[46]. Blackthorn (4)

305 63 15
                                    

Halilintar duduk terdiam di sofa ruang tamu rumahnya yang sepi, kepalanya tertunduk lemah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Halilintar duduk terdiam di sofa ruang tamu rumahnya yang sepi, kepalanya tertunduk lemah. Sejak beberapa hari terakhir, ia sering merasakan sesak napas yang datang tiba-tiba, diiringi batuk yang tak kunjung reda.

Kedua saudaranya sudah berangkat sekolah sejak setengah jam lalu, meninggalkan Halilintar yang sedang tidak enak badan dirumah. Awalnya Halilintar ngotot ingin sekolah karena takut dengan ayahnya, namun Kuputeri tetap memaksa agar Halilintar di rumah saja untuk istirahat.

Dan kini jadilah Halilintar duduk sendirian di ruang tamu, tidak benar-benar sendirian karena tikus gabut baru saja lewat di bawah kakinya.

Batuk keras keluar dari mulutnya, mengguncang tubuh kurusnya yang terlihat semakin lemah.

Halilintar memegang dadanya, merasakan panas yang membakar paru-parunya. Napasnya tersengal-sengal, seperti ada yang menghimpit dari dalam, membuatnya sulit bernapas.

"Mama ..." Halilintar memanggil berharap wanita yang ia panggil Mama itu datang.

Ia berusaha berdiri, tapi tubuhnya limbung dan ia jatuh tersungkur ke lantai. Kepalanya terasa pusing, dan penglihatannya mulai berkunang-kunang.

Halilintar merintih saat kepalanya mendadak berdenyut nyeri karena tadi sempat membentur kerasnya lantai.

Di dapur, Kuputeri, yang sedang membereskan dapur lantas berlari ke ruang tamu begitu mendengar sesuatu jatuh.

Seketika ia panik melihat Halilintar tergeletak di lantai, batuknya semakin parah, dan napasnya tersengal.

"Halilintar!" Kuputeri segera menghampiri Halilintar dengan raut panik menghiasi wajahnya.

Kuputeri duduk, menggenggam bahu Halilintar yang gemetar. Wajah Kuputeri tampak khawatir, matanya penuh kecemasan dengan tangan mengusap keringat dingin di dahi Halilintaryang pucat.

"Nak, kenapa? Kamu baik-baik aja?" Kuputeri bertanya dengan nada penuh kekhawatiran, meskipun ia tahu bahwa keadaan Halilintar jauh dari kata baik.

Halilintar hanya bisa menggeleng lemah, suaranya tak sanggup keluar. Napasnya yang tersendat-sendat semakin membuatnya kesulitan berbicara.

Kuputeri merasakan tubuh Halilintar yang panas, seperti api yang menyala di dalamnya.

"Mas!" teriak Kuputeri, suaranya menggema ke seluruh rumah. Wajahnya tegang, cemas, dan penuh ketakutan, "Mas, cepat ke sini! Halilintar sakit!".

Amato yang sedang berada di ruang kerjanya yang ada di lantai 2 segera keluar, mendengar nada panik dari Kuputeri.

Dia berjalan tergesa-gesa, dan ketika melihat Halilintar terbaring di lantai, wajahnya berubah pucat.

Meski sering bersikap keras pada Halilintar, melihat dia terkapar seperti ini membuat dadanya ikut sesak. Ia mendekat, berlutut di samping Kuputeri yang tak henti-hentinya mengusap punggung Halilintar.

[✔] HEY TWINS! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang