Rumit

1.6K 91 4
                                    

Bintang masih menatap Friska tajam dan Friska, gadis itu sudah sangat ketakutan. Pasalnya Bintang hanya menatapnya tanpa berbicara apapun, dan hal itu membuat Bintang terlihat mengerikan.

Friska menghembuskan nafasnya perlahan, "Dari kapan lo kenal sama Rana?" Friska mendongak mendengar ucapan Bintang yang berubah lebih santai dan tidak formal, namun nada suaranya masih serius dan mengintimidasi. Friska menelan ludahnya sebelum menjawab pertanyaan Bintang.

"Lo.. Tau darimana gue kenal sama Pak Rana?" Friska tergagap, aura mengintimidasi Bintang membuatnya tak nyaman. Sungguh baru kali ini ia merasakan ketakutan hanya karna ucapan Bintang yang mengintimidasi.

"Jawab dulu pertanyaan gue." sergah Bintang menatap Friska dengan pandangan tidak suka, jujur saja Bintang tidak suka berbasa-basi lebih lama.

"Baru beberapa hari ini." Friska semakin menundukkan kepalanya, pikirannya berkecamuk dan pertanyaan Bintang memang ringan namun Bintang terlihat begitu menyeramkan saat ini.

"Ada hubungan apa lo sama Rana?" Friska kembali mendongak dan menatap Bintang bingung, apa maksud Bintang menanyakan hubungan nya dengan Rana? Ya pasti tidak ada apa-apa selain, kenalan baru. Bodoh

"Jauhi Rana Friska, gue bilang gini karna gue peduli sama lo." sambung Bintang, telinga Friska memanas. Apa ia tidak salah mendengar?

Bintang berlalu meninggalkan Friska yang masih penasaran dan bingung, aura intimidasi tadi adalah aura yang muncul karna Friska ketakutan. Dan bodohnya dia karna mau-mau saja diperlakukan seperti itu oleh Bintang.

Friska bangkit menghampiri Bintang yang tengah memasuki mobilnya yang terparkir tidak jauh dari restoran. Friska beberapa kali harus menabrak bahu orang yang lalu lalang disekitarnya.

Friska berdiri tepat didepan mobil Bintang yang akan melaju, suara berdecit rem mobil Bintang membuat beberapa mata tertuju pada mereka. Bintang mengumpat dalam hati karna kecerobohan gadis itu.

Tanpa diduga Friska masuk kedalam mobilnya dengan nafas yang terengah-engah. Bintang merutuk dalam hati. "Maksud lo apa ngomong gitu sama gue?"

Friska menatapnya polos, gadis itu butuh penjelasan dan Bintang belum menjelaskan apapun. Bukan belum tapi tidak menjelaskan apapun.

"Gue gak deket sama Pak Rana, dan gue gak ngerti sama ucapan lo. Lo itu ngomong gini karna masih marah sama gue karna pertanyaan itu 'kan?"

Bintang menggeram, Friska mengungkitnya. Mengungkit ucapan keterlaluan nya. "Keluar dari mobil gue." ucap Bintang dingin dan membuat Friska bungkam beberapa saat.

"Jelasin dulu.."

"Lo itu dimanfaatin sama Rana! Lo itu bakal dijadiin boneka sama dia, persis waktu lo deketin Reza dan dijadiin pelarian dia. Puas?" Bintang menahan nafasnya, mencoba mengatur emosinya yang mulai meledak.

Friska diam, menatap Bintang dengan kedua mata yang mulai berkaca-kaca. Dia mengerti arah pembicaraan Bintang sekarang, dia mengerti, tapi kenapa Bintang mengatakannya tempat pelarian Reza? Bahkan dia tak pernah berpikiran begitu.

"Gue bukan boneka siapapun Bintang, dan gue bukan tempat pelarian Pak Reza. Gue sendiri yang deketin dia, gue sendiri yang mengulurkan bantuan buat dia, gue sendiri yang jatuh hati sama dia dan selamanya. Dia gak bakal pernah lihat gue sebagai Friska yang cinta sama dia. Karna gue sendiri yang memposisikan diri, dan ngelukain diri sendiri." Friska menatap Bintang lirih, air matanya sudah menggenang dan hendak jatuh. Namun Friska menahannya, dia menahan agar Bintang takkan pernah melihat kesedihannya.

Bintang bungkam, hanya menatap kosong kedepan dan seolah ucapan Friska hanya angin lalu.

"Jangan ikut campur sama kehidupan gue Bintang, gue tahu mana yang emang baik dan buruk buat gue. Gue tau Pak Rana kemarin cuman manfaatin gue buat suatu hal, tapi gue gak selemah yang lo kira. Gue gak butuh peringatan lo karna gue juga bisa buat waspada, karna lo gak bakal tau siapa gue, karna lo gak kenal gue. Camkan." sambung Friska berapi-api, kekesalannya beberapa saat sudah ia keluarkan tanpa ada yang terlewat.

HURTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang