Miss

488 38 4
                                    

Ku pikir aku punya tempat di hatimu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ku pikir aku punya tempat di hatimu.
Tapi ternyata aku tidak lebih hanya sekedar mainan untuk melepas rasa bosanmu.

Tapi ternyata aku tidak lebih hanya sekedar mainan untuk melepas rasa bosanmu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Arsa, Disni dingin.
Tidak ada niat untuk memelukku? Kali ini aku janji tidak akan menolak.

_______________________________



Mata itu masih betah menatap jendela yang memperlihatkan padang rumput luas dan beberapa ekor kuda yang sedang memakan rumput.
Setelah dibersihkan dan diberi makan, seperti biasa Arsa akan duduk disitu dengan kursi rodanya.

Hari ini mungkin dia akan ada sesi terapi dengan psikiaternya yang dulu.
Juna menyarankan agar wanita itu yang harus menangani Arsa. Jangan dokter lain.

"Good morning baby boy" Samantha datang dari arah belakang Arsa dan langsung mengecup pucuk kepala anak itu.
Tidak ada respon apapun, Arsa masih tetap diam meski tubuhnya sedikit gemetar.

Samantha sedikit terenyuh, entah apa yang diperbuat puteranya sehingga Arsa mengalami ketakutan luar biasa dengan orang lain. Dulu awal-awal dia mendapatkan terapi hampir setiap malam Arsa akan mengalami mimpi buruk dan berakhir melempar apa saja yang ada di dekatnya, bahkan tak jarang Arsa seringkali berusaha menghilangkan nyawanya meski selalu ada yang melihat.

"Eh- Bagas mau kemana? Tumben masih pagi udah rapi. Mau kemana?" Saat Samantha sedang merapikan rambut Arsa, dia melihat anak tirinya berjalan ke arah pintu keluar.

Namun lagi-lagi pertanyaan nya tidak dijawab. Apa bagas depresi juga seperti Arsa?

Bagas hanya menoleh sekilas dan berlalu. Tapi saat hendak mencapai pintu keluar sekilas dia melihat Arsa. Dia penasaran sebenarnya anak itu kenapa diam saja seperti patung.
Bagas mendekati Arsa lalu berdiri dihadapannya. Tapi tetap saja Arsa tidak melakukan apa-apa. Matanya masih lurus ke depan, entah apa yang di lihat. Hanya sekumpulan kuda yang sedang makan. Apa yang menarik?

"Kenapa bagas?"

"Aku bingung, kenapa kalian mau menampung anak cacat ini."

"Dia ngga cacat, dia hanya depresi. Kami yakin dia pasti sembuh"

"Suruh putra mu yang urus. Dia yang membuat anak ini jadi depresi." Bagas tidak habis pikir, kenapa juga mereka mau repot-repot urus anak orang asing. Bawa saja dia ke rumah sakit jiwa. Selesai kan?

Merasa mulai kesal, bagas pun beranjak dari tempat itu, namun tiba-tiba Arsa menatap nya tanpa berkedip. Membuat Bagas mengernyit heran, apa yang anak itu lihat sampai sebegitunya.

Bagas mengikuti arah pandang Arsa yang menatap saku bajunya, ternyata gantungan kunci mobil berbentuk T-rex.
pandangannya sayu kilatan kesedihan terpancar dari matanya. Sedetik kemudian Arsa terlihat menangis meski tidak ada suara.
membuat Bagas salah tingkah dan merasa bersalah.

"Arsa.. kenapa? Sontak samantha langsung mendekati Arsa yang masih terlihat mengeluarkan air mata sambil menatap gantungan itu.

"Kamu ingin ini?" Bagas menunjuk arah saku bajunya.

Entah dorongan darimana, bagas langsung melepaskan kaitan pada kunci mobilnya dan memberikan gantungan T-rex itu pada Arsa.

Samantha yang melihat adegan itu sedikit tersentuh dengan apa yang dilakukan bagas. yang dia tau Bagas adalah orang yang sangat dingin, jangankan memberikan barang pribadi miliknya. disentuh saja dia tidak suka. Tapi kali ini dia memberikannya sukarela.

"Ternyata kamu disini, Juna nelfon belum aku jawab." Mr. Fallen memanggil istrinya yang masih berdiri menemani Arsa.

"Oh ya? Aku berarti harus ke atas."
Wanita cantik itu langsung bergegas ke atas lantai dua kamarnya di susul sang suami yang menggandeng tangannya mesra.

Tersisa Bagas dan Arsa dalam kesunyian.
Bagas masih menatap Arsa yang menggenggam erat T-rex itu, seolah-olah adalah benda yang sangat berharga.

"Aku pergi, kamu jangan kemana-mana"

Lagi-lagi entah karena apa bagas mengatakan hal seperti itu pada Arsa. Biasanya dia masa bodoh dengan anak itu.
Dalam hati kecilnya dia takut Arsa pergi keluar dari rumah diam-diam, dan itu sangat berbahaya.
meski itu tidak mungkin. Karena penjagaan dirumahnya cukup ketat.
rasanya dia tidak tega meninggalkan anak itu sendirian. Tapi dia juga harus mengunjungi pusara sang ibu karena hari ini bertepatan dengan hari kematiannya.

"Jaga dia, jangan lepas pandangan kalian sedikit pun darinya"

"Baik Mr. !"

Sebelum pergi bagas menyempatkan diri untuk mengatakan sesuatu pada bodyguard yang tengah berdiri tegak tak jauh dari Arsa.











*








"Dante, aku merindukan balita ku.. Tapi aku tidak bisa melihatnya. Rasanya sakit ketika melihat matanya yang mirip dengan bajingan itu"

(Menurut Lo Arsa baik-baik aja setelah liat orangtuanya dibantai langsung depan mata? -_-)

"Saya dengar, tuan muda Bagas pulang ke rumah"

"Apa? Tumben sekali"

"Dia bertemu dengan Arsa, sepertinya."

"Maksud mu? Bukankah Arsa di rumah sakit jiwa? Kamu yang mengatakannya sendiri!"

"Nyonya yang membawa pulang dan meminta Arsa dirawat sendiri olehnya, karena menurut nyonya Arsa tidak gila."

Juna terlihat mengepalkan tangannya, entah apa yang dia pikirkan.
Dia gelisah dan serba salah.
Tapi dia bisa apa? Dia sudah memutuskan sendiri untuk pergi jauh dari Arsa.








Tbc.

Dangerous IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang