"Saya turun disini aja, Ris."
Gadis itu menyernyit di balik helm nya. Dan berhenti dekat halte terdekat. Dan menoleh pada seseorang yang turun dari motor nya.
"Loh, kenapa, kak?" Tanyanya. Bahunya yang tadinya semangat, terlihat turun tak tegap lagi.
"Saya guru, gak mungkin berangkat bareng murid nya.. kan?"
"Kak Key.. benar-benar mengutamakan perannya." Batin Rissa sambil menghela nafas. Ia menggenggam erat handle motornya.
"Ya.. ya bener." Jawab Rissa dengan berat. Matanya menatap mata sang guru.
"Kalau gitu, duluan gih. Motor kan lebih cepat." Senyumnya pada Rissa.
Kenapa dia bisa tersenyum setelah mengatakan itu. Tanpa menjawab Rissa menjalankan motornya, dan berbelok ke kiri setelah beberapa meter ke depan untuk memasuki sekolah.
Keyla hanya bisa melangkah, toh tak jauh dari tempatnya berdiri sekarang.
_-_-_-_
Rissa turun dari motornya yang sudah diparkirkan. Wajahnya terlihat muram, matanya melirik siluet Keyla yang baru saja sampai di pos satpam.
Gadis itu mengabaikan itu, dan langsung melangkah ke arah kelasnya. Merasa kesal karena dia tak dapat berbuat banyak mengenai hubungan antara dirinya dan Keyla.
Ia melangkah dan bertemu seseorang saat belokan di koridor.
"Lo lagi?!" Seru laki-laki di depannya. Rissa hanya dapat menatap laki-laki tersebut dengan datar.
"Lo halangin jalan gue, Alan." Suara dinginnya membuat Alan semakin naik pitam.
"Jangan mentang-mentang Lo itu adik Satria, gue bakal takut. Awas aja Lo," tunjuk Alan lalu meninggalkan Rissa sendirian.
Gadis itu hanya mengedikkan bahunya dan melangkah kembali ke arah kelasnya. Namun, otaknya seakan mengingat sesuatu mengenai Alan, jaket itu, jaket hitam yang barusan ia pakai, seperti nya pernah ia lihat.
_-_-_-_
Sebenarnya Rissa bahagia, karena sang pujaan hati akan mengajar di kelasnya pada jam pertama. Tapi ia tahu akan batasan agar dia tak mengekang Keyla.
"Riss~" rengek Zea. "Bona gangguin gue, ngeledek gue pacaran sama sugar mommy~"
Zea menggoyang-goyangkan tubuh Rissa ke depan dan ke belakang, membuat gadis itu pusing.
"Argh! Udah udah! Lo katanya dom, kok malah ngerengek kayak bayi!" Kesal Rissa sambil menepis tangan Zea dari bahunya.
Bona hanya dapat terkikik, "liat-liat, dominan katanya, tapi kayak bayi, Rissa aja udah akui Lo mirip bayi."
"Diem. Sekali lagi Lo ngeledek gue, koleksi tas Bonia lu gue bakar!" Ancam Zea sambil melototkan matanya yang agak sipit.
Bona mendengus dan memilih mengunci mulutnya, daripada koleksi tas nya yang mahal menjadi korban. Rissa hanya dapat memijit pelipisnya mendengar pertengkaran dua orang di depannya ini.
"Ya udah, gini aja." Rissa merangkul kedua temannya itu, dan berbisik, "kita bolos, yuk. Abis itu kita bisa nge-mall."
Bona yang mendengar kata 'Mall' pun langsung girang. "Skuy."
Zea menghela napas, "terus gimana kalo kita ketahuan?"
"Gak bakal.." bisik Rissa sambil tertawa jahat, diikuti Zea dan Bona. Seketika mereka bertiga menjadi pusat perhatian dalam kelas itu.
Ketiganya berdeham dan pura-pura keluar kelas, sebelum beberapa menit lagi bel masuk berbunyi. Rissa, Zea, dan Bona mengendap-endap ke belakang sekolah, di sana lah tempat mereka sering keluar dan masuk. Entah saat telat, atau ingin bolos.
"Naik ke punggung gue sini," kata Zea agak membungkuk agar Bona dapat naik ke punggungnya di bantu Rissa.
"Oke aman," bisik Bona yang kemudian turun.
Setelah nya Rissa yang menopang tubuhnya agar Zea dapat menyeberang ke dinding luar, di mana Bona sudah turun.
"Rissa.." suara itu membuat tubuhnya menegang. Ia melirik ke atas, temannya sudah hilang, Zea sepertinya buru-buru turun ke sana saat melihat ada yang datang.
"Ah.. Sial," gumam Rissa dengan suara kecil, ia membalikkan tubuhnya menatap seseorang itu. Sang guru pujaan hati nya.
"Kamu.. mau bolos, Ris?" Suara nya begitu dingin dan datar.
"Ma.. maaf Bu," ujar Rissa sambil menunduk.
Padahal niat hati ingin meringankan beban kepala dengan pergi ke mall, sekarang bebannya bertambah ketika ketahuan hendak membolos.
"Ikut saya ke ruang BK, sekarang!" Seru Keyla. Seperti anak ayam mengikuti induknya, Rissa melangkah mengikuti Keyla dari belakang.
_-_-_-_
Suara sapu yang sedang bergesekan dengan beton lantai bersahutan. Rissa dihukum membersihkan lapangan, dengan diawasi oleh Keyla. Ia melirik Keyla yang mengawasi nya, duduk di kursi dekat kelasnya.
Keringat sudah membanjiri wajahnya, lapangan itu sedikit lagi beres untuk ia bersihkan.
"Huft.. selesai juga akhirnya," ujarnya lega, hendak mengusap keringatnya dengan lengannya. Namun, tangannya di tahan, dan ia menatap seseorang yang membersihkan keringatnya dengan sapu tangan.
"Capek? Makanya jangan nakal, kenapa kamu bolos, hm?" Tanyanya lembut. Sekolah sepi, karena semua murid ada di kelas masing-masing.
Jantung Rissa rasanya berdebar kencang saat wajah nya dengan Keyla sangat dekat. Terlebih ingatan akan ciuman kemarin sangat berbekas indah di kepalanya.
Ia memejamkan matanya merasakan usapan halus di sekitar wajahnya, lalu kembali membuka matanya menatap penuh cinta sang guru.
"Maafin aku, ya, kak Key? Aku cuman mau nenangin pikiran aja, aku bolos buat nyari kesenangan, dan aku paham itu salah." Jawab nya dengan jujur, tangannya memegang tangan Keyla. Kulit gurunya begitu halus.
"Jangan gitu lagi, ya? Saya gak mau kamu dihukum. Jadi kamu taat aturan, ya? Janji?"
Rissa melihat tangan yang tak mengelap wajahnya mengeluarkan jari kelingkingnya. Ia menarik nafas dalam-dalam dan dihembuskan. Jari kelingking nya ditautkan pada kelingking Keyla.
"Aku janji, kak.." Bisiknya.
Bahkan ia siap disakiti oleh sang guru, kalau itu bisa membuatnya dekat pada Keyla. Ia tau kata kata janji biasanya akan di hempaskan begitu saja, tapi untuk gadis yang di depan matanya ia rela menelan rasa ingin bersenang-senang nya untuk senyuman indah itu. Ia rela.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You, Teacher
Teen Fiction"Bu.. kita gak bisa kenal lebih dekat?" "Kenapa kamu ingin mendekati saya?" Clarissa Davina Septiandra, jatuh cinta pada gurunya sendiri, Keyla Jiandara. Guru baru yang dingin dan killer di sekolahnya, mampu membuat jantung nya berdetak kencang. Apa...