Adel tidak mengerti mengapa. Tapi yang pasti, sudah nyaris satu jam lamanya dia memandangi foto di layar ponselnya. Fotonya bersama Javier di atas puncak gunung, yang setiap kali Adel perhatikan maka akan membuatnya kembali teringat seluruh kebersamaan mereka di sana.
Bagaimana Javier membantu Adel ketika naik gunung, mengulurkan tangan, memijat kakinya, tertawa bersama Adel. Bahkan... Adel sama sekali tidak bisa melupakan kejadian pagi itu.
Ketika Adel membuka mata, dia menemukan Javier berbaring meringkuk kedinginan di sampingnya, sementara Adel tidur nyenyak di dalam sleeping bag. Entah bagaimana bisa Adel tidur dalam posisi seperti itu, namun yang pasti, Javier lah yang melakukannya.
Pagi itu Adel menghabiskan lebih banyak waktunya untuk memandangi Javier. Mulanya dia memang terkejut mengapa dirinya bisa terbaring di sana sedang Javier berada di sampingnya. Tapi rasa terkejut itu perlahan sirna ketika Adel mengamati wajah damai Javier.
Lelaki ini ternyata sangat baik, pikir Adel kala itu. Setelah apa yang terjadi di antara mereka berdua, jujur saja Adel tidak menyangka Javier mau membantunya untuk mewujudkan keinginannya pergi ke puncak gunung. Javier bahkan sangat memperhatikan Adel di sana. Cara memperlakukan Adel sangat tulus, membuat Adel kerap kali termangu.
Dan sekarang... entah mengapa Adel selalu saja memikirkan Javier. Lihat saja sekarang, dia tidak henti-hentinya memandangi foto itu.
"Mbak Adel," Hani masuk ke dalam ruangan. Adel menatapnya. "sudah waktunya pergi untuk menghadiri rapat koordinasi bersama Bapak Walikota."
Adel mengangguk, kemudian dia menatap layar ponselnya lagi sebentar sebelum menyimpannya dan bergegas pergi bersama Hani.
Satu tangannya memegang tas yang berharga fantastis, lalu kaki indahnya melangkah dengan langkah yang tegas. Wajahnya memandang lurus ke depan dengan dagu sedikit terangkat ke atas, menambah kesan angkuh sekaligus kharisma yang mematikan.
Setiap kali Adel melangkah dan melalui orang-orang, pasti banyak sekali pasang mata yang melirik padanya.
Rizal yang sudah berdiri di samping mobil, segera membukakan pintu untuk Adel dan Hani. Saat mobil mulai melaju, Adel mengulurkan tangan pada Hani lalu menerima sebuah Ipad dari asistennya itu.
"Semua laporan warga tentang pembakaran sampah sembarangan di wilayah itu sudah saya rangkum untuk Mbak Adel." Ujar Hani kala Adel membaca rangkuman yang Hani kerjakan.
"Minum," Adel mengulurkan tangan lagi, Hani bergegas mengambil botol minum Adel lalu menyerahkan padanya. "Ini sudah yang ke berapa kali?" tanya Adel. Matanya yang selalu tampak dingin dan tajam masih menatap Ipad ketika dia meneguk minumannya.
"Sudah ke lima kalinya, Mbak. Beberapa kali sempat dilakukan penertiban, tapi selalu diulang kembali dengan skala yang lebih besar sampai warga setempat merasa terganggu dengan polusi hasil pembakaran sampah."
Kepala Adel mengangguk-angguk.
Selama menjabat sebagai anggota DPR, Adel memang menyediakan satu wadah di sosial media untuk menampung laporan warga agar dia bisa bekerja secara maksimal.
Adel tidak pernah mau bersantai seperti kebanyakan rekan sejawatnya. Dia tidak pernah ragu terjun langsung ke lapangan.
Adel masih sibuk dengan Ipad di tangannya ketika ponselnya berdering. Melirik layar ponsel, mata Adel mengerjap kaku saat menemukan nama Javier di sana. Dia tidak langsung menjawab panggilan itu, melainkan menatap dengan dahi mengernyit.
Mengapa Javier tiba-tiba menghubunginya?
Adel berniat mengangkat panggilan itu, tapi entah mengapa dia merasa butuh berdeham pelan dan mempersiapkan dirinya lebih dulu. "Halo?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Forbidden
RomanceAdel tidak pernah tertarik dengan urusan asmara. Karena sejak kecil, Papinya sudah menyatakan dengan tegas kalau Adel hanya bisa menikah dengan lelaki pilihan Papinya. Sampai suatu ketika Adel bertemu dengan Javier, lelaki pembuat onar yang senang s...