7

176 13 0
                                    

Aruna saat ini sedang duduk di pesawat bersama Raka, mereka akan pergi ke Bali untuk menghadiri pernikahan kakaknya bersama salah satu sepupu Raka yang juga merupakan keturunan keluarga Dominic. Karena Aruna dan Kikan sudah tak mempunyai keluarga dan hanya hidup berdua maka pernikahan ini sepenuhnya di urus oleh keluarga Dominic.

"Kamu mau makan?" tanya Raka

"aku masih kenyang" jawab Aruna dan Raka mengangguk mengerti namun ia tetap memanggil pramugari untuk meminta cemilan. Setelah pramugari membawa beberapa snack dan minuman Raka pun memperbaiki duduknya dan menyiapkan snack tersebut di meja depan kursi Aruna.

"Kalo kamu bosen makan ini aja ya, aku mau tidur dulu, ngantuk banget soalnya" katanya dan Aruna hanya mengangguk sebagai jawaban.
Gadis itu pun mengambil buku yang dia bawa untuk dibaca selama penerbangan dan membiarkan Raka tidur dengan nyaman di kersi sebelahnya.

Kurang lebih satu setengah jam akhirnya pesawat mendarat di Bandara International I Gusti Ngurah Rai. Aruna yang melihat Raka masih nyenyak tertidur pun mulai berusaha membangunkannya.

Gadis itu menepuk pelan pipi Raka dan mengguncangkan tubuh lelaki itu agar lekas bangun karena sebagian orang sudah turun.

"Lo elus-elus gitu pipinya gabakalan bangun Run" ucap Damar yang lewat membuat Aruna tersenyum kikuk. Walaupun sudah menjalin hubungan dengan Raka beberap bulan belakangan tapi dirinya belum dekat dengan sepupu-sepupu lelaki itu. Apalagi Damar yang notabene nya seorang artis papan atas.

"Raka, bangun kita udah sampai ini" ucap Aruna masih berusaha membangunkan Raka. Lelaki itu mulai menggeliat tak nyaman.

"Udah pada turun ya?" Tanya Raka
"Iyaa udah dari tadi" Jawab Aruna membuat lelaki itu memperbaiki perasaannya sebelum siap untuk turun sementara Aruna sibuk membereskan barang-barangnya.

Setelah merasa cukup sadar Raka pun berdiri dan menggenggam tangan gadis di sebelahnya lalu berjalan turun dari pesawat. Keduanya berjalan beriringan melewati beberapa pramugari yang tersenyum ramah.

•••••—————
Setelah semuanya sampai di penginapan masing-masing sudah berlalu menuju kamar. Kecuali Arini yang harusnya tinggal di gedung sebelah namun Malik mengurus beberapa hal agar gadisnya bisa tinggal di gedung yang sama.

"Bapak permisi, Mbaknya bisa di gedung ini tapi di lantai yang berbeda karena Tuan Jeromi sudah menyewa mensterilkan 8 lantai untuk keluarga" ucap resepsionis dan membuat Malik berpikir sejenak lalu mengangguk.

"Gak papa, kasih dia kamar yang masih layak" ucap Malik "tapi pak kamar yang tersedia hanya tipe standard" ucap resepsionis lagi membuat Arini pun ikut bergabung dengan pembicaraan.

"Gak papa mbak, saya ambil kamar itu aja" katanya
"Loh jangan, kamu nanti gak nyaman" ucap Malik namun Arini menggeleng "gak papa, sama aja kok" katanya lagi lalu meminta kunci pada resepsionisnya.

"Ini mbak ya, di kamar 1010" ucapnya lalu Arini mengangguk mengerti.
"Udah yuk, Ocha pasti nungguin kmu di kamar" ucapnya lalu berjalan menuju lift di sebelah kanan.

Tak menunggu lama keduanya pun masuk ke dalam lift sambil berbincang asik bahkan keduanya terlihat saling menggoda dan tertawa bersama dan tidak menyadari ada orang lain yang melihat mereka dengan tatapan datar.

"Kamu masih mau bertahan setia sama laki-laki bajingan kayak Malik?"

"Aku gatau Jef, pernikahannya mau gak mau tetap harus dilaksanakan" ucap Ocha "aku masih berpegang teguh sama prinsipku yang cuma mau nikah sekali, tapi ngeliat Malik begitu aku jadi ragu buat lanjut" sambungnya

"Batalin cha sebelum terlambat" kata Jefry membut Ocha menghela napas "kamu tau kan orang tuaku gimana, aku gabisa bantah mereka" katanya membuat Jefry prihatin melihat gadis yang merupakan mantan kekasihnya itu.

"Cha, kamu tau kan aku masih berharap kita balik. Batalin perjodohan kalian dan kita berjuang bareng" ucapnya "caranya?" Tanya Ocha "Kita pikirin bareng-bareng nanti, yang jelas kita sepakat untuk berjuang dulu" katanya membuat Ocha menatapnya ragu namun tetap mengangguk setuju dan hal itu membuat Jefry tersenyum.

•••••—————
"Mama, Aku boleh ke kamar bunda?" Tanya Sean papa mamanya yang sibuk merapikan barang mereka.

"Besok aja ya, biar bunda istirahat dulu. Sean juga harus istirahat kan ini udah malem" ucap Mala lembut kepada putranya.

"Tapi aku mau bobo di kamar bunda"katanya lagi
"Kenapa harus disana sayang, kan disini sama mama papa" Sean cemberut dengan bibir yang maju dan membuat dia terlihat semakin lucu.

"Kasian bunda sendirian, ayah Ryan kan belum tiba" katanya membuat Mala tersenyum lalu mengusap kepala anaknya.

"Mama telpon bunda dulu kalo bunda masih bangun mama anterin sean kesana tapi kalo bunda udah bobo sean bobo disini aja ya" katanya dan anak lelaki itu mengangguk semangat.

Saat Mala menghubungi Lia tidak mengangkat membuat Sean terlihat sedih namun tak beberapa lama telpon Mala berdering dan menampilkan nama Lia disana yang ternyata wanita itu menelpon balik.

"Halo Mal kenapa?"
"Aduh Li lo udah tidur ya?"
"Gak kok tadi gue di toilet, kenapa?"
"Ini Sean katanya mau tidur di sebelah biar bunda gak sendirian katanya" ucap Mala
"Ya ampun Mal bawa aja sini Sean nya"
"Yaudah deh gue bawa Sean ke sebelah ya"

Setelah menutup sambungan telpon Mala pun mengantar Sean ke kamar Lia yang berada tepat di sebelah kamarnya.

"Bundaaaa Sean bobo disini ya" katanya saat Lia membuka pintu kamarnya membuat Lia tersenyum lalu meraih tangan anak laki-laki di depannya.

"Lo kok pucet li? Gak sakit kan lo?" Tanya Mala yang melihat Lia lesu dan pucat "Gak ini kan ga makeup Mal jadinya kayak mayat idup" jawabnya membuat Mala melihatnya sangsi dan menempelkan telapak tangannya pada dahi Lia yang ternyata suhu badannya normal.

"Dibilang gue sehat kok ngeyel sih" ucap Lia dan  Mala hanya terkekeh.
"Yaudah, Sean langsung bobo ya jangan buat bunda begadang" ucap Mala dan Sean hanya mengangkat jempolnya lalu berlari masuk ke kamar Lia.

"Kalo gitu titip Sean ya Li" ucapnya
"Iyaa nikmatin deh waktu bareng Alvaro" balas Lia dan keduanya pun tertawa, Mala pun masuk dan Lia menutup pintu. Senyum yang sejak tadi terpatri pun luntur dan berubah menjadi datar saat melihat Sean sudah berbaring di kasurnya.

Lia duduk di dekat nakas lalu menatap ponselnya yang tergeletak di meja. Lia memandang ponselnya dengan pandangan sedih namun tak ada air mata yang ia keluarkan. Wanita itu hanya menghela napas berkali kali sampai Sean menatik bajunya memanggilnya untuk ikut berbaring bersama.

"Makasih ya sayang udah mau temenin bunda disini" ucapnya lalu mengecup lembut pipi anak kecil yang sudah kembali terlelap. Setelah memposisikan dirinya dengan nyaman Lia mulai ikut terlelap dengan memeluk Sean namun saat matanya tertutup bersamaan pula dengan air matanya yang mengalir. Wanita itu tetisak tanpa suara di dalam tidurnya seperti seseorang yang telah di sakiti begitu dalam, entah mimpi apa yang datang di tidurnya.

•••••—————
Arunaish

119 (7 Dreams)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang