Delapan bulan kemudian.
Joanna sedang duduk di teras rumah. Menunggu Jeffrey pulang. Bersama Jessica yang ada di sampingnya. Karena selama delapan bulan ini dia yang mengawasi Joanna saat ditinggal kerja.
"Itu dia. Mama pulang, ya?"
Joanna mengangguk singkat. Dia menyalami si mertua. Lalu menatap Jeffrey yang baru saja turun dari mobil sembari membawa kresek hitam yang berisi mie ayam pesanannya.
"Terima kasih, ya, Ma."
Ucap Jeffrey pada ibunya. Membuat Jessica mengangguk singkat. Lalu menepuk pundak si anak. Sebelum memasuki mobil jemputan.
"Ayo masuk! Aku sudah bawakan mie ayam kesukaanmu!"
Jeffrey merangkul Joanna yang sudah berdiri dari duduknya. Membawa si wanita ke ruang makan. Lalu memulai makan malam dengan mie ayam yang baru saja dibeli di pinggir jalan.
"Besok jam sembilan kita periksa lagi, ya? Aku sudah buatan janji dengan dokter Clara."
Tanya Jeffrey tiba-tiba. Membuat Joanna yang sedang menikmati makanan langsung berhenti mengunyah. Lalu menatap kesal suaminya.
"Bulan lalu kita sudah periksa! Aku malas ke sana! Lagi pula sebentar lagi aku melahirkan. Tidak perlu, lah! Aku malu kalau bertemu orang-orang dengan keadaan perut besar!"
Jeffrey terkekeh pelan. Dia menatap Joanna yang tampak kesal. Sebab dia memang sangat menjaga penampilan. Sehingga keadaan perutnya yang besar jelas sedikit membuatnya insecure saat bertemu orang.
Meski seharusnya dia bangga. Karena sedang memperjuangkan nyawa manusia lain di perutnya. Bukan justru sebaliknya.
"Malu kenapa, sih? Kamu masih cantik. Lengan dan pipimu tidak bengkak. Hanya perutmu saja yang besar karena berisi manusia."
Jeffrey tidak bohong saat mengatakan Joanna cantik. Karena wanita itu tetap menjaga badan saat hamil. Dia masih olahraga setiap hari. Dia juga tidak makan sembarangan meski terkadang ingin mie ayam sekali-sekali. Seperti saat ini.
"Pokoknya aku tidak mau!"
"Ya sudah, besok dokter Clara yang kuminta datang saja."
Jeffrey serius dengan perkataannya. Karena besoknya, dia membawa dokter kandungan Joanna ke rumah. Bersama alat USG juga. Membuat istrinya agak merasa malu saat diperiksa. Sebab tidak mengira jika Jeffrey akan serius dalam berucap.
"Bagaimana keadaannya, Dok?"
"Baik. Semuanya baik. Keadaan ibu dan anak baik. Anda akan menjadi ayah yang baik Pak Jeffrey."
Ucap Clara pada Jeffrey. Sembari terkekeh geli. Sebab baru kali ini dia menemui suami sebucin Jeffrey. Sampai rela membeli alat USG rumah sakit. Demi si istri.
"Syukurlah."
Jeffrey mengusap kepala Joanna. Lalu mengecupi dahinya. Karena wanita itu masih fokus menatap foto hasil USG yang baru saja dicetak.
Jeffrey selalu menuruti permintaan Joanna. Apapun yang wanita mau selalu dia kabulkan tanpa berpikir ulang. Sebab dia tidak mau Joanna marah padanya. Apalagi mencelakai anaknya.
Sebab Joanna memang kerap beberapa kali menggugurkan kandungan di awal kehamilan. Dengan melakukan olahraga berat dan meminum pil penggugur juga. Namun hal itu tidak berhasil membuat bayinya menghilang.
Sehingga Jeffrey mengajukan kesepakatan. Jika dia akan menuruti apapun yang wanita itu minta. Asal Joanna mau melahirkan anaknya hingga selamat.
Joanna awalnya menolak. Sebab dia benar-benar tidak ingin memiliki anak. Namun akhirnya luluh juga. Setelah Jeffrey menawarkan akan membangun rumah produksi untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIDE AND SEEK [END]
Fanfica children's game in which one player does not look while others hide and then goes to find them.