The Forbidden - Lima

1.9K 248 12
                                    

Di dunia ini, yang paling tidak Adel sukai adalah diremehkan. Adel bisa terima kalau ada yang tidak menyukainya, atau bahkan tidak mau mengenal Adel apa lagi punya hubungan yang baik dengannya. Karena Adel tahu, tidak mungkin membuat semua orang menyukainya.

Hanya saja, sebagai gadis egois yang sadar kalau dirinya sangat egois, Adel tidak bisa terima jika ada yang meremehkan dirinya. Itu mengapa setelah turun dari mobil dan menyuruh supirnya pulang, Adel melangkah masuk ke dalam sebuah kafe.

"Non Adel beneran nggak apa-apa di tinggal? Jam enam sore itu lama loh. Apa nggak sebaiknya Hani atau asisten lain di rumah ikut sama Non Adel aja?"

Begitu lah kalimat bernada panik yang Rizal katakan sebelum Adel turun dari mobil. Bukan tanpa alasan Rizal merasa panik, pasalnya, sejak dulu sampai saat ini, Adel tidak pernah dibolehkan pergi ke mana pun seorang diri.

Harus ada yang menemani. Atau kalau tidak, seluruh orang yang bekerja di rumah Adel harus bertanggung jawab kalau sampai terjadi sesuatu pada si tuan putri.

Tapi Adel si keras kepala segera menyuruh Rizal pulang dan menjemputnya lagi di tempat itu jam enam sore. Lalu kini, saat dia sudah berada di dalam kafe, Adel mengitari pandangan.

Seseorang melambaikan tangan pada Adel. Itu Javier, di mana begitu melihat senyumannya, wajah Adel seketika berubah datar.

Adel menghampiri, namun matanya berusaha mengamati siapa saja yang ada bersama Javier di meja itu. Ada tiga lelaki lainnya. Satu lelaki bertubuh kecil yang pernah Adel lihat di perkampungan warga dan juga bengkel di mana Javier bekerja. Lelaki itu tersenyum lebar pada Adel, tapi sayangnya Adel malah memalingkan wajah hingga lelaki bertubuh kecil itu mengumpat pelan.

Lalu Adel memandang lelaki jangkung bertubuh kurus.

Adel tidak melakukannya dengan sengaja, tapi matanya sedikit menyipit dan menatap risih pada jerawat-jerawat kecil yang terlihat di sekitar pipi lelaki itu. Rasa-rasanya Adel ingin segera pulang untuk mengambil produk kecantikan yang dia gunakan untuk merawat wajahnya.

"Duduk." Javier mengangguk ke seberang meja. Ada bangku kosong di sana, tepat di samping lelaki yang berjerawat itu.

Adel mengulum bibirnya tak nyaman. "Aku mau di situ aja." Ucapnya dengan suara datar seraya mengangguk pada kursi milik Javier.

"Tapi ini kursi aku." protes Javier.

"Kamu kan bisa pindah ke situ."

"Kenapa bukan kamu aja yang duduk di situ."

"Nggak mau."

"Dih," Putra mencibir.

"Apa?" balas Adel galak, lengkap dengan pelototan tak senang. Hingga Putra tersenyum kaku.

"Udah lah, Jav." Cebik Arsen. "ngalah aja sama cewek."

Javier menatapnya tak terima, tapi saat melihat Arsen mengedipkan sebelah matanya, seketika dia mengerti apa yang sedang Arsen coba beritahu. Maka setelah mendesah malas, Javier menuruti permintaan Adel.

"Kamu udah makan?" tanya Javier setelah Adel duduk. Tapi suara batuk yang dipaksakan terdengar dari ketiga temannya. Seketika Javier melayangkan tatapan menusuk pada mereka semua.

Javier tahu, mereka semua pasti sedang ingin menggodanya.

"Jam berapa berangkatnya?" tanya Adel. Malas sekali berbasa-basi.

The ForbiddenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang