11

127 8 0
                                    

11

Waktu itu adalah hari terakhir bulan Juni di kota Purasabha. Jeda musim panas akan yang ditandai dengan langit mendung dan suhu udara yang gerah namun berangin. Tepat seminggu setelah Karma, seorang gadis dengan kecendrungan narsistik dan eksibis menetap di Balai Pelatihan Khusus Perempuan Santa Carla.

Sudah seminggu ini dia merasa penasaran pada Diandra. Gadis berkulit pucat dengan potongan rambut menyerupai jamur, yang selalu menyendiri sambil membaca buku di rerindang semak pagar gedung asrama. Satu-satunya orang yang nampak tidak perduli pada kehadirannya.

Karma ingin menggodanya. Mencari perhatian mungkin adalah kata yang biasa digunakan orang-orang di sekitarnya dulu. Karma suka mencari perhatian. Ia akan memikirkan sebuah rencana dalam kepalanya, apa saja—harus cukup dramatis. Momentumnya harus tepat.

Maka hari ini Karma berusaha merayu seorang petugas balai pelatihan. Ia membuat skenario, dan memutar balikkan pembicaraan agar petugas lelaki itu tertarik padanya dan balik menggodanya. Lelaki itu haruslah sangat tergiur dan menginginkannya.

"Cepat jalan!" perintah sang petugas yang sudah termakan akal-akalan Karma. Ia mendorong tubuh kurus Karma dan menyudutkannya di antara semak, tak jauh dari tempat Diandra selalu duduk membaca. Karma yakin Diandra bisa mendengar tangisannya dari sana.

"Bagaimana kalau petugas lain melihatmu? Dia akan memecatmu karena ingin memperkosaku," rintih Karma. Aktingnya luar biasa bagus, pikir Karma.

"Cepat lakukan saja," kata si petugas.

Karma bersimpuh di hadapan petugas itu. Pelan ia membuka retsleting celana lelaki di depannya—ketika ia mendengar sesuatu mendekati mereka. Ia biarkan lelaki itu menikmati permainannya. Ia biarkan lelaki itu menariknya untuk bangun. Karma membiarkan kakinya terangkat satu. Dan ketika lelaki itu ingin menodainya, dengan cekatan Karma mengiris leher korbannya dengan pecahan kaca.

Diandra menengok ke dalam sela pagar, ia tidak mundur saat si petugas yang rubuh mendadak ke arahnya. Darah di mana-mana. Kecuali ketika mata mereka bertemu. Diandra mundur selangkah. Ia tidak menyangka.

Gadis itu berambut ombak, matanya tajam, bibirnya tersenyum. Diandra terlihat bingung. Ia mundur lagi ketika gadis itu melangkahi sosok yang sudah tidak bernyawa itu, mendekat ke arah gadis bermata flip flop.

"Namaku Karma." Karma mengulurkan tangan. Sangat tegas dan cepat sehingga membuat Diandra waspada. Punggungnya sampai membentur tembok asrama. Ia tidak menjawab. Dan menghindar bukanlah solusi yang baik saat ini. Ia tak boleh terlihat takut.

"Maaf, aku tidak sengaja melakukannya, dia memaksaku. Aku sedang menstruasi." Karma bicara dengan nada suara yang cuek. Kemudian meninggalkan Diandra di depan mayat tersebut.

Karma mendengar kalau Diandra mencoba melaporkan perbuatannya pada Margot, namun semua orang malah menuduhnya. Mau tidak mau Diandra berbohong. Setelah hari itu, Margot memutuskan untuk tidak menerima petugas berjenis kelamin laki-laki lagi untuk bertugas di Santa Carla. Kecuali tukang kebun.

Seperti yang Karma duga, Diandra merasa kesal dan mencarinya. Suatu pagi, Diandra mendobrak pintunya dan berkonfrontasi dengannya.

"Sialan sekali," maki gadis bermata aneh itu.

Karma menoleh, ia tak bisa menyembunyikan senyumnya. "Dia akan tetap mati kalaupun bukan aku yang membunuhnya."

Diandra menunjukkan wajah tak mengerti, Karma menutup pintu kamarnya. "Kamu akan membunuhnya dengan cara yang sama, kalau aku benar-benar menangis tadi." Karma menepuk bahu Diandra. "Kita bisa berteman sekarang."

8. Strangers GXG (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang