7. DUA SISI

13 3 1
                                    




Pagi itu adalah hari pertama libur panjang setelah penerimaan hasil ujian kenaikan kelas, Ala berniat untuk memejamkan matanya seharian dan bermalas malasan di atas kasurnya. Namun rencana yang telah ia susun sedemikian rupa gagal dikarenakan ketiga temannya secara tiba tiba datang dan mengganggu agenda ia hari itu. "La, gue denger denger lo udah mulai interaksi lagi sama Nathan, udah baikan??"

"udah, belum lama ini, semingguan mungkin??" jawab Ala yang mengundang rasa penasaran dari teman temannya. "kok lo ga ceritaa?!" nada kesal mengikuti jawaban dari Kay.

"hehe, niatnya mau cerita tapi lupaa, maaf dehh"

"gapapa, La. Lagian pasti lo nunggu waktu yang pas juga buat cerita" ucap Vania menanggapi disusul dengan anggukan dari Acha. "jadi gimana caranya lo baikan sama Nathan, La?"

"habis kejadian di lapangan yang dia nyorakin gue dia ngajak gue ketemuan besoknya, di taman itu lagi. Gue terima ajakannya dan kita janjian jam 9 pagi, sampe sanaa gue ketemu Nathan, sama Mora" penjelasan Ala terhenti, Ala mengambil nafas sembari menunggu respon teman temannya. "SUMPAHH DIA LAGI? DIA GA NGERASA BERSALAH APA??!!"  dan benar sajaa, belum sempat Ala melanjutkan ucapannya pekikan tertahan dari Acha sudah memenuhi kamar milik Ala. "Cha, dengerin dulu anjirr, kebiasaan lo ah" mendengar teguran Vania Acha mengeluarkan cengiran andalannya. "maap maap".

Dengan sedikit tertawa Ala melanjutkan ceritanya, "iya gue ketemu Mora, lagi ngomong sama Nathan. Awalnya gue mikir, apa kejadian satu tahun lalu bakal kejadian lagi di tahun ini, tapi ternyata engga. Nathan keliatan marah banget waktu ngomong sama Mora, dan Mora juga minta maaf ke gue, terus pergi deh ninggalin gue sama Nathan. Habis ituu Nathan ngejelasin banyak hal sama gue tentang kejadian tahun lalu, gue juga nyoba buat nurunin ego gue dan ngasih dia kesempatan kedua."

Ala kembali mengambil nafas, "Yaa bisa dibilang dia lagi berjuang lah ya?? soalnya kalian juga tau gue belum bisa ngelepas dia, jadii gue mutusin buat nyoba lagi?" dengan sedikit takut takut Ala secara perlahan memutar arah pandangannya mengamati satu per satu ekspresi teman temannya sembari menunggu respon dari ketiga temannya, ruang itu mendadak hening, Ala benar benar takut langkah yang ia pilih tidak disetujui oleh para sahabatnya itu. "gue ga salah pilih jalan keluar, kan?" tanya Ala pelan.

"ENGGAA LAHH" jawab Kay cepat, "lo keren, La" lanjutnya.

"gue ga marah, dan gue yakin vania sama acha juga ga marah. Kami gabakal nyalahin pilihan lo karna kami juga tau apa perjuangan lo setahun belakangan, lo keren, dan selalu begitu, La" vania dan acha mengangguk mengiyakan.

Ala adalah yang paling kecil diantara mereka berlima, namun Ala pula yang paling dewasa. Mereka semua tau mengapa Ala bisa tumbuh se dewasa itu, mereka juga paham mengapa Ala jarang menunjukkan sisi manjanya, mereka paham, karna Ala juga bukan gadis yang lemah, jadi mereka tak pernah terlalu khawatir jika itu tentang Ala, karna mereka tau Ala bisa menyelesaikannya bahkan sebelum mereka mencoba untuk membantu. "Kay bener deh, lo emang selalu gitu ya, La?? emang selalu keren haha. Pilihan lo gak salah kokk, kalau nanti ada sesuatu yang udah gabisa lo selesaikan sendiri, inget ya? Lo selalu punya kami, kami selalu disini semenjak 12 tahun lalu"

"aaaaa rese!! terus kenapa tadi diem ajaa sihh"

"gue udah takut kalian marah, mana gue telat cerita juga." mata cantik milik Ala terlihat menahan cairan bening dipelupuk matanya, "but, thanks ya, lo semua tau gue cuma punya lo pada, makasi juga 12 tahun tetep disini sama gue. Gue selalu takut sendirian tapi karna kalian semua selalu sama gue, untuk pertama kalinya gue mikir dunia ternyata bisa adil juga" sekuat apapun Ala dimata teman temannya ia tetap akan jadi selemah itu. Buliran bening yang sedari tadi Ala tahan pada akhirnya jatuh membasahi pipi chubby milik Ala beriringan dengan dekapan demi dekapan dari ketiga teman temannya yang kini mengukung penuh tubuh Ala seolah tak rela jika adik kecil mereka disakiti lagi dan lagi oleh semesta.

"udah ah nangisnya. Kita gabakal kemana mana, mungkinn nanti ada masanya kita sama sama sibuk tapi yakin kalau kali ini kita gak akan kurang lagi"

"tahun kemarin gue bilang, kalau kita berlima dan akan tetap lima sampai akhir. Di tahun ini biar gue ralat, kita berempat dan akan tetap empat sampai akhir." Vania mengulangi ucapannya persis seperti tahun lalu, dan.. "kita bakal tetap empat apapun yang terjadi" Acha kembali memperjelas. Ala bahagia, ketika sedang dengan teman temannya Ala selalu meminta dalam heningnya, tuhan tolong biarkan aku hidup lebih lama lagi.

****

Dilain sisi terlihat keempat laki laki tengah bermain game online bersama, yap siapa lagi kalau bukan Nathan, gilang, kavin, Laska dan Farrel. Segila gilanya Laska pada pelajaran di sekolah, ia juga manusia yang butuh hiburan dan pelarian sejenak. Sedangkan Farrel? Jangan tanyakan, ini adalah dunianya. Terhitung sudah hampir 2 jam mereka 'mabar' hari ini.

"Than, tumben ngajakin kita ke rumah kayak gini lo, biasanya juga ogah banget kalau gue sama yang lain ke rumah"

"iyee anjirr, lagian kok gak jalan sama si cantik Than?? katanya mau berjuang lo, apa udah tenggelam lagi?" gelak tawa menyambut ucapan yang terlontar dari mulut seorang Kavin, Nathan mencebik sembari melempari teman laknatnya itu dengan sebotol mineral yang sudah kosong.

"udah untung dikasih tumpangan lo, masih aja komen" jawab Nathan kesal.

"itu lagi bukan tenggelam ye taik, belum juga mulai gue. Udah gue ajakin cuma anaknya gamau, lagi butuh me time katanya, yakali baru mulai udah lancang gangguin dia, step by step lah. Ngalah dulu gue hari ini, besok atau lusa gue ajakin lagi. Kalau gabisa lagi dianya gue ajak lagi mingdep, libur masih panjang. Mampus lo pada kalau gue udah pamer fotbar ntar" nada sewot cukup terdengar jelas dari celotehan Nathan.

"mang eakk broo?" Gilang menyaut dengan nada tengil yang sangat mengesalkan. Dan gelak tawa kembali terdengar setelah satu bantal sofa diruangan itu melayang ke arah Gilang, kalian pasti tau pelakunya. Senyuman itu terlihat sedikit songong namun itu pertanda bahwa Nathan puas karena bantal yang ia lempar tepat mengenai kepala Gilang. Harap harap setidaknya temannya itu dapat sedikit lebih waras dan tidak menyebalkan. "kata gue jangan lama lama, nanti doi disambet yang lain ngamuk ngamuk lagi lo kayak orang gila."

"Nathan mah definisi hidupnya cuma butuh Ala, Rel!"

"hooh, dikasih pilihan antara duit segepok atau Ala, pasti Ala yang dipilih. Duit gaada harga dirinya dimata nih orang" ucap Laska menyahuti perkataan Gilang, Menyetujui perkataan teman temannya itu, Nathan adalah definisi bulol yang sebenarnya.

"kasihan banget gue kalau inget bentukan nih orang pas baru ditinggal Ala dulu, udah kayak orang gila gaada tujuan hidup. Untung belum masuk RSJ aja. Hadehhh, kalau ngomongin bucin, bulol apalah itu, gaadaa yang bisa ngalahin dia nj*ng, Nathan mah udah gak terselamatkan"

"tapi gue setuju dah, gue kalau dapet modelan Ala juga bakalan kayak nih anak. Gila aja cewek perfect gitu di sia sia in." sahut Gilang blak blak an. Memang benar, Nathan yang bucin dan bulol orang bilang adalah bukti bahwa dia benar benar mencintai Ala.

"cewe gue emang perfect, rasanya gue pengen satu dunia tau kalau gue berhasil dapetin cewek se perfect, wajib banget dia yang jadi ibu dari anak anak gue, no debat dah."

"yaela cewe gue cewe gue, resmiin dulu tol*l. Main claim aja lo, kayak yang udah berhasil balikan aja. Eh tapi mau bilang balikan juga lo gapernah jadian ya?? miris banget emang hidup lo, Than Than."Kavin menyaut dengan gelengan kepala seolah meratapi nasib temannya itu, namun tak selang beberapa detik setelah ia menyelesaikan ucapannya teriakan menggelegar memenuhi ruangan tengah dirumah Nathan siang menjelang sore itu. "ANJ*NGGGGG" tepatnya setelah bantal sofa berhasil mengenai kepala Kavin. Untung saja rumah sedang kosong, kalau tidak.. entah apalah nasib buruk yang akan terjadi pada Kavin.

HOME BECOMES YOU.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang