akan meluncur dari mulut sosok lelaki yang mengaku sebagai sahabat Tay ini.

"Aku dapat melihatnya."

"Jadi, bagaimana tinggal bersama Tay sejauh ini."

"Jawaban seperti apa yang kau inginkan?" Off menyesap isi gelasnya, mengangkat bahu. Sejenak pandangannya menyapu isi ruangan sebelum kembali pada New.

New merenungkan sikap Off terhadap dirinya. Jika ia ingin, dapat dengan mudah New simpulkan, bahwa Off tidak memiliki rasa tertarik dengannya atau justru lebih tepat jika New katakan sebagai tanda ke tidak sukaan.

"Nothing much," jawaban tak berarti tersebut sudah cukup memuaskan bagi Off.

"Hope you can do better." Dengan itu New berdiri seorang diri.

Do better? What is supposed to mean? New yakin tidak ada yang bisa diperbaiki. Hidupnya telah berubah secara paksa. Harusnya ia bersama seseorang yang bisa menghidupkan hari-harinya, tapi justru ia terjebak dengan situasi perjodohan konyol ini. Jika seseorang harus melakukan lebih baik, maka orang tersebut seharusnya adalah Tay Tawan.

"For God sake. Bisakah kau diam di satu tempat saja?!" New tidak akan pernah mengucapkan maaf.

"Aku ingin pulang."

"Haruskah kau seperti ini setiap saat? Kita baru sampai satu jam lalu." Tay tidak pernah mengharapkan banyak hal dari New, ia hanya ingin New menurut padanya.

"Dang it."

"Perhatikan sikapmu!"

"Tawan!" Sosok lelaki tinggi menyapa mereka.

"Luke, kapan kembali dari Jepang?"

"Dua hari yang lalu. Meski aku ingin kembali as soon as I've heard that you're married." Mereka saling bertukar tawa. "What a supprised."

New merasakan tatapan seakan-akan menilainya dari ujung kaki sampai ujung kepalanya. Bukan hal yang mengejutkan.

"Damn, where do you met him?" dan kini Luke menghadap sepenuhnya pada New "Mister ..."

"New Thitipoom."

"Yeah, Thitipoom."

"Kami bertemu di pertemuan kolega, Luke."

"Ouh, andai saja aku bertemu denganmu lebih cepat." Mendapat kedipan mata dari orang asing di hadapan suaminya bukanlah hal New ekspektasikan. "Beruntungnya Tay."

"Bukankah kau sering berkeliling dunia. Pasti banyak di luar sana yang mengejarmu dan kau tidak perlu susah-susah untuk merayu mereka."

"Mungkin kau benar, Tay. Tapi tidak ada yang seperti New. Sekali lihat saja kau tahu." Tay dan New tidak memperkirakan jeda dari Luke. "Quality." Dan seringai yang tipis, namun masih kasat mata.

Tay tidak menanggapi perkataan Luke yang seperti menantang dan New berinisiatif mencairkan suasana yang tiba-tiba mencekam itu. Hingar bingar pesta tak lantas dapat menutupi aura persaingan antara Luke dan Tay.

"Sepertinya kita harus permisi, ada—"

"Tay, Luke, Hai ... Kenapa aku baru melihat kalian sekarang?" Tiga pasang mata tersebut tertuju pada perempuan bergaun merah muda panjang dengan bahu terbuka dan memperlihatkan punggung rampingnya.

Tidak ada yang menyadarinya, kecuali Luke. Ia melihat dengan jelas bagaimana New memutar bola matanya jengah. Sejagat kolega pun pasti juga tahu, bahwa Tay dengan perempuan ini dekat. Mereka sudah mengira jika mereka akan berakhir bersama, namun sungguh plot twist yang tersajikan. Tay justru bersama orang lain. Lantas mengapa perempuan satu ini masih berkeliaran di sekitar Tay?

"Mint, lama tidak berjumpa." Luke bertukar salam hangat di pipi perempuan itu.

"Sungguh sulit untuk bertemu denganmu," gurau Mint.

"Tidak juga, kau pun sibuk dengan modelingmu, bukan?"

Lagi-lagi New ditinggal dengan percakapan mereka. Matanya tidak bosan melihat perilaku ganjen Mint. Dengan jelas perempuan itu menyisipkan rayuan dengan kata-kata manis, belum lagi tingkahnya bak seorang putri. Tetapi New paham dengan orang-orang sejenis Mint.

"Thitipoom sepertinya sudah mengantuk." Luke tidak salah akan hal tersebut, namun New lebih cenderung bosan.

"Tidak, malam masih panjang. Kami baru sampai satu jam yang lalu," ucap New sekaligus menyindir Tay.

Luke terkekeh melihat wajah sewot New yang jelas tertuju pada Tay.

"Thitipoom, kau sungguh menggemaskan. Bagaimana jika kau temani aku mencicipi hidangan."

"Dia sudah banyak mencicipi, Luke." Tay berniat untuk mencegah New hanya berduaan dengan Luke.

"Tidak masalah." Namun, New sendiri telah termakan perasaan kesal.

Ia pun tidak mengindahkan Tay dan berjalan beriringan dengan Luke. Meski New ada di acara tersebut karena Tay, bukan berarti ia buta akan sekeliling. Hal ini juga merupakan kesempatan baginya untuk memperluas koneksi. Sedikit banyak ia berterima kasih pada Tay.

"Jadi, apa kesibukanmu, Thitipoom?"

"New saja, please. Thitipoom terasa formal dan terlalu lama diucapkan."

"Tapi aku suka dengan nama Thitipoom. Terdengar menawan."

"Baiklah senyamanmu saja. Aku bekerja pada ayahku di bidang peralatan medis."

"Wow, menarik. Kalau begitu kau pasti mengerti dunia kesehatan."

"Yea, kurang lebih seperti itu. Aku lulusan teknik, but ... here I am." Ia bertukar tawa dengan Luke.

"Let me be honest with you, Thitipoom." New memasang telinga lebar-lebar. "You're gorgeous and charming. If Tay didn't see it. He's blind."

"Pfft, thank you."

"Ey, I'm serious!"

Dari jarak yang tak jauh sepasang mata elang mengawasi dua manusia yang sedang terkikik satu sama lain. New harus jujur jika Luke kinda save his night.

"New kenal Luke?"

Tay melirik pada sahabatnya yang datang bergabung dengannya, "Tidak."

"Mereka tampak akrab."

"Apakah New masih akan akrab dengannya jika mengetahui histori kalian berdua?" Tay mengedikkan bahu tak ambil pusing dengan pertanyaan Off.

"Aku akan mengawasinya."Entah siapa yang Tay maksud, namun Off setuju dengannya.

Bagaimana Takdir Diputuskan (TayNew) endTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang