[06]. Alstroemeria (3)

1K 121 9
                                    

Lima hari, enam hari, tujuh hari. Hari-hari berlalu begitu saja, tanpa sadar kini sudah minggu ketiga semenjak Halilintar tidur di atap yang sama dengan Taufan dan Gempa.

Walau menyebalkan karena tak bisa menikmati hari-harinya yang sunyi, Halilintar tetap berusaha melakukannya seperti biasa.

Sudah jelas jika sejak awal dia tak menyukai keramaian. Dunianya terlalu suram untuk remaja yang belum legal untuk memiki Kartu Tanda Penduduk.

Ekspresi wajahnya pun ikut suram mengikuti bagaimana sikapnya. Tatapan matanya tak pernah berubah selain sendu seolah tak memiliki semangat dan tajam seakan tengah marah.

"Senyum dong, iii ..." Solar menarik kedua pipi Halilintar memaksa agar cowok itu tersenyum ditengah kerumunan siswa-siswi di kelas musik.

Sebenarnya Solar bukan anak dari klub ini, namun katanya dia butuh hiburan jadi mengikuti Halilintar dan Ice sampai kesini. Tetapi alih-alih melakukan tujuan awalnya yaitu duduk diam selagi menunggu kedua temannya selesai dengan kegiatan yang dilakukan ...

... Solar malah cari perhatian pada orang-orang yang ada disana, terutama pada para ladies yang hatinya gampang untuk di korek-korek.

"Kamu pertama kali main kesini kan?" tanya seorang cewek dengan shaggy layer hairstyle.

"Seneng deh, aku kira auranya bakalan serem kayak mereka berdua," cewek itu melirik Halilintar dan Ice bergilir sebelum akhirnya kembali menatap Solar yang berdiri didepan Halilintar, "sekilas kalau diliat dari kejauhan kamu juga gak kalah kalem dari mereka.".

"Non-Playable Character gak seharusnya bilang gitu 'kan?" Solar tidak suka dibandingkan atau disamakan dengan orang lain, apalagi dengan orang yang dia kenal sejak orok.

"Okay, sorry ..." cewek yang konon katanya berasal dari keluarga terpandang dengan nama belakang wala we alias Wallace itu pergi begitu saja setelah tersenyum pada ketiga cowok yang kali ini sedang duduk di atas meja.

Sebenarnya ruangan yang memiliki banyak fasilitas itu cukup hening karena kehadiran tiga cowok yang memiliki julukan God of Death karena kesannya selalu memancarkan atmosfer tak mengenakkan.

Solar Kriegal, cowok keras kepala yang tak pernah mau mendengarkan apa kata orang, sombong ketika berhasil melakukan sesuatu, hobi gonta-ganti mobil ke sekolah. Di gadang-gadang sebagai ATM berjalan antara mereka bertiga.

Ice Xaven, sering kali dipanggil sebagai Pangeran Es lantaran sifatnya yang dua kali lipat lebih dingin dan tertutup dibanding Halilintar, namun hal itu tak berlaku untuk Halilintar dan Solar. Di antara ketiganya, Ice adalah yang paling banyak makan.

Dan terakhir Halilintar Alkaezar, walau berinteraksi dengan orang lain sangat langka tetapi namanya cukup dikenal disekolah. Kadang-kadang ada yang memanggilnya dengan sebutan evil lantaran matanya saat melihat orang seakan ingin membunuh.

Meski begitu, entah kenapa masih saja banyak yang memanggil mereka dengan panggilan Dewa Kematian. Padahal wajah mereka tak se menyeramkan itu, malah lebih mirip ke bangsa elf tersesat di bumi.

"Kalian mau pilih siapa?" celetuk Solar di tengah-tengah kesibukan Ice yang sedang memetik senar gitar, dan Halilintar yang tengah meniup pianika.

"OSIS?" tanya Halilintar.

Solar memiringkan kepalanya, cowok itu mengangguk pelan, "iya, pilih gue ya ... kalian kan BFF gue ...!".

"Males, lo besar kepala." Halilintar turun dari meja meninggalkan Ice dan Solar. Dia mendekat ke jendela, menatap ke bawah di mana orang-orang sedang berlari dilapang lantaran kelas olahraga.

[✔] HEY TWINS! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang