[Jangan ragu, jangan bimbang. Untuk kalian yang penasaran, langsung mampir ke lapak yang bisa dibaca lengkap. Tinggal pilih, mau di Karyakarsa kataromchick atau mau versi ebook langsung ke google play search aja 'Faitna YA'.]
"Aku nggak nyangka kamu akan undang aku ke sini. Apartemen kita—"
Letizia berhenti melanjutkan kalimatnya begitu matanya menangkap sosok Elira. Memang harusnya wanita itu berhenti sejak awal, kan? Harusnya si Zia ini sadar diri dan tahu posisi bahwa Sebasta bukan bawahannya yang masih single. Sudah sepantasnya Zia berhenti bersikap begitu santai dan membiasakan diri mencium suami orang, meski itu hanya di pipi.
"Hi, Bu Zia!" sapa Elira lebih dulu.
Keterkejutan itu tetap terlihat dari wajah Zia. Namun, wanita itu langsung menutupinya dengan senyuman berbisa yang dia miliki. Elira tidak bisa melihat wanita itu sebagai atasan Sebasta, karena di kepalanya Zia adalah ular berbisa yang akan mematuk suaminya jika tidak dihampiri segera mungkin.
"Oh, hai! You know my name."
Balasan itu datang seolah-olah Zia tersanjung karena Elira mengetahui namanya. Namun, di mata Elira sekarang adalah sikap tidak sopan Zia yang tak berniat mengalami istri Sebasta itu sama sekali. Aku istri anak buahnya, aku yang dicuekin. Padahal seharusnya wanita itu tahu basa basi untuk bersalaman sebagai momen perkenalan mereka pertama kali.
"Exactly, I know you, Miss Zia." Elira sengaja menekankan status miss karena wanita itu masih belum menikah meski usianya sudah kepala tiga.
"Am I wrong?" tanya Elira memandang bergantian Zia dan Sebasta yang terlihat menunjukkan senyum meringis. "Suami saya nggak pernah bercerita kalau Anda sudah berkeluarga. So, if I call you Miss Zia, it's definitely fine, right?"
Elira tidak pernah berusaha sok menggunakan bahasa Inggris di depan siapa pun. Dia tahu dan mampu menggunakannya, tapi bukan untuk kesehariannya. Dia memang dari daerah di luar Jakarta, tapi bukan berarti orang-orang di sana tidak mengerti bahas Inggris. Kebanyakan masyarakat Indonesia mungkin masih tak mau mempelajarinya, tapi bukan Elira yang termasuk di dalamnya. Zia terlalu sombong jika sengaja bicara menggunakan bahasa asing itu, seolah Elira adalah perempuan kampung yang tidak bisa menimpali ucapannya.
"Oh, by the way, do you even know me, Miss Zia?"
"Sayang, apa maksudnya pertanyaan itu? Kamu jelas istriku, Zia tahu itu."
Elira menatap suaminya yang terlihat cemas dengan pancingan kalimat istrinya. "I'm just asking, Mas Bas. Siapa tahu atasan kamu belum ini belum tahu soal aku. Siapa tahu dia belum tahu aku adalah istri kamu, makanya aku harus mengenalkan diriku in proper way."
Elira terus menambahkan kata-kata berbahasa Inggris itu untuk mengolok-olok Zia yang sejak pertemuan pertama sudah menyombongkan diri. Sebasta juga pasti tahu maksud ucapan Elira mengenai mengenalkan diri sebagai istri pria itu. Sebab jika Zia peduli dengan status istri Sebasta, pasti wanita itu akan sungkan, tapi yang sekarang dapat dilihat, justru sebaliknya. Zia memang tidak tahu diri.
"Aku tahu kamu istri Basta, kok. Tenang aja. Santai, aku nggak akan ambil Basta. Kecuali dia yang lari ke aku."
Ucapan itu diiringi tawa pelan diakhir. Elira tahu Zia tidak takut sama sekali, tidak merasa tak nyaman pula berada di tengah pernikahan Sebasta dan Elira. Bahkan ucapannya yang terdengar main-main adalah sebuah keseriusan yang terlihat begitu kuat.
"Haha, kenapa kalian tegang banget? Aku bercanda. Kenapa kita nggak mulai makan dan bicara santai sebagai perkenalan?" Lalu wanita itu menatap Basta, memanggil untuk mendapatkan atensi. "Basta, kamu yang ajak aku untuk makan malam, loh. Kamu yang tanggung jawab untuk suksesnya acara malam ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
DUSTA DIBALIK HUJAN / TAMAT
Romance[CERITA INI TERSEDIA DI KARYAKARSA KATAROMCHICK.] Di bawah guyuran hujan, jawaban telah ditemukan. Dibawah derasnya hujan, wanita itu berdiri mematung di seberang gedung apartemen yang diketahuinya dari seorang kolega. Di bawah basahnya air hujan ya...