8/8

235 43 20
                                    

6. 00 AM

Jeffrey baru saja bangun karena suara alarm. Dia tidak menemukan Joanna di sampingnya. Padahal biasanya, wanita itu akan bangun agak siang daripada dirinya.

Setelah mengumpulkan nyawa, Jeffrey memutuskan untuk merapikan ranjang. Lalu ke kamar mandi guna mencari keberadaan Joanna. Namun sayang, di sana kosong sekarang.

"Di mana dia?"

Jeffrey memutuskan langsung mandi. Lalu berganti pakaian kerja seperti biasa. Namun saat menatap meja rias, dia tidak menemukan tas kerja Joanna. Sehingga dia berpikir jika wanita itu sudah berangkat kerja.

Selesai bersiap, Jeffrey memutuskan untuk langsung menuju ruang makan. Di sana hanya ada Savinna dan Isla. Tidak ada Joanna.

"Di mana Mama? Sudah berangkat, ya?"

Tanya Jeffrey sembari mengecup kepala Savinna. Dia juga mulai duduk di samping anaknya. Berniat sarapan seperti biasa.

"Tidak tahu. Sepertinya iya, Pa. Aku dan Tante Isla baru turun soalnya."

Jeffrey mengangguk saja. Lalu mengusap gemas rambut anaknya. Sebab dia begitu lucu baginya.

Setelah sarapan, Jeffrey berangkat kerja. Dia juga mulai melakukan kegiatan seperti biasa. Memeriksa laporan dan menghadiri rapat juga. Hingga jam makan siang tiba dan dia mendapat telepon dari Amanda, asisten istrinya.

"Halo? Ada apa?"

Maaf mengganggu, Pak. Saya ingin bertanya terkait keberadaan Ibu Joanna. Karena hari ini beliau tidak masuk kerja tanpa pemberitahuan. Sedangkan nanti ada meeting jam tiga. Kira-kira Ibu Joanna ada di mana, ya, Pak? Telepon saya tidak diangkat soalnya.

Jeffrey mengernyitkan alisnya. Dia bingung tentu saja. Sebab mengira jika hari ini Joanna kerja.

"Loh? Aku kira dia kerja. Sebentar, aku tanya dulu teman-temannya."

Setelah mematikan panggilan, Jeffrey langsung menghubungi nomor Merida. Sebab mereka sudah pernah bertukar nomor sebelumnya. Agar dia lebih mudah jika ingin tahu kabar Joanna. Sebab wanita itu sering tiba-tiba pergi tanpa berpamitan.

"Kalian tidak ada yang tahu? Kira-kira di mana dia saat ini? Menemui orang lain? Sepertinya tidak mungkin."

Tidak tahu, ya, Jeff. Setahuku dia hanya akan keluar dengan kami. Dia jarang sekali menerima ajakan keluar orang lain jika tidak benar-benar penting. Coba cek GPS ponselnya! Siapa tahu bisa.

"Oh, iya, lupa. Thank you, ya."

Jeffrey mulai mematikan panggilan. Lalu memeriksa lokasi GPS pada ponsel istrinya. Sebab dia jelas penasaran sekarang. Akan di mana keberadaan Joanna.

"Apa gara-gara kemarin dia marah, ya?"

Jeffrey mulai merutuki dirinya sendiri. Karena semalam sudah menolak mengambilkan obat saat Joanna sakit. Sebab dia masih kesal pada si istri. Akibat insiden Savinna kemarin.

Di tempat lain, Joanna sedang mengerjapkan mata. Dia menatap kelambu warna biru muda yang melingkari dirinya. Sebab saat ini, dia tengah di bangsal perawatan. Karena semalam memutuskan pergi ke rumah sakit sendirian. Sebab sudah tidak tahan akan sakit perut yang dirasakan.

Ya. Ini akibat dia yang semalam melewatkan makan malam. Sehingga penyakit lambungnya kumat.

Dengan pelan, Joanna mendudukkan badan. Lalu meraih ponsel dari tas yang ada di atas meja. Karena dia ingat jika ada meeting jam tiga. Sehingga dia berniat berangkat sekarang jika belum terlambat.

"Masih jam setengah dua."

Joanna tampak lega. Lalu melepas jarum infus sendirian. Kemudian menuju kamar mandi sembari membawa tas kerja. Sebab dia berniat berdandan agar tidak terlihat pucat. Meski saat ini dia masih memakai piyama.

Beruntung Joanna sempat memasukkan rok ke dalam tas. Dia juga memakai blazer yang dijadikan luaran saat keluar rumah. Sehingga saat ini, Joanna bisa langsung ke kantor tanpa pulang terlebih dulu untuk berganti pakaian.

Setengah jam bersiap, Joanna akhirnya selesai juga. Dia membuang setelan piyama yang semalam dikenakan. Lalu keluar kamar mandi dengan penampilan rapi seperti biasa.

Rambut yang digulung rapi, riasan tipis dan lipstick merah bata. Tidak lupa jas hitam dan rok span warna putih tulang. Senada dengan tank top putih yang semalam wanita itu kenalan.

"Saya mau membayar tagihan pasien atas nama Joanna."

Ucap Joanna pada beberapa orang di meja resepsionis. Membuat mereka kebingungan saat ini. Karena Joanna membayar tagihan untuk dirinya sendiri. Ditambah, mereka juga heran saat melihat Joanna yang sudah rapi dan sangat wangi. Meski di sistem tercatat jika semalam baru saja sakit lambung akut dan hampir mati.

"Baik, Bu. Mohon ditunggu."

Joanna mengangguk singkat. Dia menatap sekitar. Di sana cukup ramai orang. Hingga matanya jatuh pada layar televisi di depan. Sebab di sana tengah menampilkan foto Mega si mantan pacar.

"Megantara Surandar yang sudah tujuh tahun menjadi buronan telah menyerahkan diri di kepolisian. Dia datang untuk melunasi hutang terhadap perusahaan yang telah menuntutnya atas kasus penggelapan dana sebanyak dua puluh satu miliar."

Joanna yang melihat itu jelas menegang. Jantungnya berdebar. Dia sangat senang. Karena akhirnya, penantian panjangnya akan berakhir juga.

Mega datang. Dia tidak meninggal seperti apa yang telah diberitakan. Membuat air matanya mengalir perlahan. Membuat orang-orang yang melihat kebingungan.

Setelah menyelesaikan pembayaran, Joanna langsung mendatangi kantor polisi tempat Mega datang. Berharap pria itu masih berada di sana. Sebab dia tidak tahu di mana lagi bisa menemukan si pria.

"Kamu urus saja Amanda. Aku tidak bisa datang sekarang."

Setelah menjawab telepon Amanda, Joanna menjawab telepon Jeffrey sekarang. Sebab pria itu masih berusaha menghubungi dirinya. Sejak tahu jika istrinya tidak kerja.

"Halo? Aku sedang sibuk sekarang. Telepon nanti saja. Aku mau pesan taksi, jangan telepon dulu!"

Joanna langsung mematikan panggilan Jeffrey. Mengabaikan puluhan pesan yang baru saja terkirim. Sebab dia memang sengaja mematikan ponsel sebelum dirawat di rumah sakit.

Tidak lama kemudian Joanna tiba di kantor polisi. Dia melihat ada begitu banyak wartawan di sini. Membuat Joanna tidak bisa masuk kali ini. Sehingga dia memutuskan untuk menunggu di luar bersama orang-orang ini.

Joanna menunggu cukup lama. Hingga banyak orang mulai pergi dan membuat pintu masuk kantor polisi lenggang. Sehingga dia bisa menyelinap masuk tanpa ada halangan.

Joanna mengedarkan pandangan ke setiap penjuru ruangan. Mencari keberadaan Mega yang sudah lama tidak ditemui olehnya.

Hingga pandangannya jatuh pada sosok pria tinggi berkacamata hitam yang sedang berbicara dengan seseorang. Pria itu Mega. Iya. Dia Mega. Pria yang selama ini Joanna nantikan kehadirannya. Karena dia adalah cinta pertamanya.

Tbc...

HIDE AND SEEK [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang