17

116 4 0
                                    

17

Adriana buru-buru mencari Karma. Ia mendorong pintu kamarnya dan menemukan kekasihnya baru saja menegakkan badan sambil mengancingi kemeja di atas tempat tidur.

Adriana mengatur nafas, pundaknya naik turun tanpa keberaturan. Ia tak bisa mengkondisikan kepanikannya.

Karma menurunkan kakinya. Ia tidak bisa menahan diri untuk tidak bersikap siaga.

"Perempuan itu ada di sini." Adriana berusaha menjelaskan. Karma tidak menjawab sama sekali. Namun ekspresinya menimbulkan cemas yang lebih menyengat untuk Adriana. Seberapa pun penasarannya, Karma berusaha diam dan menunggu Adriana untuk menyelesaikan kalimatnya.

"Alesia, ada di sini." Akhirnya.

"Adriana..." sela Karma.

"Bagaimana? Eh, Mengapa?" Karika muncul entah darimana. Karma memijat pelipisnya, sementara Adriana berusaha mengendalikan kesalahannya.

"Apa yang kamu lakukan di sini Karika?" Adriana mengalihkan pembicaraan.

Karma menuruti permainan Adriana. "Pemeriksaan biovitamin," jawabnya singkat. Matanya masih memandang tajam pada kekasihnya.

"Katamu ada Alesia di sini? Di mana dia?"

Adriana menggigit lidahnya sendiri. Ia sudah keburu bicara. Ia meminta bantuan pada Karma.

Karma menarik nafas dan menggeleng. Matanya tertuju pada sebentuk benda yang terjepit di pinggang Karika. Pistol revolver itu ada di sana. Benda itu sudah menjadikan Karika selevel dengan ibunya sekarang. Hanya tinggal menunggu, kapan waktu yang tepat baginya untuk menggunakannya.

Adriana tersentak. Kemudian berusaha menguasai dirinya, ia mendeham sebelum menjawab, "Aku memukulnya, dan ia tak sadarkan diri." Adriana mengabaikan Karma yang semakin buruk ekspresinya.

"Ikut aku!" ujar Adriana sambil keluar ruangan disusul dua perempuan yang lain.

Ketika mereka sampai, Alesia sudah dalam keadaan terikat. Ia didudukkan di sebuah kursi usang berbahan kayu yang kilapnya sudah buyar. Kepalanya tertunduk, rambutnya yang panjang dan kecokelatan jatuh terjuntai menutupi bahu dan wajahnya, serta sebagian dari dadanya. Pergelangan tangan dan kakinya diikat dengan handwraps, kain panjang yang biasa digunakan untuk membalut telapak tangan saat berlatih tinju. Kulitnya basah karena ruangan yang lembab dan keringat.

Karika maju selangkah dalam upayanya memberanikan diri untuk melihat langsung tawanan mereka. Namun ternyata ia belum berani juga. Ia kemudian menyuruh Karma melakukannya. Karma kini mendekati perempuan itu, mengangkat kepalanya sehingga rambut-rambut itu menyibak. Karika dapat melihat hidung dan bibir tawanan itu. Ya, dia benar-benar Alesia.

Alesia tersadar, dan Karma mundur dari posisinya.

"Kalian keluarlah. Aku yang bicara dengannya." Karika memberi perintah.

Karma menghadapi Karika. Wajahnya serius dan menghakimi.

"Apa?" tanya Karika saat sadar bahwa Karma tidak melakukan perintahnya.

Karma menadahkan tangan. "Revolvermu. Berikan padaku."

Karika menghela nafas. Kemudian ia menyerahkan pistol itu pada Karma. "Tunggu aku di luar."

Lalu Karma dan Adriana menuruti komando itu tanpa banyak pertimbangan lagi.

Ada jeda yang cukup panjang ketika Karma dan Adriana berlalu dan menutup pintu. Juga ketika Alesia butuh waktu sejenak untuk memandangi wajah di depannya. Ia memincingkan mata, agar bisa mengingat dengan jelas siapa yang ada di depannya.

8. Strangers GXG (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang