5

3.2K 427 48
                                    

Sore ini, Celo baru mendapat kabar bahwa kakak tidak bisa pulang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sore ini, Celo baru mendapat kabar bahwa kakak tidak bisa pulang. Ada kegiatan yang mengharuskan Zion ikut serta sebagai perwakilan sekolah. Celo sempat minta maaf pada cowok itu menyangkut aksi bolosnya. Zion tak marah. Cowok itu menyarankan kejujuran Celo harus segera ditingkatkan.

Celo dengan patuh menerima usulan. Mulai seterusnya, Celo akan melaporkan apapun pada kakak sebelum bertindak. Sekarang, Celo tengah berada di dapur sendirian. Rencana, bocah manis itu akan mengambil beberapa camilan. Rautnya kuyu. Helaan napasnya terlepas jenuh.

" Celo tidur sama siapa kalau kakak gak pulang, Celo gak mau tidur sama ayah. "

Badannya ia tumpukan sejenak pada pintu lemari pendingin berukuran besar. Maju dua langkah. Pandangannya turun pada salah satu laci berbahan solid wood. Semua persediaan snack favoritnya tersimpan di sini. Laci itu Celo tarik. Euforia yang seharusnya hadir, batal akan kekosongan medianya.

Pupilnya mengecil. Kudapannya tak ada di sana. Celo yakin, ia sama sekali belum menyentuh camilan dua minggu ini. Tidak mungkin habis. Zion selalu memantau stoknya. Hingga sebuah suara dari salah satu pelayan membuat Celo berpaling.

" Maaf, Tuan Celo, semua camilan sudah dibuang sesuai perintah Tuan Louis. "
Celo melotot. Atas dasar apa alpha angkuh itu menyingkirkan camilannya. Tangan Celo mengepal. Giginya bergemeletuk marah. Kakinya dengan cepat berlari menuju ruang kerja si tersangka.

BRAK!

Pintu pivot ruangan bergaya minimalis itu Celo buka kasar. Napasnya tak beraturan. Netranya menangkap sosok Louis. Pria itu sedang bersandar di kursi kantornya. Seluruh wajahnya tertutup oleh sebuah buku bisnis yang terbuka di halaman tengah. Kedua tangan gagah itu terlipat di depan dada.

Dua kancing atas kemeja terbuka, melancarkan sirkulasi darah sang alpha yang lelah. Jakun pria itu terbentuk jelas dari posisi Celo berdiri. Celo mendekat. Sampai langkahnya terputus akan vokal parau sang ayah.

" Ada apa? " Celo mematung. Ia pikir ayahnya tidur. Jemari Louis terangkat. Menurunkan buku dari wajahnya. Melirik Celo, tatapan datar itu memancing murka si bocah. Apa ayahnya ini tidak sadar atas perbuatannya? Celo menggigit bibir, terlampau kesal.

" Kenapa... Kenapa semua camilan Celo Ayah buang? " Intonasi suara anak itu masih bisa stabil, meski terselip secuil penekanan. Celo memandang tajam raut ayah yang tak menunjukkan ketertarikan. Louis membuang pandangan. Menutup kembali mukanya.

" Ntahlah. Aku hanya tidak suka camilan."

BRUGH!

Lembar buku dengan ratusan halaman itu jatuh ke lantai. Dada Celo naik turun. Dirinya baru saja membanting keras benda persegi yang menutup rupa si dominan. Mata Louis terbuka. Menatap lurus langit-langit ruangan. Hening. Ada jeda sebelum suara bergetar Celo membuyarkan kesenyapan.

" Siapa yang peduli kamu suka atau nggak? Itu punya Celo, milik Celo. Kamu gak bisa buang itu tanpa izin Celo. " Pernyataan yang anak itu layangkan membuat sudut bibir Louis terangkat. Menoleh pada wajah Celo yang menggelap.

CELOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang