Melihatmu

932 39 2
                                    

Aruni masih terdiam dengan dengungan keras yang membuat telinganya tidak nyaman. Dalam diam ia mencoba menegarkan hati dengan pendengaran yang seolah begitu waspada. Kata-kata dalam hati terlafalkan bagai mantra yang diulang-ulang.

Kini Aruni berani menoleh lagi walaupun dengan pertimbangan seribu kali atas resiko yang akan terjadi nantinya. Dengan jiwa yang seolah terhenyakkan, Aruni melihat dengan kepalanya sendiri bahwa manusia itu memang ada. Dan manusia itu nyata bagai kepingan kayu pinokio yang hidup, dalam bentuk yang menarik tentunya.

Bidadari macam apa yang mampu menghidupkan manusia ini?

Aruni kembali dalam posisi semulanya. Duduk diam dalam hembusan nafas yang terpacu cepat karena adrenalinnya sedang tinggi saat ini. Darahnya berdesir hebat seolah ada hal yang mampu membuat bulu roma berdiri tegak saking tegangnya.

Baru beberapa langkah setelah penawaran gila tadi, manusia itu kembali duduk di sampingnya. Membuat harapan tentang hatinya yang sekuat baja itu sirna termakan kenyataan sendiri. Bodohnya, Aruni tidak dapat menggerakkan badan selain kepalanya, sendi-sendinya melemas bagai jelly.

Suasana halte mulai sepi, beberapa orang memasuki bus yang datang silih berganti dengan bangku-bangku kosong. Seharusnya kesempatan itu diambil Aruni, namun keadaan tubuhnya yang tiba-tiba melumpuh membuat kesempatan melayang di depannya.

"Sampai kapan kamu diam disitu?" Suara dingin manusia itu kembali menggetarkan tembok pertahanan Aruni, membuat lidahnya kelu dengan suara yang tercekat dipangkal tenggorokannya. Aruni menghembuskan nafas lemah.

"Kamu dengar saya bukan?" Suara Kafvin menajam, membuat Aruni semakin tersudut dengan keadaan halte yang berubah mencekam. Hari mulai menampakkan waktu senja, dan Aruni semakin kebingungan dengan keadaan. Dan hujan, mengapa hujan tidak berhenti saat ini juga?

"Anda siapa ya?" Aruni memberanikan diri untuk bertanya walaupun pada kenyataannya ia berusaha untuk menyembunyikan fakta. Fakta bahwa berpura-pura adalah jalan terbaik menghindarkan diri dari akun yang berubah menjadi manusia nyata ini. Kafvin menoleh dengan tatapan tajam, Aruni tidak menyangka bahwa manusia itu benar-benar berbeda dengan apa yang ada dalam bayangannya.

"Jangan paksa saya untuk membuatmu mengingatnya, Aruni. Jadi, kamu memilih untuk pulang bersama saya atau tetap mempertahankan kekeras kepalaan mu itu?" Suara Kafvin menajam dengan nada rendah yang ditekan dengan emosi tertahan.

Aruni menelan ludahnya dengan susah payah. Tawaran kedua memang pilihannya, namun suara yang mendesak itu membuat Aruni berusaha mencari perlindungan lain.

"Terima kasih atas tawarannya, tapi aku lebih baik pulang sendiri." Keberuntungan berpihak pada Aruni ketika ia merasa bersikap stabil. Aruni berjalan cepat ketika sebuah angkutan umum melintas ke arah halte. Tanpa banyak kata Aruni langsung memasuki angkot itu dan meninggalkan Kafvin yang menatapnya dalam diam.

Sesampainya di kosan Aruni langsung menghempaskan tasnya ke tempat tidur dengan asal. Perasaan lega tak kunjung di rasa ketika kilasan kenangan semu itu kembali menyeruak dalam ingatan. Padahal sudah sejak dulu Aruni menghapus jejak tentang manusia itu, tidak ada yang tersisa selain kenangan yang tersimpan dalam kepalanya.

Aruni mengenal Kafvin di sebuah sosial media yang biasa dikunjunginya. Pertemuan itu adalah awal dari kisah percintaan di dunia maya, dan Aruni mengalami susah move on yang bertahan sampai dua tahun lamanya. Kabar terakhir yang ia tahu dari teman dunia mayanya, Kafvin ternyata kuliah di daerah jawa barat.

Dan hal yang paling mengejutkan ternyata berada di kota yang hampir tidak terlalu jauh untuk dijangkau dari tempat kuliahnya saat ini. Aruni memejamkan mata mencoba meredakan emosi yang mulai meluap kembali. Manusia itu sekarang benar-benar nyata.

HURTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang