BAB 5: FRASE IN DIE [2]

39 7 0
                                    

Selamat membaca.

"Pertama si Mata merah ialah teman sekelasku sewaktu sekolah menengah atas. Dia adalah teman dekat sahabatku, aku cukup terkejut mengetahui ia mengajar di sekolah menengah adikku. Setelah 8 tahun aku tak melihatnya, rupanya ia telah menjadi seorang pengajar, benar berubah."

"Seperti apakah kepribadia yang beliau miliki pada 8 tahun yang lalu?" tanyaku.

"Jauh dari sekarang. Dulu ia periang, dan mudah berbaur. Siapa sangka dia menjadi sosok pendiam, dan bahkan di takuti kini."

"Apakah dia memiliki masalah serius dahulu?" tanya Cliv.

"Tak juga. Namun aku ingat sebelum upacara kelulusan sahabatku sekaligus teman dekatnya si Mata merah, jatuh sakit. Lalu ia di bawa ke luar negeri untuk perawatan. Dan setelah itu aku tak pernah mendengar kabar tentang sahabatku, begitu juga si Mata merah. Aku yakin kemungkinan sahabatku telah meninggal dunia. Dan aku rasa, aku pernah mendengar kabar mengenai tragedi 19 Juli."

"Tragedi 19 Juli? Apa itu berhubungan dengan identitas si Mata merah?" tanya Cliv.

"Tentu. Kami cukup dekat lantaran ia sering menemui sahabatku. Aku ingat semua detail tentangnya."

"Apakah anda mengetahui sesuatu mengenai peristiwa 19 Juli?" aku berkata.

Gelas kaca yang di genggam Laras terjatuh cukup jeras. Ia tersungkur dan meremas kuat leher miliknya, Cliv pun segera meraihnya. Kami membawa laras ke Rumah sakit.

"Ini penghilang pita suara. Apakah sebelumnya dia meminum atau memakan sesuatu?" dokter berucap.

"Kami minum kopi bersama." jawabku.

"Begitu. Kemungkinan kopi tersebut mengandung obat yang merusak pita suaranya. Tapi tenang saja, setelah seminggu berlalu, suaranya akan kembali pulih." ucap dokter.

"Itu cukup untuk membuatnya bungkam dalam waktu yang lama." ucapku.

"Orang itu benar-benar licik. Apakah ia menggunakan sihir untuk meracuni Laras dari jarak jauh?" ujar Cliv.

"Kau benar. Dia seolah berusaha mengatakan bahwa dia berada disekitar kita." kataku.

"Jika dia dekat, seharusnya lebih mudah baginya untuk menjangkau Laskar. Mengapa sampai harus berbuat sejauh ini?" tanya Cliv.

"Entahlah. Yang jelas alasannya belum menyentuh Laskar, pasti karena Laskar adalah bidak penting lainnya."

"Kau tahu Khansa?" ujar Cliv.

"Apa?"

"Jika Si Mata merah adalah bidak penting yang berkaitan dengan peristiwa 19 Juli dan pembunuh. Mengapa ia di singkirkan lebih awal?"

"Dalang di balik semua ini pasti memiliki hubungan timbal balik dengan Laras maupun si Mata merah. Peristiwa 19 Juli hanya lah bualan. Aku yakin itu di mulai pada perawalan Mei, ketika petinggi Jerman  yang beekunjung tewas kemarin."

"Itu cukup masuk akal. Tetapi apa yang membuat si Mata merah sampai merelakan hidupnya demi si pembunuh itu?"

"Aku belum mengetahuinya. Tetapi aku cukup meyakini satu hal. Lisa pasti orang pertama yang mengetahui tujuan si Mata merah saat itu."

"Apa!" Cliv mendengking.

"Lisa sengaja memisahkan diri dari kita. Dia tahu dimana Laskar menemui si pembunuh. Bukankah kau merasa ada kejanggalan? Lisa menuju arah yang berlawanan. Sebenarnya aku sempat melihatnya menuju ke atap."

"Dan kau hanya diam saja!" Cliv mencengkram kerah seragamku.

"Aku membutuhkan beberapa waktu untuk menyadarinya Cliv. Jika dia memberitahu kita, kita semua akan mati. Karena itu lah dia tak punya cara lain. Ini semua salahku karena terlambat menyadari..."

Louis Reunion [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang