Friska sudah menyelesaikan semua pekerjaan tepat waktu nya untuk pulang. Cukup melelahkan mengerjakan berkas-berkas yang menumpuk dimejanya, bahkan hari ini dia harus melewatkan makan siang nya.
Friska menyambar tas nya dan segera meninggalkan gedung, matanya melirik pintu ruangan Reza. Biasanya sebelum ia pulang ia selalu mengajak Reza untuk pulang bersama sekalipun mungkin Reza menolak ajakannya.
Tetapi ternyata Reza malah menjadikannya pengasuh Bumi saat ia masih sangat sibuk dikantor, berkat Bumi ia dapat berdekatan dengan Boss nya walaupun dekat dalam artian lain.
Sekarang semuanya sudah berbeda, Reza kembali pada Bulan dan menjadi orang tua yang baik untuk Bumi dan si kecil Rayya. Keluarga yang lengkap bukan?
Friska menggigit bibir bawahnya dan berharap tak ada satu tetes pun air matanya yang jatuh karna patah hati lagi, tetapi semakin ia menahannya semakin deras air yang berjatuhan.
Oh dan betapa bodohnya dia, itu bukan air matanya melainkan air hujan.
Kapan dia sampai di parkiran?
Friska segera memasuki mobilnya saat hujan sudah semakin deras, dalam sekejap tubuhnya basah kuyup dan menggigil kedinginan.
Ia memasukkan kunci mobilnya lalu segera menstater mobilnya melaju menuju rumah. Tapi,.....
Lagi-lagi mobilnya tak hidup ditengah hujan yang semakin deras dan suhu mobil yang tak kuat melawan dinginnya malam. Benar-benar bukan harinya.
Dengan terpaksa Friska harus keluar mobilnya dan mencari angkutan umum atau taksi yang dapat mengantarnya pulang saat ini juga.
Friska berlari kearah satpam yang berjaga dan meminta satpam untuk menjagai mobilnya yang mungkin besok akan ia bawa ke bengkel.
Sebelum ia pergi suara satpam meneriaki namanya ia abaikan, matanya sudah menangkap taksi yang akan lewat kearahnya. Saat itu juga senyumnya mengembang, tapi ternyata si taksi malah berbelok ketikungan yang ada dipersimpangan jalan dan.... Senyum Friska memudar seketika.
Keberuntungan tukang taksi.
Friska menunggu dibawah halte yang agak jauh dari kantornya, padahal menunggu diemperan atau warung yang ada disebrang kantornya pun masih bisa. Tapi Friska malah memilih menunggu di halte.
Bajunya makin basah, make upnya luntur, rambutnya lepek dan sudah tak berbentuk. Dan yang paling utama, perutnya lapar ditambah suasana dingin yang menusuk persendiannya.
Friska merutuk dalam hati, besok ia pasti akan sakit flu. Merasakan ingusnya yang akan meleleh dan ia harus menyumbat kedua lubang hidungnya seharian.
Kruyuukk
Friska lapar, dan kendaraan yang dinantinya tak kunjung datang. Bus, taksi, ojeg, becak, bahkan tukang odong-odong sekalipun tak ada yang melewati Friska saat ini. Dan ditambah langit tampaknya senang melihat keadaan Friska, buktinya saat dia ingin menangis hujan semakin deras ditambah petir yang mulai menyambar.
Satu-satunya jalan pulang yang cepat adalah berjalan kaki, sekalipun rumahnya masih sangat jauh tetapi mungkin berjalan kaki akan mengurangi jarak yang harus ia tempuh.
Tapi nanti ia akan basah kuyup dan kedinginan.
Masa bodoh dengan itu, toh ia memang sudah basah kuyup ditambah kedinginan. Hal apalagi yang harus ia khawatirkan.
Dengan mata yang serasa sudah mulai terkantuk Friska berjalan menyusuri trotoar jalan, pikirannya mulai meneriakinya seraya jangan tidur. Tapi Friska tak tahan, ia ingin tidur tetapi...