9. Letizia

118 19 0
                                    

[Cerita ini sudah tamat di Karyakarsa, juga sudah ada versi e-book di google play. Bagi yang ingin baca full silakan pilih yang nyaman untuk kalian, ya. Happy reading.]

Sebasta kembali pada rutinitasnya di Jakarta setelah lima hari menghabiskan waktu untuk membujuk istrinya. Ada satu beban yang menghinggapi kepalanya; permintaan Elira bertemu Letizia. Itu bukan permintaan yang mudah untuk Sebasta kabulkan. Bagaimana mungkin mempertemukan dua wanita yang memiliki masing-masing cerita di hidup Sebasta? Letizia memiliki ruang tersendiri, begitu pun Elira yang sudah menyandang status istri Sebasta selama lima tahun.

Di apartemen yang sebenarnya dibeli oleh Letizia dengan mengatasnamakan Sebasta, pria itu semakin kesulitan untuk memastikan apa yang akan terjadi ke depannya. Terutama nasib pernikahannya. Elira sudah memberikan ultimatum, bahwa jika Sebasta tidak tegas bersikap, maka Elira tidak akan susah payah bertahan.

Shit. Membayangkan hal itu saja Sebasta sudah gemetar. Dia sudah mengukir nama Elira di hatinya. Juga sudah terbiasa dengan segala yang ada di pernikahan mereka. Sulit sekali melepaskan Elira, bukan sulit tapi gue nggak mau.

Bip bip

Bunyi door lock yang dibuka oleh seseorang membangunkan Sebasta pada kenyataan. Selain dia sendiri, sudah pasti hanya Letizia yang memiliki akses. Tidak perlu ditebak lagi siapa yang masuk dan menghampiri Sebasta.

"I miss you!" seru Letizia dan langsung memeluk tubuh Sebasta. "Akhirnya urusan kamu selesai juga. Emang nggak mudah menghadapi drama perempuan. Aku bisa maklum. Apalagi perempuan itu dari kampung cara berpikir mereka pasti beda. Kamu pasti capek banget, kan, Bas? Apa yang bisa aku lakukan supaya capek kamu hilang, hm?"

Sebasta tidak bisa membalas pelukan Letizia. Pikirannya berkelana pada reaksi Elira. Istrinya tidak suka dengan kedekatan yang Sebasta miliki dengan Letizia.

Menyadari bahwa pria yang dia puja hanya diam saja. Letizia melepaskan pelukannya dan menatap wajah Sebasta dengan bingung.

"Hey, are you okay? Kamu keliatan nggak dalam kondisi terbaikmu."

"Zi, kita harus bicara serius kali ini." Sebasta berniat mengungkapkan bahwa kedekatan mereka harus mulai dibatasi.

Letizia mengangguk dan duduk rapat di samping Sebasta. Wanita itu terus melayangkan tatapannya pada Sebasta penuh kekaguman.

"Apa yang mau kamu bicarakan?"

Sikap Letizia sangat ditata. Padahal saat Sebasta di Semarang dan mengabaikan wanita itu, Letizia bersikeras mengirimkan pesan untuk bisa mendapatkan respon Sebasta. Namun, sekarang Letizia bersikap seolah hal itu tidak terjadi.

Sebasta kesulitan untuk merangkai kalimat yang bertujuan untuk menjaga jarak dari Letizia. Wanita itu sudah banyak tahu mengenai kehidupan Sebasta, bahkan ikut memberikan pendapat dan pandangan yang selama ini tidak jarang Sebasta ikuti. Termasuk menunda memiliki keturunan bersama Elira. Ide itu terdengar bagus awalnya, memastikan tanggung jawab Sebasta tidak begitu besar pada pernikahan yang didasari oleh perjodohan antar orangtua. Anak adalah tanggung jawab besar, dan jika tidak berhasil dalam menjalani pernikahan, Sebasta tidak akan kesulitan memikirkan anaknya kelak. Namun, itu sudah berjalan lima tahun lamanya. Bagi Sebasta kini ide tidak memiliki anak hanya mengguncang posisinya sebagai suami Elira. Sebasta tidak akan diperhitungkan sesulit itu jika tak ada anak di pernikahannya dan Elira. Perempuan yang dikatakan dari kampung oleh Letizia itu akan meninggalkan Sebasta dengan mudah dan tidak memiliki pertimbangan apa-apa tanpa adanya anak. Terdengar licik memang, Sebasta menginginkan anak sebagai pengikat Elira agar tak meninggalkannya. Nyatanya, posisi Sebasta sedang diambang perpisahan dan akan langsung digeser jika tidak ada bayi yang lahir dan menjadi prioritas pria itu serta Elira.

DUSTA DIBALIK HUJAN / TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang