Joanna mual saat dipeluk Jeffrey. Membuat pria ini panik. lalu mengikuti si istri ke kamar mandi. Memijat tengkuknya berkali-kali. Meski berakhir diusir."Pergi! Kamu bau sekali!"
Jeffrey yang dikatai seperti ini jelas langsung mundur saat ini. Tidak ingin Joanna merasa mual lagi. Sehingga dia kembali panik dan memanggil ART agar membantu Joanna di kamar mandi.
Ceklek...
Pintu kamar mandi terbuka. ART yang menemani Joanna di dalam keluar. Dengan senyum yang sedikit mengembang. Membuat Jeffrey kebingungan.
"Bagaimana, Bi? Apa sudah mendingan? Saya sudah panggil dokter datang."
"Sepertinya Ibu hamil, Pak."
Jeffrey yang mendengar itu jelas panik. Sebab takut Joanna mendengar ini dan mengamuk nanti. Karena dia tahu jika istrinya belum siap menjadi ibu saat ini.
Jeffrey langsung memasuki kamar mandi. Dia melihat Joanna yang sedang menduduki kloset saat ini. Sembari menangis. Sebab tidak mau hamil.
"Aku tidak mungkin hamil! Aku tidak mau hamil!"
Jeffrey berusaha menenangkan Joanna. Wanita itu sudah menangis sekarang. Sedangkan Jeffrey mulai memeluknya. Sebab takut istrinya melukai calon anak mereka.
Dua hari kemudian.
Joanna sedang sarapan bersama Jeffrey. Sesekali dia melirik si suami yang terus menatapnya selama serapan hari ini. Padahal dia sedang tidak melakukan kesalahan kali ini.
"Ada apa!?"
Tanya Joanna ketus. Sebab dia risih tentu. Membuat kegiatan makannya agak terganggu.
"Besok aku kerja, jadi tidak bisa menemani kamu seharian seperti dua hari sebelumnya. Bagaimana kalau aku minta Mama menemani kamu di rumah? Kak Sarah sedang hamil juga, tidak enak kalau kuminta datang."
"Menemani untuk apa? Lebay! Aku hanya hamil! Bukan mau mati!"
Joanna kesal bukan main. Sebab dia jelas tidak setuju akan usulan Jeffrey. Karena dia akan merasa tidak nyaman jika ada mertua di rumah ini.
"Aku hanya takut kamu kenapa-kenapa. Atau mau kucarikan suster saja?"
"Tidak mau! Aku bisa mengatasi ini sendiri! Kamu tidak perlu takut aku menyakiti bayi ini!"
Jeffrey hanya menarik nafas panjang. Lalu mengusap perut Joanna yang masih raya. Membuat wanita itu langsung menepisnya. Sebab risih tentu saja.
"Apapun yang terjadi, jangan sakiti bayi ini. Dia tidak salah apapun di sini."
"Aku tahu!"
Joanna melanjutkan kegiatan sarapan. Dia makan dengan lahap. Mengabaikan Jeffrey yang masih menatapnya. Dengan perasaan gelisah.
"Apa aku cuti kerja saja, ya? Supaya bisa menemani kamu di rumah. Supaya kamu tidak bosan sendirian."
"Berhenti, Jeff! Aku bisa menjaga diri! Dan aku tidak sejahat yang kamu pikir! Aku tidak mungkin menyakiti anakku sendiri!"
Seru Joanna dengan nada sinis. Sebab dia jelas kesal sekali. Karena Jeffrey tampak khawatir jika dia akan melakukan sesuatu yang buruk nanti.
Jeffrey mulai terkekeh pelan. Sebab dia memang hanya bercanda. Namun Joanna justru kesal sungguhan.
Dua jam kemudian.
Hari ini Jeffrey masih libur kerja. Lebih tepatnya meliburkan diri karena ingin menjaga istrinya baru saja ketahuan hamil satu bulan. Membuatnya tidak tega meninggal wanita itu sendirian. Dalam keadaan emosi yang tidak stabil seperti sebelumnya.
"Aku ngantuk."
"Tidur."
Joanna mulai memejamkan mata. Saat ini dia sedang rebahan di atas sofa. Menjadikan paha Jeffrey sebagai bantal. Dengan selimut yang sudah membungkus tubuhnya juga. Sehingga perasan nyaman membuat dirinya mulai mengantuk sekarang.
Jeffrey mengusap lembut kepala Joanna. Membuat tidur wanita itu semakin nyenyak. Karena merasa nyaman.
"Kak Johan?"
Panggil Jeffrey saat melihat kakak iparnya datang. Dia masih memakai pakaian kerja. Lalu meletakkan jari telunjuk di depan bibirnya. Agar Joanna tidak mendengar.
Jeffrey mulai memindahkan kepala Joanna dari pangkuan ke bantal yang baru saja diraih dari bawah meja. Lalu membawa Johan ke ruang tamu sekarang. Sebab mereka akan berbicara di sana.
"Ada apa, Kak?"
"Aku baru saja mendapat laporan dari polisi, jika insiden meninggalnya Mega akan diusut lagi."
Jeffrey mulai menelan ludah. Dia tampak gelisah. Karena dia berpikir jika mungkin saja Mega sebenarnya belum meninggal. Namun kabur saat mobil ambulan yang akan membawa ke rumah sakit terdekat terjatuh di laut lepas.
"Aku juga merasa agak janggal saat membaca laporannya, Kak. Apalagi jasadnya tidak ditemukan."
"Untuk itu aku mau kamu terus menjaga Joanna dari dunia luar. Kalau bisa batasi penggunaan sosial media juga. Aku akan berusaha menekan pihak media agar tidak mempublish masalah ini sekarang. Kamu tahu sendiri adikku itu masih bebal. Dia pasti akan menggila kalau tahu hal ini sekarang. Apalagi dia sedang hamil juga."
"Iya, Kak. Aku akan menjaganya dengan baik. Aku berencana cuti beberapa bulan lagi. Besok aku akan minta Mama menemani Joanna selama aku kerja setiap hari."
Johan tidak mengatakan apa-apa. Namun dia mengangguk saja. Lalu menepuk pundak Jeffrey berulang sebelum pamit pulang.
Di balik pilar, Joanna yang mendengar perbincangan mereka hanya bisa menangis saja. Dia juga mulai meremas perutnya sendiri sekarang. Seolah tidak menginginkan kehamilan. Karena takut jika Mega tidak mau kembali padanya jika tahu dia sudah memiliki anak.
Udah emosi? Feel free maki-maki Joanna di sini :)
Tbc...
KAMU SEDANG MEMBACA
HIDE AND SEEK [END]
Fanfictiona children's game in which one player does not look while others hide and then goes to find them.