Chapter 14

4 0 0
                                    

Inggit pun berjalan dengan gontai menuju ke kelasnya. Ia pun masih kepikiran tentang kejadian kemarin malam. Matanya masih terlihat sembab, karena ia menangis. Ia berjalan dengan menundukkan kepalanya.

Tiba-tiba Rendi datang dan langsung merangkul nya. Inggit pun masih diam, hal itu membuat Rendi menggernyitkan dahinya. "Lo kenapa sih, biasa nya udah heboh sendiri" cetus Rendi. Namun Inggit pun masih diam saja.

"Lo habis nangis!" tuding nya ketika melihat mata sembab Inggit. Namun Inggit masih terdiam dan menghiraukan keberadaan Rendi.

Lalu tatapan Inggit pun langsung teralihkan ke arah Daren yang sedang melangkah kearah berlawanan dengan nya. Inggit pun dengan cepat langsung menghempaskan tangan Rendi yang berada di bahunya. Ia melangkahkan kakinya kearah Daren.

Di depan Daren Inggit pun langsung menarik tangan Daren. Rendi pun menatap keduanya dengan penasaran. "Ada hubungan apa mereka berdua?" tanyanya bingung.

Di sisi lain Inggit membawa Daren menuju ke halaman belakang sekolah. Ia pun langsung menatap Daren dengan tatapan tajam. "Kenapa Lo diam saja kemarin malam. Kenapa Lo ga bicara tentang semuanya!" tuntut Inggit dengan nada yang penuh emosi.

"Kamu juga kenapa tidak menjelaskan semuanya?" tanya Daren balik. "Ya karena aku ga di kasih kesempatan bicara" jawab Inggit.

"Jawaban saya sama seperti kamu" ucap Daren. Setelah itu Daren pun berniat pergi dari sana. Namun Inggit lagi-lagi menghalangi kepergian Daren. Ia malah mencekal tangan Daren.

"Terus Lo terima aja kita nikah, kita ini masih muda. Masih sekolah juga" ucap Inggit berapi-api. "Iya kenapa, karena itu syarat yang di ajukan oleh Ayah kamu. Jika kamu merasa keberatan kamu bisa protes ke Ayah kamu sendiri" jelas Daren.

Inggit pun mengepalkan tangan nya kesal, mengapa Daren ini selalu menyebalkan di matanya.  Namun baru beberapa langkah Daren berbalik ke arah Inggit. "Ah ya, bukankah tidak pantas jika orang yang sudah mau menikah tapi di rangkul pria lain" ucap Daren setelah itu Daren pun benar-benar pergi dari sana.

"Ah dasar nyebelin!" ucap Inggit kesal, bahkan ia melayangkan tinjunya ke udara. Seakan-akan ia sedang memukul  Daren. Bahkan siswa laki-laki yang biasanya nongkrong di taman, menatap Inggit dengan pandangan aneh.

Inggit yang di tatap seperti itu langsung menatap tajam keduanya. "Apa Lo lihat-lihat!" teriak Inggit kesal. Setelah itu ia pun langsung pergi dari sana, di sepanjang jalan ia merutuki sikapnya tadi. 'Aish menyebalkan, apa mereka menganggap ku gila!' ucapnya dalam hati.

**********

Sementara di rumah sakit saat ini Alsena masih melamun di ruang rawatnya. Ia menatap ke arah luar jendela. Banyak orang berlalu lalang, dan jalanan yang ramai dengan kendaraan.

Alsena pun langsung mengalihkan tatapannya kearah tangan kanannya yang sedang memegang gunting. Ia pun langsung mengarahkan gunting itu keleher nya.

Tinggal beberapa centi lagi, tiba-tiba ada seseorang yang menghempaskan gunting itu. Hal itu membuat gunting itu terjatuh di lantai, dan menimbulkan suara. "Kamu jangan gila!" teriak Matteo.

Ya Matteo lah yang menggagalkan perbuatan Alsena. Alsena pun menatap datar Matteo. "Kenapa Lo bisa ada di sini" ucap nya datar. "Lo seharusnya ga ada disini!" teriak Alsena. Mata Alsena sudah berkaca-kaca. Ia pun langsung memukuli dada Matteo.

"Kenapa Lo hancurin niat gue, gue pengen semuanya berakhir. Gue ga mau ngelihat kejadian itu terus menerus!" teriak Alsena. Alsena pun tampak terlihat histeris. Hingga Matteo pun langsung memeluk erat tubuh Alsena.

Alsena pun menangis di dekapan Matteo. "Kenapa harus gue!" ucap Alsena dengan lirih. Setelah itu Alsena pun langsung jatuh pingsan di dalam dekapan Matteo. Chandra dan Marvel yang menyaksikan semuanya dari awal pun langsung memanggil dokter Hakam.

Matteo langsung membawa Alsena menuju ke brankar milik nya. Ia menidurkan Alsena diatas brankar. Tidak lama dokter Hakam dan juga beberapa perawat pun datang. Mereka menyuruh ketiganya keluar dari ruang rawat Alsena.

Ketiganya pun langsung menunggu dengan cemas keadaan Alsena. Chandra sedari tadi terus saja mondar-mandir di depan ruang rawat Alsena. Ia pun mengacak rambutnya dengan kasar.

Ia merasa telah gagal menjadi seorang Ayah, ia menyesal karena lalai menjaga anaknya. Hampir saja anaknya ingin mengakhiri hidupnya dengan gunting.

Jika ia kehilangan Alsena ia tidak akan pernah memaafkan dirinya sendiri. Tidak lama dokter Hakam pun keluar dari dalam ruang rawat. "Kondisinya kembali memburuk, aku sarankan kamu konsultasi ke psikolog. Karena ini juga menyangkut mental Alsena" ucap Dokter Hakam.

Chandra pun menganggukkan kepalanya. "Baiklah, bisakah kamu mencarikan psikolog untuk Alsena?" tanya Chandra. Dokter Hakam pun langsung menganggukkan kepalanya. "Tentu saja, bagaimana pun Alsena sudah seperti anakku sendiri " jawab Dokter Hakam.

"Terimakasih" ucap Chandra yang hanya dijawab anggukan kepala oleh Dokter Hakam. Baru beberapa langkah, Dokter Hakam pun berbalik. "Aku sarankan jangan membiarkan Alsena sendirian " ucap dokter Hakam.

Setelah kepergian Dokter Hakam, Chandra pun terlihat bingung. Marcel yang menyadari kebingungan Chandra pun langsung bertanya. "Kamu kenapa?" tanya Marvel.

"Aku bingung besok ada meeting penting, pembantuku sudah mengundurkan diri. Dan Alsena kurang nyaman jika harus ditemani oleh para pengawal" ucap Chandra, mencurahkan kegelisahan nya.

Marvel pun langsung menatap ke arah sang anak. Ia menyadari jika anaknya mulai tertarik. Tiba-tiba ia pun langsung tersenyum memikirkan rencana yang sudah tersusun di kepalanya. Ia berniat mendekatkan keduanya.

"Bagaimana jika Matteo saja yang menemani Alsena. Bahkan tadi pun Matteo mampu menenangkan Alsena" ucap Marcel memberikan ide. Matteo tentu saja terkejut ketika mendengar sang Ayah yang seperti sedang mempromosikan dirinya kepada Chandra.

Tatapan mata Chandra pun langsung teralihkan kearah Matteo, yang kini sedang menatap kearah Chandra juga. "Apakah kamu mau membantu Om?" tanya Chandra dengan nada berharap nya.

Matteo terlihat bingung, jujur ia tidak mampu menolak keinginan Chandra. Ia pun langsung menganggukkan kepalanya. Melihat Matteo yang setuju membuat Chandra pun merasa senang dan tenang. Ia sangat mempercayai jika Matteo mampu menjaga Alsena.

"Terimakasih Matteo, lagi dan lagi Om berhutang kepada kamu" ucap Chandra dengan tulus. "Iya sama-sama " jawab Matteo.

"Ya sudah, kami pulang dulu. Besok pagi Matteo akan kesini untuk menjaga Alsena" ucap Marvel. Setelah kepergian keduanya, Chandra pun langsung masuk kedalam ruang rawat Putri nya.

Ia pun langsung duduk di kursi yang berada di sebelah brankar. Ia menggenggam tangan Alsena dengan erat. "Ayah mohon kamu harus bertahan. Kamu tahu, kamu adalah alasan Ayah bertahan di dunia ini. Jadi Ayah mohon jangan tinggalkan Ayah" ucap Chandra. Chandra pun langsung mencium tangan sang anak. Ia tidak menyadari jika ada bulir air mata yang menetes dari matanya.

***************
Declairs
Rabu, 22 November 2023

The Magic LiontinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang