10. something wrong

454 106 18
                                    

'Datanglah ke unh's cafe dan mari bicara berdua'

Satu bait pesan seperti itulah yang pada akhirnya berhasil membawa langkah Junhoe sampai ke sebuah cafe dengan suasana eksklusif yang letaknya tak jauh dari rumahnya yang dulu.

Saat netra Junhoe menangkap punggung si pengirim pesan sudah duduk dalam diam menunggunya dengan dua kopi yang mengepulkan asap, Junhoe mendekat kesana. Mendudukkan dirinya dengan nyaman tepat di seberang si pengirim pesan karena ia tahu pembahasan setelahnya akan membuat perutnya mual.

"Langsung pada poinnya, aku tidak punya banyak waktu luang" ucap Junhoe tanpa sudi menyapa.

"Kau bisa memesan makanan atau minuman yang lain terlebih dahulu jika kau mau"

"Aku tidak datang kesini untuk bersenang-senang. Langsung saja"

Jawaban dingin itu selalu mampu menciptakan helaan nafas pasrah dari Eunwoo. "Kapan kau akan pulang?" ucap pria itu dengan nada lembut kemudian.

"Jadi kau akan membahas hal itu kembali?"

"Kau tahu hanya itu yang kami butuhkan darimu"

Junhoe terkekeh pelan. "Sahabatku, ah. Bagaimana aku harusnya memanggilmu? Saudara? Apapun itu lah, aku tidak peduli. Aku hanya ingin bertanya sudahkah kau memikirkan permintaanmu itu baik-baik?"

Eunwoo mengangguk. "Ya, aku sudah memikirkannya baik-baik"

"Kau tidak pernah memikirkannya baik-baik. Sekarang biar aku tanya. Apa kau siap mengumumkan pada semua orang bahwa aku saudaramu? Apa kau sudah siap aku merebut kembali posisi nomor satu? Apa kau sudah siap bahwa kau akan kehilangan semua popularitasmu? Jadi sekarang kau merindukan posisi si nomor dua?"

Eunwoo tanpa sadar mengepalkan tangannya sendiri. Junhoe berhasil menembak semua ketakutannya tepat pada sasaran. Dulu sekali, tepatnya dua tahun lalu saat Junhoe kembali pulang dari luar negeri, Eunwoo menakutkan semua hal itu. Eunwoo takut ia akan menjadi si nomor dua lagi seperti dulu. Seperti kebanyakan pembicaraan, sulit rasanya untuk menjadi si nomor dua. Seperti menang namun tidak pernah menang. Akan lebih baik jika dia menjadi si nomor tiga atau tidak menang sekalian. Menjadi si nomor dua itu adalah kutukan. Dia menang, namun rasanya seperti kalah. Selalu ada pikiran bahwa sebenarnya ia mampu menjadi nomor satu dan hanya butuh sedikit lagi usaha untuk jadi si nomor satu. Namun sekeras apapun Eunwoo mencoba, pria itu selalu kalah telak dengan Junhoe.

Ketakutan lainnya adalah Eunwoo takut kebohongannya terungkap. Pria itu tidak pernah berbohong seumur hidupnya. Ibunya tidak pernah mengajari hal tersebut kepada dirinya. Namun rasa takut tujuh tahun yang lalu itu tanpa sadar membuatnya menjadi si penipu. Membohongi semua orang dengan satu kebohongan dan hal yang paling menyesalkan adalah semua orang percaya kepadanya karena ia tidak pernah berbohong sebelumnya. Lalu semua orang malah menyalahkan Junhoe yang memang hari-hari itu sedang sering membuat kesalahan karena terguncang akibat perceraian kedua orang tuanya.

Eunwoo pun menyesal. Harusnya semua orang dewasa disana tahu mana yang berbohong dan jujur lalu mungkin ia hanya akan dimarahi dalam beberapa hari. Namun dengan semua yang telah terjadi setelah bertahun-tahun lamanya membuat kebohongan Eunwoo jadi semakin berbahaya jika terkuak. Kebohongan itu sudah merambat ke banyak hal. Banyak hal yang bisa hancur hanya karena terungkapnya satu kebohongan itu.

Ponsel Junhoe yang berdering di atas meja lalu menampilkan foto seorang perempuan berambut pirang yang Eunwoo tidak tahu siapa mampu memecahkan pemikiran pria itu.

Junhoe dengan cepat mengangkat panggilan tersebut dan menatap datar pada Eunwoo.

"Babeee!! Kapan kau akan kemari?-"

Un-Pretty LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang