7

3.3K 402 31
                                    

Chapter ini cukup panjang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Chapter ini cukup panjang. Bonus, karena bab selanjutnya bakalan telat datang!
Mohon pengertian dan jangan dilupakan, ya, Celonya 🙌

————

Ketukan jarinya pada meja, membelah senyap dalam ruang kerja. Lewat setengah jam, sang alpha menunggu bocah maniak dongeng itu selesai baca. Bunyi lembar buku yang dibalik lagi-lagi terdengar, menyahuti ketukan. Batu es dalam gelas Louis ikut tenggelam. Melebur bersama pekat americano di awal petang.

Dari kursi ini, sepasang netra Louis membingkai paras Celo. Mega senja dari dinding kaca yang besar, mendukung suasana di sekitar bocah itu menjadi lebih tenteram. Tangan Louis terangkat. Menyentuh badan gelas.

" Zion—" menggoyangkan ringan gelasnya, sebelum meneguk kembali minuman pahit itu. Hanya dengan satu nama, Celo menutup seutuhnya buku cerita. Atensi Celo menetap pada Louis yang sudah berdiri, membawa sisa americano ke arahnya. Ayah duduk di sampingnya, melanjutkan kata.

" Akan pulang sebentar lagi, kau akan tidur dengannya malam ini?" Mata Celo menangkap bulir yang meluncur dari permukaan gelas. Anak itu mengangguk. Zion selalu menjadi teman sekamarnya sejak dulu. Gelas kosong itu, Louis letakkan di atas meja bulat depan sofa.

Dia singkirkan buku bersampul animasi itu dari paha Celo. Tubuhnya berbaring. Kepalanya bersandar pada paha Celo yang kecil. Celo dengan sigap memeluk wajah ayah dengan tangannya yang mungil. Sudut bibir Louis naik saat jari-jari anak itu menyisir surainya.

" Ayah ngantuk? " Kelopak mata Louis mulai tertutup. Kopinya diminum bukan untuk mencari kantuk. Tapi, dalam pelukan anaknya, Louis merasa bisa terlelap kapan saja.

" Celo. "

" Um? " Celo memandang rupa tegas Louis yang berada di depan perutnya. Ayahnya masih menutup mata.

" Aku membencimu. " Senyum tipis Louis terukir. Berakhir pudar entah kemana. Alis Celo mengerut. Ada sengatan tak nyaman yang tiba-tiba mampir di kepala. Celo tak sengaja menunduk. Sampai manik madu Celo bertemu dengan iris kelam Louis yang sudah mengangkat kelopak mata.

Hening. Semilir udara dari mesin pendingin ruangan, menggapai halaman buku paling depan. Telunjuk Louis menyentuh dahi Celo, mendorongnya pelan agar wajah anak itu sedikit jauh darinya. Pipi bayi beruangnya memerah. Bocah itu marah. Dan Louis tentu suka.

" Wajahmu terlalu dekat, menjauh dariku."

" Gak mau! Bilang dulu, kenapa kamu benci Celo?! Kenapa suka buat Celo marah?! " Bocah tengil itu menepis tangan Louis yang menghalangi mukanya. Namun sia-sia, karena satu telapak tangan Louis bahkan dengan mudah meraup wajahnya.

CELOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang