Tapi kata-kata itu kembali tertelan dengan segala kegugupan dan keraguan, ditambah ibu gurunya itu malah menguap lebar tapi segera ditutup oleh tangannya sendiri.
Tak mungkin juga dia langsung bicara tentang itu. Dia juga harus memastikan sesuatu, sesuatu itu benar-benar dia pegang. Clarissa memiliki prinsip mengenai hubungan antar pasangan.
Jika nantinya dia menyukai atau mencintai seseorang, dia harus benar-benar mempersiapkan semuanya. Mulai dari hati, perjuangan, jalan yang diraih, dan apakah dia sungguh akan perasaannya sendiri dan orang yang dicintainya.
Clarissa menatap Keyla dengan senyuman hangat. "Kakak udah ngantuk, lebih baik kak Key tidur. Besok masih ada kelas, kan?"
Keyla membuat garis menurun di bibirnya, dan menghela napas. "Iya juga, mana saya masih baru ngajar. Gak mungkin langsung gak masuk."
Clarissa juga menganggukan kepalanya setuju, walau sebenarnya dirinya hanya mengalihkan topik. Dilihatnya Keyla menyamankan diri di tempat tidur, dengan masih menatap nya, dan tersenyum.
"Ayo, kamu tidur juga. Udah malam."
Clarissa membetulkan baringan tubuhnya, menumpu tangan di kepalanya, dirinya tidak bisa menatap orang di sebelahnya, itu hanya membuat dia tak bisa bernapas. Matanya hanya bisa melihat atap plafon berwarna putih itu.
Setidaknya dia dapat mendengar dengkuran halus setelah beberapa menit mereka hening. "Mimpi indah, Kak Key~"
Dirinya bangkit perlahan dari tempat tidur, meraih tas dan mengambil handphonenya, dirinya keluar dari kamar itu dengan mengendap-endap menuju ruang tamu.
Tangan nya men-dial sebuah nomor telepon. Tentu itu temannya, teman dari orok. Suara berdering terdengar dari telepon itu saat dirinya menunggu jawaban dari seberang.
Dia.. ingin mengatakan sesuatu yang sangat membuat nya penasaran, sebenarnya apa yang membuat jantungnya begitu berdetak kencang saat bersama Keyla? Apa itu hanya gejala-gejala riwayat jantung, atau memang fisiknya lemah?
Telepon itu akhirnya diangkat oleh sang pemilik nomor. Dengan cepat Clarissa menyahut, "Ze!"
"Engghhh.. Ze~"
"Kenapahh sayangh?"
Clarissa menegang saat mendengar desahan itu, lagi-lagi dan lagi dia terkena damage, dua kali, catat baik-baik, dua kali di hari yang sama ia mendengar desahan-desahan ajaib.
"Ahh.. a.. adah yang nelponh! Sayang! Jangan dalem-dalemhh~"
Clarissa memijit pangkal hidung nya, wajahnya sudah bersemu merah mendengar temannya se-perorokan malah sedang asik bercinta.
"Ze.." Panggilnya pelan.
Di seberang orang yang sedang menghujam keras miss-V milik perempuan di bawahnya menggunakan strap-on yang ada di pinggul miliknya, langsung melihat handphone nya saat mendengar suara familiar itu.
"Loh.. Rissa," kaget Zea, tanpa sengaja menumbuk dan membuat ujung strap-on itu mengenai g-spot milik perempuan yang sedang menungging di depannya.
"NGHH.. ZEHH, I'M CUMM!"
Zea memejamkan matanya, saat merasakan pinggulnya basah, dia melirik perempuan itu yang terengah-engah dan berantakan di bawahnya.
"Sayang, tunggu ya, aku mau nyelesaiin teleponan ini dulu."
Perempuan yang dipanggil sayang itu mengangguk lelah, tak sanggup mengucapkan satu katapun, Zea menutupi tubuh telanjang gadis-nya dengan selimut, lalu Zea bangkit tanpa rasa malu dengan handphone di tangannya, dia memakai bathrobe untuk menutupi tubuh yang berkeringat.
"Halo, Rissa?"
"Udah? Having sex-nya?" Tanya Clarissa dengan datar di seberang sana, membuat Zea terkekeh dan menggaruk tengkuknya yang tak gatal, walau hal itu tak dilihat oleh Clarissa.
"Sori, sori, ya. Eh, em, ada apa telepon?"
"Cih, sengaja ya biar gak ditanyain yang aneh-aneh?"
Zea hanya terkekeh dan kembali bertanya tujuan Clarissa menelepon nya.
"Gue mau nanya sesuatu nih. Sumpah gue bingung gitu."
"Iya, nanya apa Bambang?!"
"Santuy ngab, jan ngegas. Gini.." Clarissa meneguk ludah nya kasar, malah terganggu dengan pikiran kotor nya, Zea mendengar temannya berdeham kasar, membuat dia berpikiran se-frekuensi dengan nya.
"Lu mau nanya tentang pekob, ya?"
"Gak lah, goblok!"
"Terus apa?" Frustasi Zea, rasanya dia mau nutup itu telepon, tapi dia nya udah kepalang penasaran dengan apa yang akan ditanyakan Clarissa padanya, sampai-sampai mengganggu sesi bercinta nya yang sudah berjalan dari tiga jam yang lalu.
"Kalau gue deket seseorang, terus jantung gue detak kenceng banget, abis itu gue gugup.. itu namanya takut atau suka?"
Zea menganga mendengar pertanyaan dari Clarissa, dengan nada sok polos dari gadis itu, ditambah dia bingung, temannya ini bodoh atau emang polos? Masa gitu aja dipertanyakan?
"Cok.. lu telpon malam-malam gini cuman nanya itu?"
Zea dapat mendengar Clarissa menghentak-hentakkan kakinya dengan pelan, dan sedikit merengek, "aaa.. lu sahabat gue dari orok kenapa gak ngebantu banget sih, bangsat~"
Zea menyernyitkan dahi nya mendengar suara Clarissa malah mencicit. "Riss?? Woi! Are you there? Cui~"
"Yea, i'm here. Gue cuman takut ngebangunin seseorang aja. Jadi gimana itu jawabannya?!"
Zea tanpa rasa curiga memiringkan kepala, menumpunya pada kepalan tangan yang bersandar di sofa, matanya menyipit menatap sang gadis yang ikut menatap heran padanya, dia tersenyum kecil.
"Lo.. polos banget, ya? Sampe hal begitu tanya? Itu lu namanya suka! Kalau takut Lo bawaannya mau ngejauh, kalau ini Lo pasti mau deket terus, kan?"
Clarissa terdiam, dan terdengar helaan napas dari gadis itu di pendengaran Zea. "Oh, my God! Lu lagi suka orang, njir?!"
"Diem! Udah, ah. Thanks atas jawabannya."
Telepon diputuskan sepihak, hal itu membuat Zea tertawa terbahak-bahak, dia menyimpan handphonenya di sofa, lalu berjalan melangkah ke sang gadis yang sudah terduduk di atas tempat tidur dengan tangan yang memegang selimut sebatas dada.
"Tadi siapa, sayang?"
Zea mendudukkan dirinya di sampingnya, "orang yang gak ngerti kalau dia lagi jatuh cinta."
"Siapa, ih?" Tanya nya sembari merengek. Zea terkekeh pelan, dia membawa tubuh gadis nya ke untuk tiduran di kasur, memeluknya lembut memberikan kehangatan.
"Si Clarissa tuh. Dia nanya kalau dia deg-degan ke seseorang itu artinya apa, takut atau suka. Masa dia gak tau," jawab Zea sembari mengelus punggung polos sang kekasih.
Punggung itu terlihat bergerak karena tawa indah meluncur dari bibir sang pemilik, entah berapa kali Zea terpana. "Astaga, temen kamu ngakak juga."
"Bener, kan? Emang aneh itu bocah."
Zea merasakan jari telunjuk dari kekasihnya berjalan-jalan di dadanya. Dia memejamkan matanya untuk memupuk nafsu nya agar tidak lagi menerkam gadisnya yang tak terlihat lelah.
"Kenapa, sayang?"
Dengan masih memainkan jari-jarinya dia mendongak menatap Zea dengan ragu, "emm.. Ze."
"Iya?"
"Kapan kamu kenalin aku ke temen-temen kamu?"
Zea tersenyum tenang, "kamu maunya kapan?"
"Secepatnya."
"Weekend, gimana? Kamu kan libur gak kerja pas hari itu."
Kekasih nya mengangguk pelan, usapan di kepalanya membuat dirinya mulai hilang kesadaran.
"Ze.. aku cinta kamu."
Zea terdiam, jarang-jarang gadisnya itu menyebutkan kata-kata itu. "I love you more, Celine~"
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You, Teacher
Teen Fiction"Bu.. kita gak bisa kenal lebih dekat?" "Kenapa kamu ingin mendekati saya?" Clarissa Davina Septiandra, jatuh cinta pada gurunya sendiri, Keyla Jiandara. Guru baru yang dingin dan killer di sekolahnya, mampu membuat jantung nya berdetak kencang. Apa...