8. Bantuan

146 15 2
                                    

[Cerita ini bisa kalian baca duluan di Karyakarsa kataromchick, atau yang mau langsung beli ebook juga sudah tersedia di google play. Cari aja 'Faitna YA' nanti muncul semua judul cerita tamatku yang ada ebooknya. Happy reading!]

Elira sadar permintaannya untuk mengenal atasan Sebasta adalah termasuk langkah konyol yang akan memberikan kesakitan untuknya. Bukan hal yang sulit untuk merasa sakit hati, apalagi jika membayangkan kembali bagaimana interaksi suaminya dan wanita itu. Membayangkan saja sudah terasa sakit, apalagi melihatnya langsung?

Sekarang memang belum terjadi. Mereka baru dua hari kembali ke Jakarta. Elira sudah kembali ke rutinitas berkantor. Helaan napas adalah yang pertama keluar dari bibir Elira, karena ditinggal beberapa jam saja tugasnya sudah terasa bertambah banyak, apalagi ditinggal cuti.

Sebenarnya perusahaan yang menjadi tempat Elira bekerja ini bukan jenis perusahaan besar. Hanya salah satu perusahaan cabang yang memproduksi furniture lokal asal Jepara yang mendunia. Pemiliknya kebetulan memiliki jiwa bisnis yang begitu tinggi hingga usaha yang biasanya hanya berjalan rumahan menjadi melejit. Elira mengacungi pemiliknya empat jempol karena bisa membuat usaha furniture daerahnya menjadi semaju ini. Bahkan usaha peternakan sapi dan pabrik susu peninggalan bapak Elira saja sulit untuk menjangkau pasar lokal. Ya, kembali lagi, salah Elira juga yang tak mau belajar bisnis untuk membantu usaha bapaknya agar bisa melejit. Namun, yang paling penting adalah memang rezeki keluarga mereka tidak sampai ke sana. Sejauh ini Elira dan orangtuanya terhitung orang berada, jadi dia sudah sangat bersyukur.

"Jev!" panggil Elira begitu menyadari pria yang sedang dicalonkan sebagai kepala bagian itu melewati depan kubikelnya.

"Iya, kenapa?"

Jeavino selalu terlihat buru-buru. Tidak pernah santai. Ada saja yang dikerjakan. Bahkan saat pria itu memberitahu Elira mengenai apartemen Sebasta, Jeavino tidak sedang santai, dia sedang membahas beberapa dokumen dengan Elira dan akhirnya mengatakan mengenai suami Elira.

"Pas makan siang boleh bicara berdua?"

Jeavino terlihat mengernyitkan kening dengan permintaan tersebut. Elira tahu terlalu gegabah untuk mengajak pria itu bicara, tapi memang harus ada langkah yang diambil untuk bisa meyakinkan Elira bahwa suaminya memang berusaha memperbaiki pernikahan mereka.

"Kalo kamu nggak bersedia pas makan siang, mungkin lebih baik bicara di waktu lain. Kapan sekiranya kamu bisa bicara?"

"Makan siang saja. Lebih cepat lebih baik."

Elira menghela napas lega. Dia akhirnya bisa mendapatkan kesempatan untuk mengawasi suaminya melalui Jeavino.

"Sudah, kan? Ada lagi yang harus dibicarakan?" ucap Jeavino.

"Oh, iya, sudah. Terima kasih karena bersedia bicara nanti siang."

Pria itu mengangguk singkat dan melanjutkan langkahnya yang tadi ditahan oleh Elira. Setelah ini Elira harus memastikan sendiri apa yang Jeavino lihat sebenarnya. Pria itu tidak mungkin terpaksa mengatakan pada Elira mengenai properti pribadi dan alamat lengkapnya jika tidak merasa sesuatu telah terjadi. Sebab biasanya seorang pria tidak ingin ikut campur dengan urusan pribadi orang lain. Namun, Jeavino dengan samar menunjukkan Elira mengenai Sebasta.

***

Memiliki seseorang yang bisa diandalkan dari segi informasi adalah hal yang sedang Elira usahakan saat ini. Jeavino tidak mengenal Sebasta secara pribadi. Setahu Elira Jeavino hanya sering pulang disaat Elira dijemput oleh Sebasta, itu juga tidak sering. Elira pikir Jeavino tidak peduli, tapi rupanya dia peduli dan bahkan tahu wajah Sebasta dengan baik hingga mengingatnya dan mengatakan Sebasta adalah tetangga yang baru disadari adalah suami Elira.

DUSTA DIBALIK HUJAN / TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang